Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial

Best practice di suatu daerah ada kalanya dapat dijadikan acuan dalam menentukan suatu kebijakan atau strategi perbaikan. Tidak terkecuali pada proses perbaikan mutu gizi pasien. Proses perbaikan mutu dapat dilakukan baik di tingkat pasien sampai di tingkat regulator.

Sebelumnya telah dipaparkan upaya perbaikan mutu gizi pasien dilihat dari sisi pasien, tingkat mikro, dan tingkat organisasi, maka minggu ini akan dipaparkan artikel yang memuat hasil penelitian yang dilakukan di United of Kingdom yang menguraikan manfaat dari pengukuran dan pendokumentasian tinggi dan berat pasien dalam upaya pengelolaan gizi pasien khususnya bagi pasien yang memiliki risiko malnutrisi.

Artikel lain yang dimuat minggu ini juga akan menampilkan hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan tujuh instrumen screening gizi untuk pasien rawat inap usia lanjut dengan dua metode penilaian gizi lainnya.

Berbagai referensi hasil penelitian maupun penerapan pelayanan gizi yang baik untuk pasien tersebut diharapkan dapat memberikan masukan perbaikan, tidak hanya di tingkat mikro namun juga sampai di tingkat regulator. Seperti halnya salah satu contoh kebijakan tentang tenaga gizi yang telah dituangkan dalam Permenkes No. 26 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, dimana telah ditetapkan pengaturan bagi tenaga gizi agar hasil kerjanya dapat meningkatkan status kesehatan yang optimal baik dalam kondisi sehat maupun sakit. Atau dapat juga bentuk kebijakan atau ketentuan yang ditetapkan dituangkan dalam berbagai elemen persyaratan akreditasi seperti Akreditasi JCI, dimana penatalaksanaan gizi pasien menjadi salah satu item yang harus ada dalam form terintegrasi pasien.

Kesimpulan yang dapat diambil dari empat minggu paparan terkait pelayanan gizi ini adalah bahwa perbaikan mutu perlu terus dilakukan baik di tingkat pasien, pada proses mikro, di tingkat organisasi, maupun di lingkungan organisasi pelayanan kesehatan itu sendiri. (lei)

Tanggal 25 Januari 2015 lalu diperingati sebagai Hari Gizi Nasional, seperti dikutip dari gizi.depkes.go.id, hari Gizi Nasional pertama kali diadakan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada pertengahan tahun 1960-an, dan kemudian dilanjutkan oleh Direktorat Gizi pada tahun 1970-an hingga sekarang. Kegiatan ini diselenggarakan untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan pada tanggal 26 Januari 1951. Selanjutnya disepakati bahwa Hari Gizi Nasional ditetapkan menjadi tanggal 25 Januari.

Sejalan dengan peringatan hari Gizi Nasional, pembahasan topik terkait pengelolaan gizi pasien juga masih akan menjadi bahasan pada artikel minggu ini. Peringatan Hari Gizi Nasional sesuai dengan topik bahasan yang dipaparkan minggu ini, meskipun peringatan Hari Gizi Nasional disini sifatnya lebih umum, namun di dalamnya juga dapat mencakup pelayanan gizi yang diperuntukkan bagi pasien di rumah sakit khususnya untuk memberikan pelayanan bermutu yang komprehensif. Artikel minggu ini masih menampilkan ulasan yang terkait dengan paparan artikel minggu lalu yang membahas mengenai upaya peningkatan mutu pelayanan gizi di tingkat pasien, yakni menggali lebih dalam mengenai persepsi, kepuasan, dan harapan pasien terhadap pelayanan makanan yang mereka terima.

Apabila minggu lalu kita melihat proses pelayanan makanan di rumah sakit dari 'kacamata' pasien, maka minggu ini kita akan memaparkan proses pelayanan makanan di tingkat mikro, serta upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan proses sehingga berdampak pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien itu sendiri.

Dua artikel yang ditampilkan minggu ini akan memaparkan mengenai pedoman skrining gizi pasien dan skrining gizi khususnya untuk pasien yang memiliki risiko malnutrisi beserta informasi tools yang dapat dipergunakan. Dua artikel tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran untuk perbaikan proses di tingkat mikro khususnya untuk perbaikan pelayanan gizi pasien selama proses pelayanan kesehatan (lei).

Upaya peningkatan pelayanan gizi pasien di rumah sakit masih menjadi topik bahasan minggu ini. Setelah dipaparkan artikel yang menyampaikan proses pelayanan gizi dari 'pandangan' atau sisi pasien serta upaya perbaikan proses pelayanan gizi yang dapat dilakukan di tingkat mikro, minggu ini akan disampaikan artikel yang memuat mengenai upaya perbaikan pelayanan gizi di tingkat organisasi.

Tidak hanya membahas mengenai upaya perbaikan atau peningkatan mutu pelayanan gizi di tingkat organisasi, salah satu artikel juga akan mengupas mengenai dampak dari malnutrisi yang dialami pasien yang dapat berdampak 'luas' pada proses pelayanan kesehatan pasien secara keseluruhan, salah satunya adalah biaya rumah sakit dapat mengalami peningkatan yang signifikan.

Mengacu pada uraian artikel-artikel tersebut diharapkan pengampu di tingkat organisasi dapat mengupayakan peningkatan mutu pelayanan gizi di rumah sakit. Tentu saja dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti penentuan identifikasi yang jelas terkait pasien yang memiliki risiko tinggi gizi buruk, kriteria diagnosis pasien gizi buruk, serta memperhatikan penggunaan tools yang sesuai untuk screening awal pasien. Selain itu dipaparkan pula salah satu gambaran yang dapat dipergunakan untuk peningkatan program mutu pelayanan gizi pasien yakni penggunaan 5 kunci dalam program perbaikan gizi di Rumah Sakit serta panduan membuat suatu pertemuan untuk meningkatkan program perbaikan gizi d RS. (lei)

Fokus terhadap pelanggan menjadi perhatian khusus dalam usaha yang bergerak di bidang jasa, tidak terkecuali bidang kesehatan. Pada bidang kesehatan, fokus perhatian pelanggan mencakup berbagai aspek pelayanan, salah satunya adalah pelayanan gizi bagi pasien. Definisi pelayanan gizi rumah sakit sendiri menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), Kemenkes RI 2013 adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien, berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.

Pelayanan gizi pasien di suatu rumah sakit haruslah mempertimbangkan berbagai faktor agar proses pelayanan yang diterima oleh pasien menjadi optimal. Perkiraan kebutuhan gizi pasien yang akurat, koordinasi antar tim kesehatan, monitoring dan pencatatan berat serta tinggi badan, asupan makanan, tingkat berat penyakit, serta status gizi awal pasien pada saat masuk rumah sakit adalah beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses pelayanan gizi kepada pasien. Pelayanan gizi yang baik juga menjadi salah satu penunjang bagi rumah sakit dalam penilaian akreditasi yang mengacu pada JCI.

Topik peningkatan mutu yang akan dibahas di website mutu untuk empat minggu ke depan akan menampilkan berbagai artikel terkait upaya peningkatan mutu melalui perbaikan pelayanan gizi bagi pasien. Mengacu pada rantai efek peningkatan mutu oleh Donald Berwick, secara berturut-turut dan berkesinambungan akan dipaparkan materi upaya peningkatan mutu khususnya melalui perbaikan pelayanan gizi, yang akan disampaikan mulai dari upaya di tingkat pasien, perbaikan di proses mikro, upaya di tingkat organisasi pelayanan kesehatan, dan upaya perbaikan lingkungan organisasi pelayanan kesehatan.

Minggu ini akan dibahas topik yang terkait upaya peningkatan mutu pelayanan gizi di tingkat pasien, artikel pertama akan memaparkan tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi di rumah sakit sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan. Sedangkan artikel kedua akan memaparkan penelitian yang dilaksanakan di empat perwakilan National Health Service (NHS) untuk menggali data mengenai persepsi dan harapan pasien terhadap pelayanan makanan serta pentingnya atribut-atribut pada pelayanan makanan tersebut dalam menentukan kepuasan pasien. (lei)