Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Indonesia memulai komitmennya dalam mencegah stunting pada bulan Agustus 2017 dengan memperkenalkan Strategi Nasional untuk Mempercepat Pencegahan Stunting (StraNas Stunting). StraNas Stunting mengakui bahwa akar penyebab stunting kompleks dan melibatkan multi-sektor sehingga membutuhkan upaya di semua tingkat pemerintahan.

Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan seluruh menteri terkait untuk mengembangkan rencana aksi terpadu untuk pencegahan stunting di Indonesia, dan mengkonsolidasikan seluruh upaya yang ada dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan merevitalisasi Posyandu di pedesaan, serta pada saat yang sama juga memastikan akses publik ke sanitasi yang layak dan fasilitas air bersih.

Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang tertuang dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting bertujuan menurunkan prevalensi Stunting; meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi, dengan kelompok sasaran meliputi: remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia O - 59 bulan.

Selain itu, StratNas Stunting bertujuan untuk memperkuat koordinasi program-program nasional, regional, dan masyarakat dengan mengadopsi pendekatan multi-sektoral. Strategi tersebut akan meningkatkan alokasi pendanaan lintas program, memperbaiki koordinasi, menekankan konvergensi intervensi berbasis bukti, serta memperbaiki pemantauan dan kinerja. Stranas Stunting juga akan memperkuat tata kelola dan kapasitas manajemen serta perencanaan dan penganggaran berbasis hasil.

Dalam buku AIMING HIGH Indonesia’s Ambition to Reduce Stunting dikatakan bahwa empat penyebab kekurangan gizi yakni akses ke pengasuhan yang memadai, kesehatan, lingkungan yang mendukung dan ketersediaan bahan pangan bergizi (CHEF - Care, Health, Enabling Environtment, and Food). Analisis penyebab stunting tersebut menunjukkan pentingnya konvergensi intervensi di tingkat rumah tangga; kemungkinan anak-anak yang berusia antara 0 hingga 3 tahun akan mengalami stunting lebih rendah bila keluarga memiliki akses yang memadai setidaknya terhadap dua layanan atau ketika memiliki akses terhadap semua layanan tersebut.

Program gizi spesifik diperkuat dengan meningkatkan ketersediaan dan penggunaan tepat makanan bergizi berkualitas tinggi yang terjangkau serta memperbaiki praktik pengasuhan dengan meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal pemberi layanan garis depan. Modernisasi Posyandu tetap menjadi bagian penting dari strategi nasional. Posyandu, sebagai titik kontak utama dan terdepan untuk layanan kesehatan dan gizi, menjadi bagian penting untuk mencapai ambisi pemerintah menurunkan stunting.

Sayangnya, Posyandu masih mengalami berbagai kendala, kekurangan sumber daya dan staf, akuntabilitas hasil serta standar layanan juga masih kurang. Oleh karena itu, perbaikan gizi pada skala yang memadai sulit tercapai. Pada saat yang sama, Indonesia juga sedang membangun program-program gizi sensitif yang terbukti meningkatkan kualitas anak usia dini termasuk stunting.

Konvergensi melalui pendekatan multi-sektoral yang terkoordinasi di garis depan sangat penting untuk menurunkan prevalensi stunting. Pemberi pelayanan di garis depan, seperti Kader Pembangunan Manusia (KPM) memiliki peran strategis untuk menjangkau setiap kelompok sasaran dan membantu memastikan konvergensi intervensi terjadi di level keluarga.

KPM mengoperasionalkan konvergensi melalui kolaborasi sektor kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan dan stimulasi usia dini dan perlindungan sosial di antara banyak lainnya. Upaya melakukan pengukuran tinggi badan secara inovatif dengan tikar pertumbuhan yang dikombinasi dengan pemantauan berat badan, juga mempermudah memvisualisasikan pertumbuhan di kalangan pemberi layanan garis depan seperti kader dan ibu/pengasuh untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai stunting.

Salah satu contoh pendekatan yang dikembangkan yakni Tikar Pertumbuhan telah dikembangkan dan diujicobakan di desa-desa di Indonesia, hasilnya menunjukkan tikar pertumbuhan memiliki tingkat penerimaan yang tinggi dan mudah digunakan. Bagi Indonesia, upaya menurunkan prevalensi stunting memerlukan kerja keras, tetapi bukan tidak mungkin, dan meyakini bahwa penyebab stunting berakar pada persoalan yang kompleks dan multi-sektoral. Karenanya, kolaborasi dan konvergensi lintas sektor akan menjadi kunci keberhasilan.

Aksi dan pembelajaran berbasis bukti akan membuka jalan bagi percepatan implementasi program untuk memastikan Indonesia tumbuh makmur di abad ke-21 dengan meningkatkan kesetaraan kesempatan bagi seluruh anak Indonesia. Pendekatan berbasis bukti akan memperkuat komitmen politik dan kepemimpinan, memperbaiki kualitas manajemen dan akuntabilitas, memastikan investasi sumber daya memberikan hasil lebih baik, menyelaraskan koordinasi, memantau kinerja dengan seksama, memastikan konvergensi intervensi gizi-spesifik dan gizi-sensitif berbasis bukti dan menyelaraskan insentif pada berbagai tingkat pemerintahan.

Disarikan oleh:
Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Sumber:

  • Kementerian Kesehatan RI. (2021). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Jakarta
  • Rokx, C., Subandoro, A., & Gallagher, P. (2018). Aiming High, Indonesia’s Ambition to Reduce Stunting

 

 

Fasilitas pelayanan kesehatan primer merupakan ujung tombak dalam mewujudkan masyarakat yang sehat. Pemberdayaan masyarakat melalui upaya peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan harus menjadi bagian penting dalam sistem pelayanan kesehatan primer ini. Sistem ini juga harus memiliki kapasitas yang memadai dalam memberikan layanan dasar bagi masyarakat untuk membentuk perilaku hidup sehat, mencegah kejadian kesakitan dan mengurangi beban sistem rujukan yang membutuhkan pembiayaan yang sangat besar.

Keberhasilan upaya penguatan PHC mutlak membutuhkan reformasi sistem kesehatan secara substansial. Reformasi ini meliputi komitmen politik dan kepemimpinan, tata kelola pemerintahan dan kebijakan, pendanaan dan alokasi sumber daya, serta keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Reformasi strategis harus disertai dengan reformasi operasional, upaya berbasis bukti dalam peningkatan akses, cakupan, dan kualitas yang mengedepankan integrasi layanan kesehatan, penguatan tenaga kerja dan penggunaan teknologi digital yang terintegrasi. Di sisi lain, keterlibatan pihak swasta dalam sistem kesehatan, utamanya dalam pelayanan kesehatan primer menjadi penting, dengan kondisi disparitas terhadap akses, sumber daya, kualitas, maupun outcome kesehatan esensial saat ini.

Berikut ini strategi transformasi pelayanan kesehatan primer ini yang dilaksanakan melalui:

1) Penguatan pelayanan kesehatan primer pada upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat dengan mengutamakan promotif dan preventif.

Penguatan pelayanan kesehatan primer merupakan upaya untuk mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat, pembudayaan Germas, dan penggerakan lintas sektor, dengan rincian strategi yang meliputi:

  1. Penguatan dan perluasan upaya edukasi dan pemberdayaan masyarakat, termasuk untuk peningkatan peran aktif dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
  2. Pengendalian penyakit berbasis masyarakat melalui UKBM, pendekatan keluarga dan pelibatan swasta. UKBM merupakan salah satu bentuk implementasi pemberdayaan masyarakat yang dapat diukur dari tingkat keaktifan posyandu.
  3. Memperluas Health in all Policies (HiAP) untuk mendorong lebih banyak strategi lintas sektor dalam menangani determinan sosial yang luas dari bidang kesehatan di antara sektor kehidupan lainnya.
  4. Penguatan sistem surveilans gizi secara nasional, pendampingan bagi daerah untuk dapat memberikan intervensi gizi secara berkelanjutan serta penyiapan respons untuk permasalahan gizi yang menjadi perhatian secara nasional
  5. Peningkatan cakupan dan perluasan jenis imunisasi rutin
  6. Penguatan deteksi dini penyakit berdasarkan faktor risiko sesuai dengan kelompok usia , yang pada RPJMN disebutkan bahwa perluasan skrining di layanan kesehatan primer difokuskan pada kasus stunting, wasting dan kematian ibu
  7. Peningkatan kapasitas penemuan kasus baru penyakit menular

2) Pemenuhan sarana, prasarana, obat, BMHP dan alat kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer. Pemenuhan ini meliputi antara lain:

  1. Perluasan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan primer melalui pembangunan puskesmas, sehingga diharapkan pada 2024, seluruh kecamatan di Indonesia telah memiliki puskesmas
  2. Pemenuhan sarana prasarana puskesmas, termasuk obat, BMHP dan alat Kesehatan sebagai bagian dari komitmen untuk penyediaan 40 jenis obat esensial di puskesmas seluruh Indonesia
  3. Pemenuhan sarana prasarana imunisasi di seluruh puskesmas di Indonesia

3) Meningkatan kualitas pelayanan kesehatan primer yang komprehensif melalui penguatan tata kelola manajemen pelayanan dan kolaborasi publik-swasta, yang mencakup:

  1. Penguatan tata kelola manajemen puskesmas
  2. Penguatan pelayanan esensial sesuai standar, termasuk untuk daerah terpencil dan sangat terpencil
  3. Penguatan tata laksana rujukan termasuk rujuk balik
  4. Standardisasi mutu FKTP swasta, melalui penyediaan NSPK, akreditasi dan upaya pendampingan yang berkelanjutan
  5. Peningkatan partisipasi publik dan swasta pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer

Sumber:
Kementerian Kesehatan RI. 2022. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.

 

 

Kualitas pelayanan dan sistem rujukan merupakan tantangan besar dalam upaya peningkatan kesehatan ibu, bayi, anak dan remaja. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar sangat memerlukan sistem transportasi dan komunikasi, infrastruktur, fasilitasi pelayanan kesehatan, dan tenaga kesehatan yang memadai berkualitas. Sistem pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya berkesinambungan juga menjadi suatu faktor penyebab rendahnya status kesehatan ibu dan neonatal. Akses dan kualitas layanan rujukan memegang peranan penting untuk menghadapi berbagai tantangan kesehatan di Indonesia seperti kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, dan transisi epidemiologi.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar sangat memerlukan sistem transportasi dan komunikasi, infrastruktur, fasilitas pelayanan kesehatan, dan tenaga kesehatan yang kompeten dengan jumlah memadai. Sistem pelayanan kesehatan yang masih terfragmentasi dan belum berkesinambungan menjadi suatu salah satu faktor penyebab rendahnya status kesehatan ibu dan neonatal. Di sisi lain transisi epidemiologi yang pesat memberikan urgensi semakin diperlukannya percepatan peningkatan akses dan kualitas pelayanan rujukan melalui pemenuhan sumber daya dan penguatan tata kelola. Sehingga peran rumah sakit saat ini diarahkan tidak hanya berfokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif untuk mengejar pendapatan, tetapi juga harus mempunyai peran dalam pencapaian program prioritas, seperti penurunan kematian maternal, penurunan kematian bayi, penurunan stunting, penurunan wasting, dan juga pengendalian penyakit, termasuk melalui skrining.

Dalam rangka penyediaan layanan rujukan yang lebih berkualitas. Fokus transformasi pada pelayanan rujukan ini adalah:

  1. Perluasan akses ke pelayanan kesehatan rujukan secara merata dan berkeadilan di seluruh daerah sesuai dengan Rencana Induk Nasional Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mencakup pembangunan RS kelas B terutama di Provinsi Maluku, NTT dan Papua, kemudian pembangunan RS Pratama di provinsi DTPK dan penambahan sarana dan prasarana alat kesehatan PONEK di seluruh provinsi, serta upaya terobosan penyediaan pelayanan kesehatan lainnya untuk peningkatan akses pelayanan kesehatan di daerah yang sulit diakses
  2. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang mencakup obat, alat kesehatan, sarana dan prasarana dan aspek layanan lainnya, yaitu penguatan pusat rujukan nasional untuk layanan kesehatan ibu dan anak, kanker, serta pernapasan di RS Rujukan Nasional, pengembangan RS Rujukan Nasional di setiap Provinsi (42 RS Rujukan Nasional) yang menjadi rumah sakit rujukan tertinggi serta menjadi pusat layanan unggulan dari 9 (sembilan) jenis layanan kesehatan prioritas, kemudian pengembangan jejaring pengampuan 6 (enam) layanan unggulan di seluruh provinsi (RS Jantung Harapan Kita untuk jantung, RS Persahabatan untuk tuberkolusis, RS Ibu dan Anak Harapan Kita untuk kesehatan ibu dan anak, RS Kanker Dharmais untuk kanker, RS PON untuk stroke, dan RSCM untuk diabetes), membangun kemitraan seluruh RS Kementerian Kesehatan dengan dengan world’s top healthcare center dan universitas terbaik untuk riset, serta stratifikasi layanan unggulan RS menjadi Center of Excellence ASEAN/Asia
  3. Penataan sistem rujukan secara nasional termasuk upaya untuk pemenuhan RS Rujukan Nasional di setiap provinsi
  4. Upaya pemenuhan SPA secara berkelanjutan akan dilaksanakan berdasarkan sebuah rencana induk.

Strategi transformasi pelayanan kesehatan rujukan tersebut dilaksanakan melalui upaya sebagai berikut:

a. Pemenuhan sarana dan prasarana, alat kesehatan, obat dan BMHP pada layanan rujukan, yang mencakup:

  1. Pembangunan rumah sakit di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK)
  2. Peningkatan Sarana, Prasarana dan Alat kesehatan (SPA) sesuai standar di rumah sakit
  3. Pemenuhan obat dan BMHP di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
  4. Pembangunan RS UPT Vertikal Pusat di Provinsi Maluku, NTT dan Papua

b. Penguatan tata kelola manajemen dan pelayanan spesialistik, dengan upaya seperti:

  1. Penguatan mekanisme dan sistem rujukan terutama di Rumah Sakit Umum (RSU)
  2. Penyediaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan dirumah sakit
  3. Pemanfaatan teknologi untuk deteksi dini dan respons penyakit dalam hal ini adalah telemedicine
  4. Penyusunan dan implementasi Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)

c. Penyediaan pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas, melalui:

  1. Pengembangan RS Rujukan Nasional di setiap Provinsi (42 RS Rujukan Nasional)
  2. Penyediaan akses layanan rujukan di daerah luar Jawa
  3. Penguatan mutu rumah sakit
  4. Inovasi dan pengembangan Rumah Sakit Khusus
  5. Program sister hospital dan stratifikasi layanan unggulan rumah sakit menjadi Center of Excellence ASEAN/Asia

Sumber:
Kementerian Kesehatan RI. 2022. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.

 

 

Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu merupakan salah satu fokus pada standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam akreditasi Rumah Sakit. Pada penyelenggaraan mutu di RS dikatakan bahwa komite/tim mendukung proses pemilihan indikator dan melaksanakan koordinasi serta integrasi kegiatan pengukuran data indikator mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit. Beberapa indikator yang perlu disusun diantaranya Indikator Nasional Mutu (INM), Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit (IMP-RS), dan Indikator Mutu Prioritas di Unit (IMP-Unit).

Pemilihan indikator mutu prioritas rumah sakit adalah tanggung jawab pimpinan dengan mempertimbangkan prioritas untuk pengukuran yang berdampak luas/ menyeluruh di rumah sakit. Sedangkan kepala unit memilih indikator mutu prioritas di unit kerjanya. Semua unit klinis dan non klinis memilih indikator terkait dengan prioritasnya. Hal yang perlu diantisipasi oleh RS yang besar jika ada indikator yang sama yang diukur di lebih dari satu unit. Misalnya, Unit Farmasi dan Komite/Tim PPI memilih prioritas pengukurannya adalah penurunan angka penggunaan antibiotik di rumah sakit. Program mutu dan keselamatan pasien berperan penting dalam membantu unit melakukan pengukuran indikator yang ditetapkan.

Komite/Tim Penyelenggara Mutu juga bertugas untuk mengintegrasikan semua kegiatan pengukuran di rumah sakit, termasuk pengukuran budaya keselamatan dan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien. Integrasi semua pengukuran ini akan menghasilkan solusi dan perbaikan yang terintegrasi. Adapun peran dari komite/tim penyelenggara mutu yakni: 1) terlibat dalam pemilihan indikator mutu prioritas baik ditingkat rumah sakit maupun tingkat unit layanan. 2) Penyelenggara mutu melaksanakan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran serta melakukan supervisi ke unit layanan, dan 3) Mengintegrasikan laporan insiden keselamatan pasien, pengukuran budaya keselamatan, dan lainnya untuk mendapatkan solusi dan perbaikan terintegrasi.

Pengumpulan data indikator mutu dilakukan oleh staf pengumpul data yang sudah mendapatkan pelatihan tentang pengukuran data indikator mutu. Pengumpulan data indikator mutu berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu pengukuran indikator nasional mutu (INM) dan prioritas perbaikan tingkat rumah sakit meliputi:

  1. Pengumpulan Indikator nasional mutu (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib dilakukan pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu secara nasional, diantaranya:
    1. Kepatuhan kebersihan tangan
    2. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
    3. Kepatuhan identifikasi pasien
    4. Waktu tanggap seksio sesarea emergensi
    5. Waktu tunggu rawat jalan
    6. Penundaan operasi elektif
    7. Kepatuhan waktu visite dokter penanggung jawab pelayanan
    8. Pelaporan hasil kritis laboratorium
    9. Kepatuhan penggunaan formularium nasional
    10. Kepatuhan terhadap clinical pathway
    11. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
    12. Kecepatan waktu tanggap terhadap complain
    13. Kepuasan pasien dan keluarga
  2. Indikator mutu prioritas RS (IMP-RS)
    1. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (minimal 1 untuk tiap sasaran)
    2. Indikator Pelayanan Klinis Prioritas (minimal 1)
    3. Indikator Tujuan Strategis RS  KPI (minimal 1)
    4. Indikator Perbaikan Sistem (minimal 1)
    5. Indikator Manajemen Risiko (minimal 1)
    6. Indikator Penelitian Klinis & Program Pendidikan Kedokteran (minimal1, apabila ada)
    7. Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit)
  3. Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) adalah indikator prioritas yang khusus dipilih kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator.

Indikator mutu terpilih apabila sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama 1 (satu) tahun, maka dapat diganti dengan indikator mutu yang baru. Setiap indikator mutu baik indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) maupun indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) agar dilengkapi dengan profil indikator sebagai berikut:

  1. Judul indikator.
  2. Dasar pemikiran.
  3. Dimensi mutu.
  4. Tujuan.
  5. Definisi operasional.
  6. Jenis indikator.
  7. Satuan pengukuran.
  8. Numerator (pembilang).
  9. Denominator (penyebut).
  10. Target.
  11. Kriteria inklusi dan eksklusi.
  12. Formula.
  13. Metode pengumpulan data.
  14. Sumber data.
  15. Instrumen pengambilan data.
  16. Populasi/sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel).
  17. Periode pengumpulan data.
  18. Periode analisis dan pelaporan data.
  19. Penyajian data.
  20. Penanggung jawab.

 

Disarikan Oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Sumber: Kementerian Kesehatan RI. 2022. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1128/2022 Tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.