Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Penyelenggaraan mutu dan keselamatan pasien merupakan proses kegiatan yang berkesinambungan (continuous improvement) yang dilaksanaan dengan koordinasi dan integrasi antara unit pelayanan dan komite-komite (Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite/Tim PPI, Komite K3 dan fasilitas, Komite Etik, Komite PPRA, dan lain-lainnya). Oleh karena itu Direktur perlu menetapkan pengorganisasian Komite/Tim Penyelenggara Mutu yang bertugas membantu Direktur atau Kepala Rumah Sakit dalam mengelola kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan manajemen risiko di rumah sakit (STARKES, 2022).

Komite Mutu adalah unsur organisasi non struktural yang membantu kepala atau direktur rumah sakit dalam mengelola dan memandu program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, serta mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, yang memiliki keanggotaan paling sedikit terdiri atas tenaga medis; tenaga keperawatan; tenaga kesehatan lain; dan tenaga non kesehatan. Jumlah personil keanggotaan Komite Mutu akan disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia yang ada di Rumah Sakit. Susunan organisasi dan keanggotaan penyelenggara mutu di RS yakni paling sedikit terdiri atas ketua, sekretaris; dan anggota. Dimana ketua dan sekretaris dapat merangkap sebagai anggota. Ketua tidak boleh merangkap sebagai pejabat struktural di Rumah Sakit, yang dipilih dan diangkat oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

19sep

Dalam melaksanakan tugasnya, berikut ini kegiatan yang dilakukan oleh Komite/ Tim Penyelenggara Mutu dalam membantu kepala atau direktur rumah sakit dalam mengelola dan memandu program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan manajemen risiko di Rumah Sakit yang tertuang dalam Permenkes 80 tahun 2020, diantaranya:

  1. Menyusun kebijakan, pedoman dan program kerja terkait pengelolaan dan penerapan program mutupelayanan Rumah Sakit;
  2. Memberi masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit terkait perbaikan mutu tingkat Rumah Sakit;
  3. Melakukan pemilihan prioritas perbaikan tingkat Rumah Sakit dan pengukuran indikator tingkat Rumah Sakit serta menindaklanjuti hasil capaian indikator tersebut;
  4. Melakukan pemantauan dan memandu penerapan program mutu di unit kerja;
  5. Melakukan pemantauan dan memandu unit kerja dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikatormutu;
  6. memfasilitasi penyusunan profil indikator mutu dan instrumen untuk pengumpulan data;
  7. Memfasilitasi pengumpulan data, analisis capaian,validasi dan pelaporan data dari seluruh unit kerja;
  8. Melakukan pengumpulan data, analisis capaian, validasi, dan pelaporan data indicator prioritas Rumah Sakit dan indikator mutu nasional Rumah Sakit;
  9. mengkoordinasikan dan mengkomunikasi dengan komite medis dan komite lainnya, satuan pemeriksaan internal,dan unit kerja lainnya yang terkait, serta staf;
  10. Pelaksanaan dukungan untuk implementasi budaya mutu di Rumah Sakit;
  11. Pengkajian standar mutu pelayanan di Rumah Sakit terhadap pelayanan, pendidikan, dan penelitian;
  12. Penyelenggaraan pelatihan peningkatan mutu; dan
  13. Penyusunan laporan pelakasanaan program peningkatan mutu.

Dalam melakukan proses pengukuran data, Direktur juga menetapkan: Kepala unit sebagai penanggung jawab peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) di tingkat unit; Staf pengumpul data; dan Staf yang akan melakukan validasi data (validator). Bagi rumah sakit yang memiliki tenaga cukup, proses pengukuran data dilakukan oleh ketiga tenaga tersebut. Dalam hal keterbatasan tenaga, proses validasi data dapat dilakukan oleh penanggung jawab PMKP di unit kerja. Komite/Tim Penyelenggara Mutu, penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien di unit, staf pengumpul data, validator perlu mendapat pelatihan peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk pengukuran data mencakup pengumpulan data, analisis data, validasi data, serta perbaikan mutu.

Komite/ Tim Penyelenggara Mutu dapat melaporkan hasil pelaksanaan program PMKP kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan. Kemudian Direktur akan meneruskan laporan tersebut kepada Dewan Pengawas. Laporan tersebut mencakup: Hasil pengukuran data meliputi: Pencapaian semua indikator mutu, analisis, validasi dan perbaikan yang telah dilakukan. Serta, laporan semua insiden keselamatan pasien meliputi jumlah, jenis (kejadian sentinel, KTD, KNC, KTC, KPCS), tipe insiden dan tipe harm, tindak lanjut yang dilakukan, serta tindakan perbaikan tersebut dapat dipertahankan. Di samping laporan hasil pelaksanaan program PMKP, Komite/ Tim Penyelenggara Mutu juga melaporkan hasil pelaksanaan program manajemen risiko berupa pemantauan penanganan risiko yang telah dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur yang akan diteruskan kepada Dewan Pengawas (STARKES, 2022).

Disarikan oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Sumber:

  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1128/2022 Tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2020 Tentang Komite Mutu Rumah Sakit.

 

Pengaturan Rekam Medis bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Rekam Medis; menjamin keamanan, kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data Rekam Medis; dan mewujudkan penyelenggaraan dan pengelolaan Rekam Medis yang berbasis digital dan terintegrasi. Perkembangan teknologi digital dalam masyarakat mengakibatkan transformasi digitalisasi pelayanan kesehatan sehingga rekam medis perlu diselenggarakan secara elektronik dengan prinsip keamanan dan kerahasiaan data dan informasi.

Rekam medis pasien mulai beralih menjadi berbasis elektronik dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis. Melalui kebijakan ini, fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) diwajibkan menjalankan sistem pencatatan riwayat medis pasien secara elektronik. Proses transisi dilakukan sampai paling lambat 31 Desember 2023. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang wajib menyelenggarakan Rekam Medis Elektronik yakni 1) tempat praktik mandiri dokter, dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lainnya; 2) Puskesmas; 3) Klinik; 4) Rumah sakit; 5) Apotek; 6) Laboratorium kesehatan; 7) Balai; dan 8) Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

PMK dimaksud merupakan kerangka regulasi pendukung dari implementasi transformasi teknologi kesehatan yang menjadi bagian dari pilar ke-6 Transformasi Kesehatan. Kebijakan ini hadir sebagai pembaharuan dari aturan sebelumnya yaitu PMK nomor 269 tahun 2008 yang dimutakhirkan menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan pelayanan, kebijakan dan hukum di masyarakat. Diharapkan seluruh fasyankes dapat siap beradaptasi di tengah misi Kemenkes RI untuk mentransformasikan layanan kesehatan dengan terus meningkatkan kapabilitas dan menjaga integritas layanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang lebih baik.

Selengkapnya

 

 

Fajrillah Kolomboy MalondaDr. Fajrillah Kolomboy Malonda. Ns., M.Kep
(Dosen Poltekes Kemenkes Palu)

Hari keselamatan pasien sedunia diperingati setiap tanggal 17 September. World Health Organization menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan global dan menjadi isu kesehatan yang sangat kompleks serta melibatkan banyak pihak. Setiap tahunnya terjadi 134 Juta Kasus dan berkontribusi terhadap 2,6 juta kematian yang terjadi dinegara yang berpenghasilan rendah dan menengah serta kegagalan langkah keselamatan pasien Sekitar 15% menguras biaya Rumah sakit dan menyedot pembiayaan 42 juta dolar AS setiap tahunnya.

Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan menurut Permenkes No 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta KTD sentinel. Insiden keselamatan pasien terjadi karena perawatan pasien yang tidak aman di rumah sakit seperti kesalahan diagnostik dan kesalahan pengobatan yang tergolong dalam Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

Hasil studi keselamatan pasien di Amerika pada akhir tahun 1990-an menemukan angka 3,9% dan 2,7% angka kejadian yang tidak diinginkan (KTD) pada pasien rawat inap. Dua puluh tahun kemudian, pengukuran dengan Global Trigger Tool menunjukkan bahwa KTD meningkat 10 kali lipat 32% (Djasri, 2012). Jenis yang tersering adalah kesalahan pengobatan, kesalahan operasi dan kesalahan prosedur serta infeksi nasokomial.

Survei yang dilakukan oleh ECRI (Emergency Care Research Institute) menyatakan bahwa sekitar 21% pasien memiliki pengalaman kesalahan medis yang berdampak pada kesehatan fisik dan emosional pasien, keuangan, konflik keluarga, kesenjangan perawatan, prosedur yang tidak perlu, dan tes ulang yang membahayakan pasien (ECRI, 2018). Akibat insiden keselamatan pasien berupa cedera yang membahayakan jiwa, kesalahan pemberian obat, pasien jatuh, infeksi nasokomial lama masa rawat, bahkan kematian yang merugian bagi pasien dan Rumah sakit.

Insiden keselamatan pasien di rumah sakit dapat disebabkan oleh faktor kesalahan aktif maupun kondisi laten. Kesalahan aktif meliputi faktor yang langsung mempengaruhi kejadian insiden seperti karakteristik tenaga kesehatan meliputi (pengetahuan, pengalaman, kemampuan, kewaspadaan, kelelahan motivasi dan sikap kerja). Sedangkan faktor laten adalah kondisi yang tidak dapat dielakan, berasal dari aturan yang dibuat oleh pembuat kebijakan dapat berupa ketersediaan sumber daya manusia atau peralatan, struktur organisasi, budaya organisasi, budaya keselamatan pasien, keterlibatan dan pengalaman/kemampuan pemimpin.

Faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya insiden keselamatan pasien dirumah sakit adalah lemahnya budaya keselamatan pasien, terutama budaya non blaming culture, budaya pelaporan dan budaya belajar dari insiden belum dilaksanakan secara optimal yang disebabkan karena ketakutan petugas untuk melapor (takut disalahkan), kurangnya komitmen manajemen, tidak adanya reward yang diberikan, kurangnya pemahaman petugas dan kurang optimalnya sistem pelaporan insiden keselamatan pasien.

Semoga Peringatan Hari Keselamatan Pasien sedunia menjadi momentum bagi penyelenggara negara dan pemangku kepentingan agar lebih serius menangapi sekaligus mencari solusi bagi permasalahan keselamatan pasien. Salam sehat sukses dunia akherat.

Telah Terbit di harian Opini Radar Sulteng

 

 

Rekam medis (RM) adalah bukti tertulis (kertas/elektronik) yang merekam berbagai informasi kesehatan pasien seperti hasil pengkajian, rencana dan pelaksanaan asuhan, pengobatan, catatan perkembangan pasien terintegrasi, serta ringkasan pasien pulang yang dibuat oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Informasi rumah sakit terkait asuhan pasien sangat penting dalam komunikasi antar PPA, yang didokumentasikan dalam Rekam Medis. Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai saat pasien diterima di rumah sakit dan melaksanakan rencana asuhan dari PPA (STARKES, 2022).

Kelengkapan pengisian berkas rekam medis, salah satunya yakni formulir resume medis, sangat penting untuk dilakukan karena salah satu manfaat dari berkas rekam medis jika dipandang dari aspek aturan adalah sebagai bahan indikasi bukti tertulis. Isian rekam medis yang tidak lengkap dapat berdampak pada keselamatan pasien dan rumah sakit. Setidaknya terdapat lima isu penting yang terkait dengan keselamatan yang ada di rumah sakit, yaitu keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit, keselamatan lingkungan dan keselamatan ‘bisnis’ rumah sakit.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Syahbana dan Trihandini, 2022 mengenai “Analisis Kelengkapan Pengisian Resume Medis Rawat Inap yang dilakukan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran” untuk mengidentifikasi kelengkapan identitas pasien, review laporan penting, review keaslian dan review kebenaran kelengkapan formulir resume medis di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dari hasil kajian ditemukan bahwa pengisian formulir resume medis 5 dari 10 berkas tidak ada tanda tangan nama formulir resume medis. Juga ditemukan, 3 dari 10 file tidak memiliki informasi diagnostik keluar. Untuk menggambarkan faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian resume medis, peneliti menggunakan unsur manajemen 4 M, yaitu man, methode, machine, materials. Lebih lanjut dapat dilihat pada link berikut ini:

readmore