Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Demensia adalah suatu sindrom di mana terjadi penurunan fungsi kognitif di luar apa yang diharapkan pada penuaan biologis. Saat ini lebih dari 55 juta orang hidup dengan demensia di seluruh dunia, dan ada hampir 10 juta kasus baru setiap tahun. Penyakit Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia dan dapat berkontribusi pada 60-70% kasus.

Demensia saat ini merupakan penyebab kematian ketujuh di antara semua penyakit, dan salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan di antara orang tua secara global (WHO, 2021). Alzheimer's Disease International (ADI) juga melaporkan bahwa 75% orang secara global dengan demensia tidak terdiagnosis, yang setara dengan 41 juta orang, stigma klinisi juga masih menjadi penghalang utama untuk diagnosis, 1 dari 3 percaya bahwa tidak ada yang bisa dilakukan, 90% Dokter mengidentifikasi adanya penundaan/waktu tunggu tambahan karena COVID-19, serta 33% dokter percaya bahwa tidak ada yang bisa dilakukan tentang demensia sehingga mengapa harus berupaya menangani kasus dengan demensia.

Selain hal di atas, demensia juga memiliki dampak fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, tidak hanya untuk orang yang hidup dengan demensia, tetapi juga untuk pengasuh mereka, keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan hal tersebut, ADI memberikan beberapa rekomendasi utama sebagai respon dari fakta-fakta yang ada meliputi: 1) Pentingnya sistem pelayanan kesehatan secara global memperkenalkan pemeriksaan kesehatan otak tahunan untuk lebih dari 50-an, difasilitasi oleh evolusi dalam ilmu biomarker, dengan kesempatan mempromosikan strategi untuk menurunkan risiko demensia. 2) Pemerintah secara global harus segera mulai mengukur dan mencatat diagnosis dengan lebih akurat, karena tingkat pengukuran diagnosis yang akurat adalah kunci untuk pengobatan, perawatan dan dukungan, kesiapan sistem pelayanan kesehatan, serta tantangan terhadap stigma. 3) Pemerintah harus bersiap menghadapi tsunami permintaan layanan kesehatan secara global sebagai akibat dari populasi yang menua, peningkatan diagnostik, termasuk biomarker, dan perawatan farmakologis yang muncul.

Adapun laporan Alzheimer's Disease International 2021 selengkapnya dapat di baca pada link berikut...

klik disini

 

 

Reporter: Andriani Yulianti (Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK KMK UGM)

gb17Yogyakarta, pada tanggal 15 September 2021, pukul 09.00-12.30 WIB telah diselenggarakan kegiatan pendampingan pelaksanaan AMP Efektif dengan 10 Langkah, sebagai bagian dari upaya meningkatkan keselamatan ibu dan bayi. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Yayasan Project HOPE, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada dan Dinas Kesehatan Grobogan-Jawa Tengah. Diskusi difasilitasi oleh Dr. dr Hanevi Djasri MARS FISQua dan Andriani Yulianti, MPH, dan pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya yang diikuti oleh tim AMP Kabupaten Grobogan dan Puskemas pada tahun 2020.

Sebagai pengantar kegiatan, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga-Dinkes Grobogan menyampaikan bahwa di masa pandemi COVID-19 telah terjadi peningkatan jumlah kematian ibu lebih dari 2 kali lipat, yaitu dari 31 di tahun 2020 menjadi 68 pada bulan Agustus 2021, dan sebagian besar dikarenakan infeksi COVID-19. Sehingga diharapkan dengan adanya pelaksanaan AMP lebih efektif dapat menghasilkan rekomendasi yang tepat dan operasional. Tatalaksana AMP efektif sangat diperlukan untuk membantu Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan dalam memperbaiki program kesehatan Ibu dan Anak.

Penyampaian materi oleh dr Hanevi Djasri dimulai dengan me-refresh kembali pelaksanaan AMP efektif dengan 10 langkah, dimulai dari 1) Pembentukan tim AMP tingkat Kabupaten, 2) Pengisian form otopsi verbal dan rekam medis, 3) Pengkajian kasus (a. Identifikasi masalah, b. Analisa data, c. Penggalian akar masalah, d. Pencarian penyelesaian masalah), 4) Penyusunan draft rekomendasi (a. Pengelompokan rekomendasi, b. Menyusun skala prioritas, c. Menyusun program dan anggaran kegiatan, d. Menyusun POA), 5) Penyusunan rekomendasi akhir yang operasional dengan melibatkan lintas sektor, 6) Sosialisasi rekomendasi kepada seluruh stakeholder, 7). Monitoring respon terhadap rekomendasi (Respon segera dan respon terencana), 8) Pelaksanaan kegiatan atau operasionalisasi program, 9) Monitoring dan evaluasi kegiatan, serta 10) Evaluasi outcome AKI –AKB.

Dalam pelaksanaan pendampingan, pihak pengkaji Dinkes diminta untuk memaparkan dan mendiskusikan ringkasan 3 kasus maternal, serta mendiskusikan formulir ringkasan pengkajian maternal. Hasil pengamatan dalam proses AMP yang sudah dilakukan oleh pihak Dinkes dinilai oleh dr Hanevi bahwa proses AMP yang dijalankan oleh tim Dinkes saat ini sudah terlihat dilaksanakan secara sistematis, menelaah tatalaksana, penyebab dan mencari akar masalah dan usulan perbaikannya, namun pelaksanaannya berlangsung sangat lama sehingga dalam prosesnya akan banyak membutuhkan waktu sehingga belum terlihat efektif dan efisien.

Dr Hanevi juga menyarankan agar seluruh formulir AMP sudah terisi oleh Fasyankes sebelum pertemuan di tingkat Dinkes, sehingga saat pertemuan di tingkat Dinkes hanya dilakukan klarifikasi isi dan rekapitulasi dari total kasus pengkajian. Pentingnya melakukan rekapitulasi dari total kasus pengkajian, agar dinkes memiliki peta perbaikan ke arah mana area perbaikan yang akan dilakukan karena bisa saja beberapa penyebab kematian memiliki akar masalah yang sama, sehingga dapat menghasilkan usulan perbaikan yang dapat mengikat kepala daerah (Pemerintah Daerah) untuk dapat menjalankan rekomendasi yang dihasilkan.

Di akhir acara, diakui oleh tim AMP Dinkes Grobogan bahwa selama ini masih terjebak dengan rutinitas AMP sebelumnya, sehingga belum dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah pelaksanaan AMP efektif, dan akan melakukan perbaikan sesuai dengan masukan dari Narasumber. Sebelum menutup kegiatan, dr Hanevi memberikan penugasan kepada tim AMP Dinkes untuk membuat rekapitulasi dari semua kasus kematian ibu dan bayi, dan sekaligus melakukan pengelompokkan akar masalah dan perbaikannya, seperti pada form di bawah ini:

 

No Kasus Penyebab Kematian Adekuasi Tatalaksana Akar Masalah Usulan Perbaikan dan PIC
#1
  • Penyebab langsung
  • Penyebab tidak langsung
  • Kondisi dasar
     
#2
  • Penyebab langsung
  • Penyebab tidak langsung
  • Kondisi dasar
     
#3
  • Penyebab langsung
  • Penyebab tidak langsung
  • Kondisi dasar
     
dst -          

 

 

 

Penulis: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu PKMK FK KMK UGM)

Hari Keselamatan Pasien Sedunia diperingati setiap tanggal 17 September, yang bertujuan meningkatkan pemahaman global tentang keselamatan pasien, meningkatkan keterlibatan publik dalam keselamatan pelayanan kesehatan, dan mempromosikan tindakan global untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang dapat dihindari dalam pelayanan kesehatan. Setiap tahunnya, tema baru dipilih untuk menjelaskan area prioritas keselamatan pasien, termasuk tindakan mana yang diperlukan untuk mengurangi bahaya yang dapat dihindari dalam pelayanan kesehatan, dan untuk mencapai cakupan kesehatan universal.

Terpilih sebagai tema keselamatan pasien tahun ini yakni “Asuhan yang aman bagi ibu dan bayi baru lahir” (Safe maternal and newborn care). Tema tersebut sekaligus mendesak semua pemangku kepentingan untuk “Segera bertindak untuk persalinan yang aman dan bermartabat ”(Act now for safe and respectful childbirth) dengan beban risiko dan kerugian yang signifikan yang dialami oleh ibu dan bayi baru lahir karena asuhan yang tidak aman, ditambah dengan terganggunya layanan kesehatan esensial yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Di Indonesia, kesehatan ibu dan anak masih terus menjadi sorotan. Angka kematian ibu sebagai indikator keberhasilan pencapaian kesehatan ibu dan anak, tercatat sudah mengalami penurunan yakni 346 kematian (SP 2010) menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS 2015). Namun, masih jauh dari target RPJMN 2024 yakni Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan kematian neonatal menjadi 10 kematian per 1000 kelahiran.

Data dari SRS Litbang 2016 juga menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi kematian terjadi di Rumah Sakit yakni 77%, disusul di rumah 15,6%, hal ini menjadi tantangan tidak hanya memperbaiki kinerja pelayanan di level Rumah Sakit, namun juga memperbaiki luaran klinis ibu hamil dari pelayanan dasar sebelum di rujuk Rumah Sakit karena sebagian besar kasus yang di rujuk ke RS sudah datang dalam kondisi yang buruk. Lebih jauh, saat ini kita dihadapkan pada meningkatnya kasus kematian ibu di tahun 2021 akibat terpapar Covid-19.

Secara Global, WHO mencatat sekitar 810 wanita meninggal setiap hari dari penyebab yang dapat dicegah terkait dengan kehamilan dan persalinan. Selain itu, kematian bayi baru lahir menyumbang 47% kematian di antara anak-anak di bawah usia lima tahun, yang mengakibatkan 2,4 juta nyawa hilang setiap tahun, dan sekitar sepertiga dari kematian bayi baru lahir terjadi pada hari kelahiran dan hampir tiga perempatnya terjadi dalam minggu pertama kehidupan.

Penyebab langsung yang paling umum dari kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, tekanan darah tinggi, aborsi yang tidak aman, dan persalinan macet, serta penyebab tidak langsung seperti anemia, penyakit jantung dan lain-lain. Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah dengan manajemen tepat waktu oleh profesional pelayanan kesehatan yang terampil yang bekerja di lingkungan yang mendukung. Hal ini hanya dapat dicapai melalui keterlibatan semua stakeholder dan penerapan sistem kesehatan yang komprehensif dengan pendekatan dari hulu ke hilir.

Sebagai bagian dari tanggungjawab bersama, maka kita semua dapat bersama-sama mengambil peran memastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir menerima perawatan yang aman, melalui: 1) Meningkatkan kesadaran di komunitas Anda tentang masalah keselamatan ibu dan bayi baru lahir, terutama saat melahirkan. 2) Menyerukan otoritas pelayanan kesehatan untuk terlibat dengan pemangku kepentingan dan mengadopsi strategi yang efektif dan inovatif untuk meningkatkan keselamatan ibu dan bayi baru lahir. 3) Organize acara teknis atau melakukan advokasi untuk menyerukan keselamatan ibu dan bayi baru lahir yang lebih baik, dan 4) Bekerja dengan pemangku kepentingan lokal, regional maupun nasional untuk menunjukkan dukungan Anda terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi baru lahir.

Sumber:

 

 

Reporter: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK KMK UGM)

10sept

Diskusi Seri I dalam rangka memperingat hari keselamatan pasien sedunia 2021 dengan topik Diskusi Gambaran Umum Keselamatan Ibu dan Bayi di Indonesia,s telah dilaksanakan pada tanggal 10 September 2021, menghadirkan peserta yang berasal dari fasilitas layanan kesehatan tingkat dasar maupun tingkat lanjut, organisasi profesi, maupun akademisi. Kegiatan dimulai dengan penyampaian laporan oleh dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM selaku Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, yang menyampaikan bahwa diskusi dilakukan untuk mengupayakan persalinan yang aman dan bermartabat. Sehingga kedepan masih akan ada 5 kegiatan lagi yang akan menjadi kelanjutan dalam rangka memperingat hari keselamatan pasien sedunia, dan acara puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 17 September 2021 di RSAB Harapan Kita.

Tujuan dari pertemuan ini diharapkan semua element memiliki gerakan dan komitmen bersama untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI-AKB). Diskusi Kemudian dilanjutkan pembukaan oleh Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL(K), MARS selaku Dirjen Yankes Kemenkes RI dan keynote speech oleh drg. Kartini Rustandi, M.Kes selaku Plt Dirjen Kesmas Kemenkes RI dengan menekankan pentingnya keselamatan ibu dan bayi sebagai prioritas pembangunan nasional. Diskusi selanjutnya dimoderatori oleh dr.Sunarto, bersama dengan 4 narasumber lainnya yakni dr. Bambang Tutuko, Sp.An.KIC (Ketua KNKP), dr. M. Subuh, MPPM (Ketua Adinkes), dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes (Ketua PERSI), dr. Arjaty W. Daud, MARS (Anggota KNKP).

drg. Kartini Rustandi, M.Kes menekankan perlunya mempersiapkan seorang ibu hamil dalam keadaan sehat. Diaketahui bahwa konsep besar sudah banyak disampaikan oleh para ahli, namun yang paling penting bagaimana mengimplementasikan dengan baik dan masyarakat menjadi paham apa yang harus mereka lakukan dan dapat melakukan pemeriksaan, baik semasa hamil, persalinan dengan persalinan yang aman, dan pentingnya peran keluarga dan kader sehingga upaya yang kita lakukan dapat bermanfaat dengan baik. Selanjutnya dr. Bambang Tutuko, Sp.An.KIC menyampaikan materi Program Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) dalam mendorong percepatan kesadaran keselamatan pasien menuju fasilitas pelayanan kesehatan tanpa seorang pun cedera, disampaikan bahwa komite keselamatan pasien sejak tahun 2020 terbagi menjadi 4 sub komite yakni menyiapkan tim IT yang mengawal SP2KN dan sistem pelaporan di website untuk semua fasyankes, melakukan update aplikasi e-report dan alert sistem, revisi buku pedoman pelaporan IKP.

dr Bambang menegaskan bahwa ancaman keselamatan pasien mempunyai potensi berasal dari penyebab yang sama, sehingga dapat diselesaikan dengan solusi yang serupa. Visi, misi dan tujuan Global pasrient safety action plan 2021-2030 juga telah dituangkan dalam kerangka kerja matrix 7x5 yakni:1) Kebijakan untuk menghilangkan bahaya yang dapat dhindari dalam layanan Kesehatan, 2) Sistem dengan keandalan tinggi, 3) Keamanan proses klinis, 4) Keterlibatan pasien dan keluarga, 5) Pendidikan keterampilan&keselamatan tenaga kesehatan, 6) Informasi penelitian, manajemen resiko, 7) Sinergi kemitraan dan solidaritas. Di akhir sesinya dr Bambang mengajak semua pemangku terutama para tenaga kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan keselamatan pasien, serta menjadikan momentum WPSD untuk mempercepat tindakan yang diperlukan untuk memastikan persalinan yang aman dan terhormat. Serta diharapkan menggunakan standar, sasaran dan langkah-langkah keselamatan pasien untuk meminimalisir cidera yang bisa dicegah pada ibu hamil, melahirkan dan bayi baru lahir.

Pemateri selanjutnya, edr. M. Subuh, MPPM menyampaikan materi mengenai upaya dinas kesehatan dalam peningkatan layanan KIA dan pencegahan kematian ibu dan bayi di masa Pandemi, disampaikan bahwa persepsi tentang keselamatan pasien harus menerus kita lakukan sosialisasi, bila perlu persepsi tersebut masuk kedalam program prioritas nasional. Disampaikan juga oleh bahwa Pandemi tidak hanya menguji sistem kesehatan kita namun juga menguji mental kita, dimana di daerah memiliki tekanan politik dan apa yang menjadi dampaknya harus diantisipasi, terlebih saat ini kita justru dihadapkan pada multiple morbiditas. Dikatakan juga bahwa peran daerah sangat sentral dengan adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM), bila dilihat dari regulasi yang ada, dari total 12 pelayanan minimal bidang kesehatan yang menjadi urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh kabupaten/kota, ada 6 diantaranya berkaitan dengan ibu dan anak yakni; kesehatan ibu hamil, bersalin, BBLR, Balita, pada usia pendidikan dasar dan pada usia produktif. dr Subuh juga menekankan pentingnya peran kepemimpinan yang merupakan faktor kunci dalam meningkatkan layanan KIA di masa pandemi yakni kemampuan komunikasi resiko, kesiapan cegah tangkal, laboratorium, Faskes dan kecukupan nakes, kesiapan memberi alert serta adanya simulasi dari berbagai aktifitas.

Selanjutnya, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes menyampaikan materi terkait kesiapan rumah sakit dalam penyediaan pelayanan rujukan ibu dan bayi di era pandemic, bahwa tata kelola rumah sakit seharusnya dilakukan melalui penerapan fungsi-fungsi RS yang berdasarkan prinsip-prinsip trasparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajiban meliputi penerapan fungsi manajemen klinis, diantaranya: kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan professional, dan akreditasi Rumah Sakit. dr Kuntjoro juga menekankan bahwa kesalahan itu tindakan yang manusiawi, namun menutupi kesalahan merupakan tindakan yang tidak dapat dimaafkan. Inovasi juga tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan pasien. Diketahui bahwa semua diharapkan terus melakukan perubahan namun harus dilakukan dengan sebaik-baiknya baik dan sebenar-benarnya benar yang berbasis dari knowlegde management dan evidance base. Terutama saat ini rumah sakit dihadapkan pada tuntutan revolusi industri 4.0 dan surge capacity.

Pembicara terakhir yakni dr. Arjaty W. Daud, MARS membawakan materi mengenai manajemen risiko pada keselamatan Ibu dan Bayi yang menekankan perlunya pendekatan hulu dan hingga ke hilir yakni saat sebelum, saat hamil, saat melahirkan dan setelah melahirkan dengan menggunakan pendekatan; 1) Proaktif yakni melakukan identifikasi risiko secara dini (early warning system) untuk mendeteksi risiko wanita hamil, sehingga dapat direncanakan pencegahan secara dini (early prevention program), 2) Komprehensif terkait dengan faktor masyarakat (community based), dan faktor ibu hamil (individual based), Fasyankes dan Para pemangku kepentingan, 3) Menyeluruh/holisitik dan terintegrasi disemua tingkatan pelayanan di Fasyankes, 4) Preventif dengan analisa penanganan strategi mitigasi risiko.
Secara keseluruhan rangkaian acara berjalan dengan baik dan diikuti dengan antusias oleh peserta yang menembus angka 1000 peserta, dan akan dilanjutkan hingga memasuki acara puncak yakni pada tanggal 17 September 2021.

Video selengkapnya