Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Diabetes melitus diakui pemerintah indonesia sebagai masalah kesehatan mayarakat, dengan konsekuensi bukan hanya pada efek yang tidak dikehendaki, melainkan juga menjadi beban ekonomi pada sistem pelayanan kesehatan. Diabetes melitus merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan seumur hidup sehingga diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk mengobati penyakit tersebut. Sampai saat ini sebagian masyarakat belum menyadari besar biaya yang akan dikeluarkan bagi seorang penderita DM yang sudah berat dibandingan bila penganganan tersebut lebih dini.

Akhir-akhir ini biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor, diantaranya perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya permintaan masyarakat dan perubahan ekonomi secara global, di lain pihak biaya yang tersedia untuk kesehatan belum dapat ditingkatkan, dimana kemampuan pemerintah semakin terbatas dan peran masyarakat masih belum maksimal, sementara itu sesuai kebijaksanaan pemerintah kita diharapkan untuk dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggrakan oleh BPJS tahun 2014 diharapkan menciptakan masyarakat sehat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa proporsi penyakit penyebab kematian tertinggi antara lain: Non Comunicable Disease 59,5 persen, Comunicable Disease 28,1 persen, Kecelakaan 6.5 persen dan Maternal/Prenatal 6.0 persen (Riskedas 2007). Hal tersebut menunjukkan penyakit tidak menular semakin lama penderitanya semakin tinggi.

Data WHO menyebutkan angka kejadian DM di Indonesia mendekati 4,6% padahal di negara berkembang DM menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif yaitu sekitar 45 sampai 65 tahun. Menurut data WHO, biaya yang harus dikeluarkan sebagai akibat implikasi ekonomis komplikasi diabetes kurang lebih mencapai 46,2017 dolar AS per tahun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidorov dkk menunjukkan bahwa manajemen penyakit diabetes melitus dapat berdampak pada penghematan. Penelitian dilakukan pada dua kelompok, kelompok pertama dilakukan pada pasien yang mengikuti program manajemen penyakit DM, kemudian kelompok kedua dilakukan pada pasien yang tidak mengikuti program tersebut dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengikuti program pengelolaan penyakit lebih sedikit menggunakan perawatan kesehatan dibandingkan pasien yang tidak mengikuti program. Dampak dari program manajemen penyakit pada kesehatan dan biaya untuk pasien dengan diabetes lebih sedikit jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mengikuti program manajamen penyakit DM.

Tujuan utama menajemen pasien DM adalah mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki harapan hidup dan kualitas hidup pasien. Penelitian dan perkembangan obat yang dilakukan memberikan informasi yang dapat diterapkan secara langsung untuk memperbaiki outcome pasien DM, disamping juga intervensi untuk mencegah penyakit DM pada populasi yang beresiko.

Suatu terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan bagi pasien, baik dari segi kesehatan atau kesembuhan penyakit yang diderita, biaya yang harus dikeluarkan dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat tersebut terutama sekali bagi pasien yang harus mengkonsumsi obat tersebut dalam waktu lama, bahkan semumur hidupnya, oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan obat dan biaya.

Oleh : Armiatin, SE., MPH.
Sumber : Does Diabetes Disease Management Save Money and Improve Outcomes? A Report of Simultaneous Short-term Savings and Quality Improvement Associated with a Health Maintenance Organization-Sponsored Disease Management Program Among Patients Fulfilling Health Employer Data and Information Set Criteria. Sidorov et al., Diabetes Care, Volume 25, Number 4, April 2002.
http://care.diabetesjournals.org/content/25/4/684.full.pdf+html 

Dengan semakin berkembangnya pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia, ditambah meningkatnya kesadaran dari masyarakat dunia tentang pentingnya pengelolaan lingkungan dan upaya yang inovatif di bidang kesehatan masyarakat, banyak negara maju dan berkembang sudah mulai mengalihkan perhatiannya dari masalah penyakit menular ke penyakit tidak menular, seperti kanker, jantung koroner, dan diabetes melitus. Tren ini juga disebabkan oleh gaya hidup masyarakat dunia yang mulai berubah dengan konsumsi junk food yang serba instan, kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Oleh karenanya, penanganan penyakit tidak menular sudah menjadi perhatian tersendiri dan  berbagai inovasi telah dikembangkan untuk mengatasinya, salah satu yang menjadi perhatian adalah diabetes melitus.

Di Australia misalnya, diabetes menjadi penyebab utama kematian, kesakitan, dan kecacatan selain sebagai salah satu faktor resiko penyebab beberapa penyakit kronik. Diabetes menempati urutan 2 penyakit kronik terbanyak yang ditangani oleh dokter di Australia dengan indikasi rujukan tertinggi. General Practice Guidelines for Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) memberikan perhatian khusus pada penanganan terkoordinasi untuk menangani diabetes yang melibatkan dokter, dokter spesialis, diabetes educator, penata diet, ahli mata dan podiatrist. Namun faktanya, koordinasi terkait hal ini berlum berjalan dengan baik, rujukan ke diabetes educator dan penata diet masih rendah bahkan pada kasus-kasus overweight atau obesitas. Keadaan ini mengindikasikan kebutuhan untuk peningkatan colaborative care antar profesi maupun fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk menjamin collaborative care terutama untuk penyakit seperti diabetes melitus, maka faktor yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan mengetahui batasannya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan kurang koordinasi antara dokter, dokter spesialis, diabetes educator, penata diet, ahli mata, dan podiatrist terutama dalam proses rujukan. Menurut Van de Ven dan Walker hubungan baik yang terbangun pada proses rujukan lebih bergantung pada pengetahuan personal dan kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Hubungan ini juga dipengaruhi oleh power autonomy yang dimiliki oleh fasilitas kesehatan yakni siapa yang mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan dan siapa yang mempunyai kemampuan untuk memberikan ide.

Kepercayaan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menjamin kualitas dari collaborative care. Kepercayaan mencakup pemberian kuasa kepada pihak lain untuk menangani pasien sesuai dengan standard yang sesuai. Kepercayaan yang dimaksud disini berhubungan dengan kompetensi, profesionalitas, dan respect.

Sebuah penelitian kualitatif oleh Mc Donald, dkk mungkin bisa membantu kita bagaimana mengelola sebuah collaborative care untuk penyakit kronis seperti diabetes dengan kolaborasi multidisipliner. Mc Donald, dkk menggali secara mendalam bagaimana penyakit diabetes ditangani secara kolaborasi oleh berbagai fasilitas layanan kesehatan di Australia mulai dari dokter umum sampai dengan podiatrist. Dokter umum sebagai gate-keeping mengambil peranan yang sangat penting, mereka mempunyai "kekuasaan" untuk melakukan rujukan, dimana fasilitas kesehatan atau profesional lain yang masuk sebagai collaborative team sangat bergantung dengan dokter. Di satu sisi dengan metode pembayaran fee-for-service dokter merasa mendapatkan pendapatan yang lebih sedikit apabila melakukan rujukan sehingga koordinasi yang terbangun dengan fasilitas kesehatan yang ada diatasnya menjadi berkurang. Dengan demikian beberapa klinik yang masuk dalam sampel peneltian tersebut menyediakan beberapa pelayanan yang seharusnya akan lebih baik diserahkan kepada profesional misalnya pelayanan monitoring rutin diabetes dan patient education yang merupakan wilayah dari diabetes educator. Hal ini tentu saja menimbulkan overlap dalam pelayanan, selain menambah beban pada klinik umum hal ini juga mengurangi kepercayaan pada klinik-klinik diabetes swasta atau fasilitas kesehatan yang berada diatasnya.

Kepercayaan dan respect adalah bagaimana menghubungkan profesionalitas dan personal faktor. Dalam arti sederhana, bagaimana seorang dokter bisa menaruh kepercayaan pada spesialist atau fasilitas diatasnya dengan harapan bahwa pasien yang akan ia rujuk mendapat penanganan yang baik. Hal ini terkadang dinilai dari kualitas feedback rujukan, dokter biasanya akan melakukan rujukan kepada pihak yang mempunyai feedback yang baik dan memuaskan. Selain itu komunikasi langsung melalui telpon akan lebih meningkatkan hubungan antara semua pihak yang terlibat. Mc Donald juga mewawancarai pasien yang ditangani baik secara kolaborasi maupun tidak, dan mereka menemukan bahwa pasien yang ditangani secara kolaborasi merasa puas dengan penanganan yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat.


Oleh karena itu, dalam rangka menyediakan collaborative care yang bermutu demi menjamin keselamatan pasien maka dua faktor penting yang perlu diberi perhatian adalah respect (penghargaan) dan kepercayaan. Dengan membangun penghargaan dan kepercayaan yang kuat dengan berbagai pihak terutama yang terlibat dalam collaborative care plan maka pelayanan kesehatan yang kita berikan akan terjamin kontinuitasnya dan bermuara pada kepuasan pasien.

Oleh : Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA
Sumber : McDonald, Julie, et all. 2012. The Influence of Power Dynamics and Trust on Multidisciplinary Collaboration: A Qualitative Case Study of Type 2 Diabetes Mellitus. BMC : Health Services Research, 12-63
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6963-12-63.pdf 

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang mendapatkan perhatian di abad 21, lebih dari 150 orang menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan meningkat 2 kali lipat pada 25 tahun kedepan. Peningkatan diabetes melitus secara dramatis terjadi di negara-negara berkembang dan diperkirakan meningkat 170% sedangkan di negara maju peningkatan hanya 42% sehingga pada tahun 2025 diperkirakan lebih dari 75% orang-orang dengan diabetes melitus akan berada di negara-negara berkembang. Selain itu diabetes melitus merupakan penyebab meroketnya morbiditas dan mortalitas dari beberapa penyakit kronis di negara maju, diabetes adalah penyebab utama kebutaan di negara-negara industri dan meyebabkan cacat visual pada orang yang berusia <60 tahun selain itu sekitar seperlima pasien diabetes melitus mengalami stadium akhir penyakit ginjal selama masa hidup. Komplikasi diabetes melitus sering terjadi pada kaki dan berujung pada amputasi.

Amputasi sering dilakukan 15 kali pada pasien dengan diabetes melitus daripada pasien dengan penyakit bawaan lainnya. Di USA, sekitar setengah dari 110.00 amputasi tungkai dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus setiap tahun. Pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko 2-4 kali lipat peningkatan penyakit kardiovaskuler (CVD) dibandingkan dengan pasien non diabetes dengan angka kematian CVD 1,5-4,5 kali lebih tinggi daripada pasien non diabetes, selain itu kejadian koroner lebih besar dan hasil klinis lebih buruk yang mengakibatkan kematian mendadak. Sekitar 50% pasien dengan diabetes melitus meninggal dalam waktu 1 tahun dan setengah dari kematian itu terjadi sebelum mereka ke rumah sakit (mendadak).

Selain mengurangi kualitas kehidupan dan lama hidup, diabetes melitus juga mengakibatkan peningkatan biaya perawatan kesehatan, namun beberapa perawatan dan praktik yang efektif dapat mengurangi pengeluaran biaya kesehatan untuk diabetes melitus. Banyak kemajuan telah dibuat, dikembangkan dan di uji coba untuk pengobatan diabetes melitus di USA dan beberapa negara eropa, peningkatan kualitas sistem kesehatan didukung oleh organisasi-organisasi pemerhati diabetes melitus serta bahu-membahu melawan diabetes melitus dan mencari metode preventif-kuratif. Indikator kualitas metode ditinjau dari beberapa kriteria antara lain:

  • Bukti Kredibilitas yang berkaitan dengan proses dalam mencapai hasil dan modifikasi hasil dengan upaya dan intervensi sistem perawatan kesehatan
  • Kelayakan indikator yang bisa diukur secara akurat, handal dan masuk akal
  • Variabilitas yakni aturan keperawatan yang bisa diperbaiki

Tiga inidikator ini diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah yang komprehensif untuk peningkatan diabetes care.

Berikut ini indikator kualitas diabetes care oleh the National Diabetes Quality Improvement Alliance:

  • Ukuran proses
    • Persentase pasien dengan satu atau tes HbA1c lebih per tahun
    • Persentase pasien dengan tes kolesterol setidaknya satu LDL per tahun
    • Persentase pasien dengan setidaknya satu tes untuk mikroalbuminuria selama tahun pengukuran atau yang memiliki bukti perhatian medis untuk nefropati yang ada
    • Persentase pasien yang menerima pemeriksaan mata melebar atau evaluasi fotografi retina oleh dokter mata atau dokter mata selama tahun berjalan atau selama tahun sebelumnya jika pasien berisiko rendah retinopati
    • Persentase pasien yang menerima setidaknya satu pemeriksaan kaki per tahun
    • Persentase pasien diabetes melitus yang merokok dan didokumentasikan/dicatat setiap tahun
  • Ukuran hasil
    • Persentase pasien dengan tingkat HbA1c terakhir >9,0% (poor control)
    • Persentase pasien dengan kolesterol LDL terakhir <130 mg/d
    • Persentase pasien dengan tekanan darah terbaru <140/90 mmHg

Selain meningkatkan kualitas diabetes care, 9 langkah ini juga digunakan untuk perbandingan sistem kesehatan. Ada beberapa tantangan diantaranya perlu kesempatan untuk diimplementasikan dengan mengacu pada layanan klinis yang berbeda dan layanan ini didokumentasikan dengan baik dalam catatan seperti data penagihan 4 proses tindakan pertama (tes HbA1c, tes LDL, tes mikroalbuminuria dan pemeriksaan mata). Selain itu pemeriksaan kaki tidak dilakukan sebagai layanan wajib bagi pasien diabetes melitus, pencatatan status merokok juga tidak dilakukan dalam data administrasi sehingga kedua proses ini memerlukan pengumpulan data khusus seperti review catatan medis dan upaya pengumpulan data yang sebanding di berbagai negara. Pencatatan medis secara elektronik diharapkan dapat memperbaiki sistem dan upaya pengumpulan data yang akurat dan sistematis sehingga bisa digunakan di semua negara. Berkaitan dengan indikator hasil, Sebagian besar petugas kesehatan tidak mencatat hasil tes secara spesifik sehingga tidak bisa membuat langkah-langkah HbA1c dan kontrol LDL dari sumber data sehingga perlu standarisasi data laboratorium secara elektronik yang bisa digunakan oleh semua petugas kesehatan.

Kualitas karakter dibawah kontrol providers of medical care dan dikombinasikan dengan konsep yang lebih distal jangka panjang untuk pasien kronis, sistem kesehatan diwajibkan memihak pada tingkat amputasi, penyakit ginjal kronik, kematian dengan CVD pada usia tertentu.
Misalnya amputasi besar harus dipahami secara komprehensif dan persepsi yang sama sehingga bisa dicomparasi antar negara, sama halnya dengan amputasi kecil dan sedang guna perbaikan sistem kesehatan.

Oleh : Dedison asanab, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran UNDANA
Sumber : Nicolucci et al., Selecting indicators for the quality of diabetes care at the health systems level in OECD countries. International Journal for Quality in Health Care; September 2006.
http://intqhc.oxfordjournals.org/content/intqhc/18/suppl_1/26.full.pdf 

Diabetes melitus kini menjadi ancaman yang serius bagi manusia dan telah menjadi penyebab kematian urutan ketujuh di dunia. Diabetes melitus atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai tingginya kadar gula dalam darah. Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh si penderita. Indonesia sendiri kini berada di urutan ke empat setelah Amerika, China dan India. Di Amerika bahkan diprediksikan akan mengalami peningkatan dari 23 Juta kasus menjadi 48,3 Juta kasus pada tahun 2050 mendatang. Hal yang sama juga diprediksikan di Indonesia, apabila tidak ditangani dengan serius, maka tidak menutup kemungkinan urutan Indonesia akan mengalami peningkatan 2-3 kali lipat dari kasus yang ada saat ini.

Berbagai intervensi peningkatan mutu pelayanan pasien diabetes dilakukan untuk mengatasi prediksi peningkatan kasus dengan upaya kolaborasi dalam berbagai disiplin ilmu, karena sebagian besar pasien diabetes dikelola oleh perawatan dokter primer, tetapi kelemahan klinis adalah keterbatasan waktu yang menghambat upaya untuk memenuhi tujuan pengobatan pasien. Keberhasilan pelayanan mutu manajemen penyakit diabetes membutuhkan strategi baru. Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai perbaikan dalam proses klinis dan hasil dengan biaya yang terjangkau.
Beberapa program di bawah ini cocok untuk diterapkan pada praktek perawatan dasar diantaranya strategi peningkatan kualitas pada intervensi:

  1. Manajemen Kasus:
    Koordinasi, pemantauan, dan dukungan dari kebutuhan medis pasien, sering dilakukan oleh perawat atau apoteker (yaitu, perawat ditugaskan untuk memantau pasien diabetes berisiko tinggi serta mengkoordinasikan perawatan spesialis dan membantu pasien dengan diet dan manajemen obat-obatan)
  2. Manajemen Terapi Obat
    Resep dan penyesuaian obat oleh perawat praktek yang lebih maju atau apoteker klinis, biasanya menggunakan algoritma; dilakukan melalui telepon dan secara pribadi serta bekerja sama dengan dokter perawatan atau independen.
  3. Pendidikan kedokteran
    Pendidikan kedokteran lebih diarahkan pada dokter tentang pedoman obat-obatan, dan teknik pengobatan terbaru.
  4. Telemedicine
    Sebuah sistem untuk memfasilitasi konsultasi dan kolaborasi dokter di daerah terpencil.
  5. Audit dan feedback
    Ringkasan penyedia atau kelompok kinerja pada indikator klinis atau proses yang dikirim ke dokter untuk meningkatkan kesadaran kinerja (yaitu, laporan bulanan dikirim ke penyedia tentang persentase pasien diabetes, dimana sudah mereka selesaikan)
  6. Sistem pengingat pasien.
    Pesan untuk pasien seperti panggilan telepon, surat, atau email untuk memberikan pengingat tentang janji atau aspek penting tentang penilaian diri pasien.
  7. Pendaftaran elektronik pasien
    Catatan medis elektronik yang memungkinkan pelacakan tindakan klinis penyedia atau populasi diabetes klinik; memfasilitasi manajemen agar lebih proaktif bagi pasien yang belum mencapai hasil.
  8. Peningkatan kualitas yang berkelanjutan
    Teknik untuk memeriksa dan mengukur proses klinis, merancang intervensi, menguji dampaknya, dan kemudian menilai kebutuhan untuk perbaikan lebih lanjut (yaitu, mengidentifikasi hambatan vaksinasi pneumonia efektif pada pasien diabetes klinik dan menerapkan solusi sementara menilai perubahan frekuensi vaksinasi).
  9. Pendidikan pasien
    Intervensi untuk mempromosikan pemahaman pasien tentang penyakit, pengobatan, manajemen diri, atau strategi pencegahan; sering disampaikan melalui sesi kelompok atau kunjungan satu-satu dengan pendidik diabetes atau dengan bahan cetak.
  10. Perubahan tim
    Restrukturisasi tim penyedia untuk memaksimalkan efektivitas peran setiap orang dalam memberikan perawatan pasien (yaitu, praktisi perawat lebih rutin tindak lanjut dalam melihat pasien diabetes dibanding dokter)
  11. Pengingat dokter
    Pesan diarahkan pada praktisi selama praktek klinis bahwa tindakan yang cepat berdasarkan kebutuhan pasien atau parameter fisiologis (yaitu, pesan rekam medis elektronik mengingatkan dokter untuk memesan profil lipid tahunan ketika mereka jatuh tempo).
  12. Promosi manajemen diri
    Strategi yang meningkatkan kemampuan pasien untuk mengelola kondisi mereka; ini termasuk perangkat untuk pemantauan diri (yaitu, tekanan darah di rumah cuff), penyediaan hasil untuk pasien (yaitu, mengirimkan hasil lab pasien) atau tindak lanjut panggilan telepon dari penyedia dengan rekomendasi.
  13. Insentif keuangan, regulasi, dan kebijakan
    Strategi yang memperkuat perilaku tertentu seperti insentif keuangan untuk penyedia atau pasien atau perubahan peraturan, kebijakan, lisensi, atau akreditasi.

Selain strategi program di atas ada juga contoh tim dan proses struktur yang dapat mendukung kemitraan perawat atau apoteker dalam perawatan dasar. Untuk berhasil mengelola diabetes, pasien perlu lebih banyak kontak dengan tim dokter. Ada kunjungan tambahan dan koordinasi perawatan dengan penyedia lainnya adalah salah satu solusi yang dapat dilakukan.

Bagian berikut menyoroti dua model yang sukses yang telah dilaksanakan dan dievaluasi secara mendalam.

  1. Sebuah program manajemen penyakit yang dipimpin apoteker
    Membentuk tim apoteker klinis dalam klinik perawatan dasar yang menyediakan pendidikan pasien, manajemen kasus, dan manajemen obat untuk pasien diabetes. Apoteker memiliki kontak dengan pasien setiap 2-4 minggu melalui telepon atau secara pribadi. Konseling individual dan pendidikan dan pengobatan. Selain itu, koordinator perawatan menghubungi pasien secara teratur untuk mengingatkan mereka tentang janji, mengidentifikasi hambatan, dan alamat penyedia layanan pengobatan. Pasien bisa memilih apakah mereka ingin menerima rekomendasi dengan penyesuaian obat dari apoteker atau diberitahu setelah perubahan telah dibuat. Manajemen lebih proaktif dengan me-review rutin database elektronik pasien. Dengan dilakukan program ini menurut penelitian yang dialkukan oleh David Willens dapat dilihat bahwa biaya yang terkait dengan program ini lebih dapt menekan biaya dibandingkan dengan sebagian besar intervensi medis modern karena penghematan biaya dapat dilakukan dari penurunan potensial pasien gawat darurat atau pemanfaatan rumah sakit. Manajemen penyakit yang dipimpin oleh apoteker meningkatkan peluang untuk pendidikan pasien, manajemen kasus, dan manajemen efisien obat dapat meningkatkan hasil diabetes dengan biaya yang wajar.
  2. Praktek perawat lanjutan dan model tim dokter
    Dengan menciptakan proses terstruktur perawatan, dokter perawatan dasar dan praktisi perawat dapat bekerja dalam tim dan dapat meningkatkan baik perawatan pasien diabetes maupun hasil klinis. Hal ini terlihat pada kelompok intervensi, dimana praktisi perawat dijadikan sebagai kontak lini pertama untuk perawatan dan diikuti algoritma berbasis bukti untuk memandu keputusan manajemen independen. Mereka terlibat dalam manajemen penyakit melalui kontak telepon dengan pasien dan kesepakatan janji tindak lanjut. Jika masalah muncul yang tidak dibahas dalam algoritma maka perawat membahasnya dengan dokter perawatan dasar pasien dan segera membuat rencana perawatan. Para perawat ditujukan untuk memberikan pendidikan pada pasien dan terutama apabila terjadi hambatan psikososial untuk kepatuhan pengobatan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh David Willens dkk bahwa kolaborasi selama 12 bulan tim berhasil meningkatkan pemberian perawatan preventif, pendidikan pada pasien diabetes.

Sejumlah penelitian saat ini menunjukkan bahwa meningkatkan kontrol diabetes dapat mengurangi komplikasi dan kemungkinan mengurangi biaya dan pengurangan risiko komplikasi dapat menurunkan sistem perawatan kesehatan atau beban masyarakat terkait dengan diabetes sehingga pasien dengan riwayat diabetes dapat segera melakukan pemeriksaan dengan biaya rendah.

Oleh : Andriani Yulianti, SE., MPH.
Sumber : Interdisciplinary Team Care for Diabetic Patients by Primary Care Physicians, Advanced Practice Nurses, and Clinical Pharmacists. Willens et al. Clinical Diabetes Journal. Volume 29, Number 2, 2011.
http://clinical.diabetesjournals.org/content/29/2/60.full.pdf+html