Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Hari TBC Sedunia (HTBS) pada 24 Maret 2023 menjadi momen yang tepat untuk mengajak keterlibatan multi-sektor. Tanggal ini ditetapkan oleh WHO dengan merujuk pada pertama kali Robert Koch menemukan bakteri TBC (Mycobacterium tuberculosis). Peringatan HTBS adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye dengan penyebarluasan informasi terkait TBC serta mendorong semua pihak untuk terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian TBC. TBC di Indonesia Indonesia sendiri berada pada posisi kedua dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China. Pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik.

Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC (satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC. Situasi ini menjadi hambatan besar untuk merealisasikan target eliminasi TBC di tahun 2030. Angka keberhasilan pengobatan TBC pun masih sub-optimal pada 85 persen, di bawah target global untuk angka keberhasilan pengobatan 90 persen. Mengakhiri epidemi TBC menjadi salah satu target penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang harus dicapai bersama dengan tujuan-tujuan lainnya oleh suatu negara untuk dapat sejahtera dan setara.

Pentingnya TBC untuk dieliminasi dikarenakan: 1) TBC merupakan penyakit menular. Arus globalisasi transportasi dan migrasi penduduk antar negara membuat TBC menjadi ancaman serius, 2) Pengobatan TBC tidak mudah dan sebentar, 3) TBC yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistansi obat, 4) TBC menular dengan mudah, yakni melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya. jumlah kasus TBC yang ditemukan dan dilaporkan ke SITB tahun 2022 ialah sebanyak 717.941 kasus dengan cakupan penemuan TBC sebesar 74% (target: 85%). Pasien TBC yang belum ditemukan dapat menjadi sumber penularan TBC di masyarakat sehingga hal ini menjadi tantangan besar bagi program penanggulangan TBC di Indonesia.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chawla et al, 2020 didapatkan bahwa skrining kontak serumah untuk penemuan kasus aktif TB adalah alat yang layak dan efisien yang berpotensi menghasilkan diagnosis dan pengobatan TB aktif lebih awal, sehingga dapat meminimalkan keparahan dan penurunan penularan. Ini juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan hasil pengobatan, gejala sisa kesehatan, dan konsekuensi sosial dan ekonomi dari TB. Gennet et al, 2020 dalam penelitiannya juga menyampaikan bahwa fasilitas kesehatan diharapkan memiliki panduan pengguna TB terbaru, slide mikroskopis yang cukup, area pengambilan dahak yang terpisah, persediaan obat yang cukup, memberikan pendidikan kesehatan tentang TB, pengetahuan tentang penyebab TB dan dokumentasi buku register TB yang lebih baik yang akan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan untuk pasien TB.

Di sisi lain, studi Gennet menunjukkan bahwa tidak ada pelatihan in-service terkini yang diberikan tentang TB untuk Puskesmas, cadangan reagen laboratorium dan manajemen partisipatif dan sistem insentif. Selain itu, sebagian besar petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang terbatas tentang faktor risiko TB, strategi penemuan kasus TB, dan strategi tindak lanjut pasien TB. Penyediaan obat-obatan, peralatan laboratorium dan reagen secara terus-menerus, ketersediaan pedoman terkini di fasilitas kesehatan, memberikan pelatihan terkini untuk petugas kesehatan tentang TB dan dokumentasi yang tepat dapat meningkatkan kualitas pelayanan TB yang diberikan kepada pasien.

Selain itu, pentingnya kolaborasi seluruh pihak dalam eliminasi TBC, Penyakit TBC tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Menjangkau setiap orang denganTBC dan memastikan setiap pasien diobati sampai sembuh membutuhkan pendekatan yang melampaui sektor kesehatan. Sebagai salah satu upaya mewujudkan Cakupan Kesehatan Semesta, keberhasilan eliminasi TBC ditentukan pada kontribusi dan kolaborasi lintas sektor oleh multi-pihak dan seluruh lapisan masyarakat secara berkesinambungan. Setiap sektor mempunyai peran penting dan semua perlu mengambil bagian untukmenyukseskan target eliminasi TBC sebelum tahun 2030.

Sumber:

  • Kementerian Kesehatan RI. Panduan Kegiatan Hari Tubberkulosis Sedunia tahun 2023, Tim Kerja Tuberkulosis, Jakarta.
  • Genet, C., Andualem, T., Melese, A., Mulu, W., Mekonnen, F., & Abera, B. (2020). Quality of care for tuberculosis patients in public health facilities of Debre Tabor town, Northwest Ethiopia. PloS one, 15(6), e0234988.
  • Chawla, S., Gupta, V., Gour, N., Grover, K., Goel, P. K., Kaushal, P., ... & Ranjan, R. (2020). Active case finding of tuberculosis among household contacts of newly diagnosed tuberculosis patients: A community-based study from southern Haryana. Journal of Family Medicine and Primary Care, 9(7), 3701.

 

Industri kesehatan terus mengalami perubahan. Bagaimana industri merespons akan ditentukan oleh banyak pengaruh. Pengaruhnya meliputi data dan platform, terapi digital, reformasi layanan kesehatan, produk yang berpusat pada konsumen, komunitas peduli, dan peralihan dari layanan kesehatan ke pelayanan kesehatan & kebugaran. Seperti industri lainnya, organisasi layanan kesehatan harus memahami bisnis, menghindari risiko, dan bertahan dalam penggunaan data berbasis bukti yang bermakna untuk mencapai hasil berbasis nilai yang berkualitas, aman, dan berkelanjutan. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Thomas, P. L et al, 2020 dengan judul Data-driven quality improvement and sustainability in health care: An interprofessional approach. Salah satu bab membahas lanskap pelayanan kesehatan saat ini dan di masa depan dan bagaimana teknologi akan terus menghasilkan database yang penting untuk keberlanjutan, pengembangan kebijakan, dan memenuhi persyaratan peraturan dan permintaan konsumen.

Pengaruh dan Pendorong Pelayanan Kesehatan Saat Ini dan Masa Depan

Setiap hari, para pemimpin dalam organisasi pelayanan kesehatan dihadapkan dengan meningkatnya biaya pelayanan, pengurangan mutu dan efisiensi pelayanan, dan bagaimana tim interprofessional dapat secara kolaboratif menggunakan data berbasis bukti untuk mencapai hasil yang lebih baik, memuaskan pasien, dan menciptakan infrastruktur yang kaya akan data. Pelayanan kesehatan masa depan akan didorong oleh konektivitas data yang tak terhitung banyaknya dan keterlibatan konsumen. Data dan platform adalah landasan ekosistem kesehatan yang menghasilkan wawasan pengambilan keputusan yang mendasar untuk berinvestasi dalam teknologi pelayanan kesehatan yang baru dan lebih baik. Dengan meningkatnya beban biaya akibat kondisi kesehatan kronis dan demografi yang menua, penggunaan data merupakan investasi yang menguntungkan di pasar teknologi kesehatan digital.

Terapi digital semakin menjadi topik yang diperdebatkan dan didiskusikan untuk membangun jaringan pilihan yang komprehensif untuk gangguan dan penyakit. Terapi digital memberikan intervensi terapeutik berbasis bukti kepada pasien yang didorong oleh program perangkat lunak berkualitas tinggi untuk mencegah, mengelola, atau mengobati spektrum yang luas dari kondisi fisik, mental, dan perilaku. Terlepas dari perubahannya, penggunaan, pengumpulan, dan analisis data yang berarti tetap penting bagi kelangsungan hidup organisasi layanan kesehatan. Memahami nilai data, memilih berbagai platform dan perangkat digital, dan analisis informasi akan terus menjadi penanda keberhasilan saat reformasi di masa depan terjadi dan tim interprofesional secara kolektif terlibat dalam aktivitas peningkatan mutu.

Pertumbuhan keterlibatan konsumen dalam pelayanan kesehatan juga terus berkembang dan produk yang berorientasi pada konsumen terus diperkenalkan. Permintaan akan terus berlanjut karena konsumen layanan kesehatan menjadi lebih berpengetahuan tentang manfaat kesehatan preventif dan produk digital yang unik untuk perilaku, gaya hidup, genetika, dan lingkungan mereka. Misalnya konsumen pelayanan kesehatan mempunyai pilihan untuk mencoba dan membeli aplikasi telepon untuk mengukur denyut nadi saat berjalan. Ini menghadirkan banyak tantangan bagi pengembang produk baru. Departemen penelitian dan pengembangan di masa depan akan membutuhkan pengumpulan dan analisis data dalam jumlah besar karena produk kesehatan baru yang berpusat pada konsumen dipasarkan untuk mempersonalisasi layanan.

Kemajuan Teknologi Kesehatan Selama Dekade Terakhir

Dalam dekade terakhir, industri kesehatan telah mengalami revolusi informasi yang mirip dengan revolusi industri. Revolusi informasi, termasuk kemajuan teknologi di era di mana rekam medis elektronik diadopsi. Saat organisasi layanan kesehatan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan hasil, kemajuan teknologi dalam dekade terakhir memberikan peta jalan untuk mengembangkan lanskap masa depan untuk mengubah kualitas, sambil memastikan pelayanan yang aman dan terjangkau. Teknologi telah berkembang dengan pergeseran dari kekuatan ke nilai yang dibuktikan dengan hasil dan efisiensi yang lebih besar, misalnya pada pelayanan di gawat darurat dan klinik dengan penggunaan otomatisasi protokol. Telemedicine sebagai contoh yang telah banyak dikenal, menawarkan kesempatan untuk mengobati penyakit kronis tanpa kunjungan langsung ke penyedia layanan dan memperluas aksesibilitas untuk pelayanan di daerah terpencil. Terdapat pula inovasi dimana pasien dapat mengirimkan informasi jantung, berat badan, denyut nadi, dan tingkat oksigen tanpa mengunjungi fasilitas kesehatan.

Perangkat lunak tradisional dalam dekade terakhir ini tidak mampu memberikan data tanpa batas kepada konsumen dan penyedia. Terdapat pula teknologi berbasis cloud yang menawarkan kemajuan baru untuk transmisi rekam medis elektronik secara cepat. Namun, kemajuan ini menimbulkan tanda bahaya terkait privasi pasien dan keamanan data. Oleh karena itu, organisasi layanan kesehatan dihadapkan pada pertanyaan, "apakah nilai data lebih besar daripada keuntungan finansial, Jawabannya tetap menjadi tantangan yang signifikan secara nasional dan global di organisasi kesehatan dan lingkaran teknologi informasi. Memaksimalkan teknologi dan penggunaan sistem manajemen data selama dekade terakhir menawarkan banyak peluang dalam pelayanan kesehatan. Terdapat Nilai data besar dan kecil tetap menjadi sumber informasi yang berharga saat dianalisis dan diintegrasikan ke dalam perencanaan strategis dan keuangan. Data besar yang dihasilkan dari berbagai sumber yang menawarkan gambaran tentang apa yang terjadi tanpa menjawab alasannya. Data tersebut digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan memprediksi. Data kecil di sisi lain menyediakan bahan untuk menjawab pertanyaan tertentu atau mengatasi masalah.

Memenuhi Kebijakan Kesehatan, Peraturan, dan Permintaan Konsumen

Memenuhi kebijakan, peraturan, dan tuntutan konsumen memerlukan tindakan berkelanjutan oleh organisasi layanan kesehatan karena volume data yang dihasilkan setiap hari. Skenario kasus terbaik tentang bagaimana data memengaruhi masing-masing permintaan adalah karakteristik aktivitas yang terkait dengan setiap permintaan. Kebijakan memberikan cara pengumpulan, analisis, dan penggunaan data untuk meningkatkan mutu, keamanan, dan efisiensi layanan kesehatan. Perubahan kebijakan sering terjadi karena ketentuan dalam reformasi layanan kesehatan, sehingga melibatkan pasien untuk menjadikan konsumen kesehatan dan kesejahteraan yang aktif dapat memperoleh hasil yang lebih baik, meningkatkan pengalaman pasien, menurunkan biaya pelayanan kesehatan, dan pada akhirnya memenuhi permintaan pasien.

Kesimpulan

  • Industri kesehatan terus berubah berdasarkan pengaruh internal dan eksternal. Perubahan akan didorong oleh konektivitas data dan keterlibatan konsumen.
  • Kesehatan sedang mengalami revolusi informasi yang mirip dengan revolusi industri.
  • Data dan platform, terapi digital, reformasi kesehatan, produk yang berpusat pada konsumen, komunitas pelayanan, dan pergeseran dari kesehatan dan kebugaran memengaruhi industri pelayanan kesehatan.
  • Organisasi layanan kesehatan harus menggunakan data berbasis bukti yang bermakna untuk mencapai hasil yang bermutu, aman, dan berkelanjutan.
  • Tim praktik interprofessional menggunakan data berbasis bukti untuk meningkatkan hasil, memenuhi permintaan pasien, dan membuat infrastruktur kaya akan data.
  • Strategi komprehensif dan model bisnis baru diperlukan untuk mengembangkan budaya kesehatan, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kesehatan.
  • Platform data dan data yang menghasilkan wawasan pengambilan keputusan yang mendasar untuk meningkatkan teknologi.
  • Terapi digital memberikan intervensi berbasis bukti yang diperlukan untuk mencegah dan mengelola kondisi fisik, mental, dan perilaku.
  • Reformasi layanan kesehatan tetap menjadi agenda yang sedang berlangsung untuk memenuhi tuntutan tantangan yang dihadapi layanan kesehatan.
  • Keterlibatan konsumen mendorong pengenalan produk digital yang unik untuk perilaku, gaya hidup, genetika, dan lingkungan seseorang.
  • Data ditambah dengan pembinaan kesehatan dapat menciptakan kesehatan yang optimal.
  • Teknologi telah bergeser dari kekuatan ke nilai yang menghasilkan efisiensi dan nilai baru dalam pelayanan kesehatan.
  • Teknologi berbasis cloud menawarkan kemajuan pesat untuk menangkap dan mengirimkan catatan medis elektronik.
  • Data besar menawarkan gambaran tentang apa yang terjadi tanpa menjawab alasannya; sedangkan, data kecil memberikan informasi untuk menjawab pertanyaan tertentu atau mengatasi masalah.

Disarikan oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK KMK UGM)
Sumber: Thomas, P. L., Harris, J. L., & Collins, B. J. (2020). Data-driven quality improvement and sustainability in health care: An interprofessional approach. Springer Publishing Company. (Diakses dari https://connect.springerpub.com/content/book/978-0-8261-3944-3/chapter/ch01)

 

 

jica4PKMK-Yogya. Pada Jumat (13/01/2023), telah diselenggarakan kuliah terbuka membahas Peran Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam Penguatan Sistem Kesehatan di Indonesia yang diselenggarakan di Auditorium Gedung Tahir, Lt 1 FK-KMK UGM. Dosen tamu pada kuliah terbuka kali ini adalah Yu Nakahira, merupakan Project Formulation Advisor dari JICA. Kegiatan ini dimoderatori oleh dr. Muh. Hardhanyto, MPH, PhD, FRSPH. Kuliah terbuka diikuti sebanyak 50 mahasiswa yang berasal dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM dan Peneliti PKMK FK-KMK UGM.

Secara garis besar, JICA bergerak untuk membangun hubungan saling percaya (mutual trust) dengan negara-negara berkembang dalam mengatasi berbagai tantangan. JICA berupaya untuk mencapai dua tujuan, yaitu human security dan quality growth. Kedua tujuan tersebut tercermin dalam perwujudan empat nilai, yaitu kehidupan masyarakat yang sehat dan aman (people), masyarakat yang damai tanpa kekerasan (peace), kondisi ekonomi yang sejahtera dan berkelanjutan secara harmonis serta siap menghadapi perkembangan sosial (prosperity), dan peduli terhadap lingkungan (planet).

Nakahira menyampaikan bahwa JICA berkontribusi untuk mendukung tercapainya Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan tanpa kesulitan. JICA juga turut berkontribusi untuk memperkuat sistem diagnosis dan tindakan terhadap penyakit infeksi menular, penelitian dan sistem kewaspadaan dini untuk penyakit menular, serta pencegahan penyakit menular dan respon krisis kesehatan.

jica3Nakahira juga menjelaskan bentuk kontribusi JICA diwujudkan dalam proyek-proyek yang mencakup beberapa bidang, mulai dari kontrol penyakit menular, kesehatan ibu dan anak (Maternal and Child Health), obat-obatan, hingga peningkatan kapasitas/pengembangan sumber daya manusia. Beberapa proyek yang dijalankan JICA di Indonesia adalah Pengembangan Kapasitas ICU Menggunakan Telemedisin dalam situasi pandemic COVID-19 (Project for Capacity Development of ICU Using Telemedicine under COVID-19 Pandemic), Penguatan Kapasitas untuk Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Terhadap Penyakit Menular (Project for Strengthening Capacity for Early Warning and Response to Infectious Diseases), serta Peningkatan Kualitas Program Kesehatan Ibu dan Anak dan Implementasi Pedoman Kesehatan Ibu dan Anak di Era Desentraliasi (Project for Enhancing the Quality of Maternal and Child Health Program and the Implementation of Maternal and Child Health Handbook in the Era of Decentralization).

Selain proyek-proyek tersebut, Nakahira juga menyampaikan bahwa JICA juga tengah mempertimbangkan usulan proyek kolaborasi, yaitu peningkatan nutrisi untuk Seribu Hari Pertama Kehidupan (First 1.000 Days of Life). Proyek ini dikembangkan dengan berlandas pada kebijakan nutrisi di Jepang yang fokus pada promosi kebijakan terkait pola makan, pelatihan dan pendistribusian spesialis gizi, serta pengembangan kebijakan berdasarkan studi ilmiah. Hal ini juga didukung dengan pemanfaatan Little Baby Handbook (LBH) serta buku pedoman untuk kasus bayi lahir dengan berat rendah yang akan menjadi aset bagi para profesional di bidang teknologi kesehatan ibu dan anak ke depannya.

Secara keseluruhan kegiatan kuliah terbuka berlangsung lancar dan mendapatkan antusias dari mahasiswa yang hadir.

Reporter: Rizky Adinda

 

Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD), dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (TPMDG) adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, TPMD dan TPMDG setelah dilakukan penilaian bahwa pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, TPMD dan TPMDG telah memenuhi standar akreditasi. Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat; meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagai institusi; meningkatkan tata kelola organisasi dan tata kelola pelayanan di Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG; dan mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

Peraturan ini berisi ketentuan bagi lembaga penyelenggara akreditasi, tahapan kegiatan akreditasi, pendanaan penyelenggaraan akreditasi, pembinaan dan pengawasan, termasuk informasi mengenai peralihan bagi puskesmas dan klinik yang yang telah memiliki status Akreditasi berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.

Lampirkan Terkait: