Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial

Kartu Indonesia Sehat (KIS) baru saja diluncurkan menyusul dilantiknya Presiden Joko Widodo serta sejumlah Menteri di Kabinet Kerja. Program yang soft launching-nya dilaksanakan di Jakarta pada 3 November 2014 ini menuai berbagai reaksi, mulai dari yang mendukung sampai yang memberikan opini berbeda, dimana program ini dinilai terlalu terburu-buru, kekuatiran akan terjadi 'tumpang tindih' antara program KIS dan program BPJS, serta berbagai reaksi lainnya. Namun tidak sedikit reaksi positif dan optimis disampaikan berbagai pihak lainnya, seperti dari pihak BPJS sendiri yang memberikan dukungan dengan menyatakan akan melayani pemilik KIS.

Terlepas dari berbagai reaksi atas peluncuran program KIS tersebut, dalam pelayanan kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat memang diperlukan berbagai alat penunjang, baik yang sifatnya langsung 'bersentuhan' dengan pelayanan medis maupun penunjang dalam proses memperoleh pelayanan kesehatan itu sendiri, seperti dalam hal ini adalah program KIS yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat yang tidak 'mampu' memperoleh pelayanan kesehatan. Namun tools atau alat penunjang yang terkait langsung dengan proses pemberian pelayanan medis juga tidak kalah pentingnya, salah satunya seperti yang akan dipaparkan pada artikel minggu ini yang akan membahas mengenai Electronic Medical Record (EMR). EMR adalah kumpulan sistematis informasi kesehatan pasien berbasis elektronik yang terhubung dan terintegrasi dengan sistem informasi dalam jejaring rumah sakit. EMR menjadi salah satu alat yang dinilai dapat memberikan manfaat positif dalam pelayanan kesehatan, karena dengan EMR data pasien dapat diakses langsung, pasien dapat dilacak dengan mudah, dan memberikan perlindungan bagi pasien sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan medis.

Seperti kita ketahui bahwa banyak tools penunjang yang tersedia dan diperlukan dalam proses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, namun tentu saja harus diingat bahwa penentuan dan penerapan tools tersebut hendaknya mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya adalah dengan menentukan tools yang sesuai dengan kebutuhan, mengikuti teknologi yang up to date, dan memenuhi persyaratan penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri. (lei)

Senin, 20 Oktober 2014 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setelah melalui proses panjang, akhirnya Presiden RI Ke-7 resmi dilantik. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan memimpin bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan. Tentu saja suka cita luar biasa dan harapan baru mengiringi terpilihnya pemimpin baru Bangsa Indonesia ini. Setiap sektor kehidupan di negara Indonesia menaruh harapan besar agar ke depannya dapat menjadi lebih baik.

Tidak terkecuali sektor kesehatan, dimana diharapkan sektor ini dapat semakin meningkat kualitasnya di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Apabila sebelumnya pada saat Presiden Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta telah banyak memberikan perhatian pada bidang kesehatan, maka harapan besar bagi bangsa Indonesia secara lebih luas, beliau akan memberikan perhatian lebih pada perkembangan dunia kesehatan.

Perkembangan dunia kesehatan sendiri pada dasarnya mencakup banyak aspek serta terkait dengan berbagai pihak, mulai dari provider, regulator, dan pengguna sarana pelayanan kesehatan. Perhatian secara menyeluruh dan berkesinambungan menjadi titik tolak untuk semakin meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia. Tentu saja pelayanan kesehatan yang bermutu dan berfokus pada patient safety diharapkan tetap menjadi perhatian utama dalam setiap proses pengembangan sektor kesehatan.

Salah satu artikel yang dimuat minggu ini, mengenai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan menerapkan electronic prescription untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya medication error. Hal tersebut dapat menjadi salah satu bentuk kepedulian untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, dan masih banyak aspek di sektor kesehatan yang dapat dijangkau untuk ditingkatkan kualitasnya. Semoga dengan pemimpin baru, pelayanan kesehatan yang bermutu dapat disediakan oleh pemerintah dan dapat diakses oleh seluruh golongan masyarakat, miskin hingga kaya.

'Selamat Berkarya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla' (lei)

 

Selamat kepada Prof. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M. yang telah dilantik menjadi Menteri Kesehatan untuk 5 tahun ke depan pada Senin, 27 Oktober 2014. Sebagai Menteri Kesehatan yang baru, beliau memiliki kapasitas yang sesuai untuk menjabat posisi tersebut, karena selain sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Pusat (Perdami) dan menduduki posisi di berbagai yayasan Kanker Indonesia dan Pimpinan Riset Medis di UI.

Beliau juga menjadi utusan khusus Presiden RI untuk Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2009-2014. Pada salah satu wawancara beliau, hal yang cukup memberikan harapan pada bidang kesehatan adalah upaya beliau yang akan menitikberatkan pada pencegahan dibandingkan dengan pengobatan.

Hal ini membawa harapan baru bahwa tahap pencegahan penyakit akan lebih memperoleh perhatian dengan porsi yang lebih besar, dan diharapkan dengan suksesnya upaya tersebut akan membawa Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang memiliki tingkat kesehatan lebih baik.

Perhatian beliau pada bidang kesehatan tentu saja diharapkan dapat menjangkau semua aspek dan tidak hanya terbatas pada isu-isu tertentu seperti terbatas hanya pada pelaksanaan MDGs, pengembangan program-program untuk penyakit mata, kanker, serta pengembangan berbagai riset terkait bidang kesehatan. Tetapi juga diharapkan dapat memberikan peningkatan di setiap aspek maupun isu bidang kesehatan, salah satunya adalah program kesehatan yang terkait dengan Palliative Care .

Isu Palliative Care akan menjadi tema bahasan pada artikel minggu ini, tema ini cukup menarik untuk dibahas lebih lanjut dimana tujuan dari perawatan paliatif ini adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umur pasien, meningkatkan kualitas hidup pasien, serta untuk memberikan dukungan kepada keluarga pasien. Pelayanan paliatif yang terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas sosial-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, serta profesi terkait lain yang diperlukan diharapkan dapat diperoleh pasien dan keluarga pasien selama proses pengobatan bahkan sampai akhir hayat pasien.

Tentu saja ini hanya salah satu contoh isu di bidang kesehatan yang diharapkan akan mendapat perhatian pula dari Menteri Kesehatan, masih banyak juga isu lainnya yang harus diberi perhatian sehingga semakin menjadi lebih baik dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, khususnya untuk 5 tahun ke depan. Selamat bertugas Prof. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M. untuk menuju Indonesia Hebat. (lei)

Selama 20 tahun terakhir kepuasan pasien telah menjadi perhatian di bidang pelayanan kesehatan. Pendapat pasien dapat menjadi sumber data untuk menentukan plan of action dalam upaya peningkatan kualitas (quality improvement) di sarana pelayanan kesehatan. Untuk itu banyak survei dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima secara komprehensif di suatu sarana pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan yang berada diberbagai belahan dunia telah dilaksanakan survei kepuasan pasien karena mengetahui bahwa manfaat survei dapat memberikan kontribusi positif dalam peningkatan kualitas pelayanan. Salah satunya adalah di Perancis seperti yang dipaparkan dalam artikel minggu ini, yang memberikan gambaran bahwa perhatian terhadap kepuasan pasien sudah wajib dilaksanakan sejak tahun 1996, dimana banyak proyek yang dilaksanakan ditujukan khusus untuk konsep kepuasan, penentu kepuasan pasien, pengembangan dan validasi kuesioner kepuasan pasien secara umum.

Secara umum kepuasan pelanggan tidak hanya dilakukan di sarana pelayanan kesehatan tetapi juga dilakukan di berbagai jenis organisasi. Metode pengukuran kepuasan pelanggan sendiri menurut Kotler (2005) dapat dilakukan dengan; sistem keluhan dan saran, survei kepuasan pelanggan, ghost shopping, dan lost customer analysis. Penentuan metode ini tentu saja disesuaikan dengan jenis dan kebutuhan organisasi. Demikian juga untuk sarana pelayanan kesehatan, pemilihan metode yang tepat perlu dipertimbangkan oleh pihak manajemen sarana pelayanan kesehatan terkait.

Sedangkan dari sisi alat ukur, perlu diperhatikan bahwa alat ukur kepuasan pasien yang tepat sangat diperlukan agar dapat menangkap semua aspek dan outcome yang diharapkan provider pelayanan kesehatan, sehingga informasi yang diperoleh benar-benar dapat dimanfaatkan dalam proses quality improvement. Alat ukur baku maupun alat ukur yang dikembangkan sendiri oleh provider dapat dipergunakan dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah dan mempertimbangkan berbagai hal, seperti; penggunaan istilah yang tepat pada instrumen, validitas dan reliabilitas instrumen. Disamping tetap memperhatikan aspek lain seperti; ketersediaan sarana prasarana survei, interpretasi dan analisa hasil survei, serta feed back hasil survei.

Pengukuran kepuasan pasien mungkin bagi beberapa pihak menjadi salah satu tugas 'tambahan' ditengah kepadatan dan kompleksitas operasional sarana pelayanan kesehatan, namun hal tersebut sejatinya wajib dilaksanakan untuk mengakomodasi kebutuhan pasien selaku customer utama sarana pelayanan kesehatan.