Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial

Terhitung sudah 8 bulan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diterapkan di Indonesia. Ditengah berbagai masalah dan ketimpangan yang ada di berbagai daerah di Indonesia, JKN diharapkan mampu untuk menjamin seluruh rakyat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu baik tanpa beban dari sisi ekonomi. Tanggal 24-26 September 2014 kemarin telah terselenggara Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia (FKKI) ke-5 di Bandung, Jawa Barat dengan tema "Monitoring Pelaksanaan Kebijakan JKN Di Tahun 2014 : Kendala, Manfaat Dan Harapannya". Didalam forum ini dibahas mengenai perkembangan JKN selama 8 bulan ini beserta tantangan ke depannya dan solusi-solusi yang ditawarkan oleh akademisi, praktisi, dan pihak-pihak lain yang menaruh perhatian bagi sistem kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan berbagai studi yang sudah dilakukan dan melihat perkembangan yang ada sampai saat ini ada kekhawatiran bahwa cita-cita kita bangsa Indonesia untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2019 kemungkinan tidak tercapai tanpa adanya perubahan kebijakan (Trisnantoro, 2014). Bila melihat waktu pelaksanaan yang masih sangat singkat (8 bulan) maka kekhawatiran ini bisa jadi masih bersifat premature, perlu adanya studi komprehensif yang melibatkan seluruh provinsi dengan data yang real dan valid. Untuk sementara beberapa lesson-learnt dari beberapa provinsi bisa menjadi pertimbangan.

Lesson-learnt dari beberapa daerah di Indonesia menunjukan bahwa untuk daerah-daerah sulit seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) penerapan JKN tanpa adanya penambahan fasilitas dan tenaga kesehatan justru merugikan dan bisa jadi menurunkan mutu layanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat. Dengan keterbatasan fasilitas dan tenaga di NTT, iuran dari NTT tidak bisa dipergunakan/diklaim secara maksimal, dan bisa jadi digunakan oleh daerah lain yang klaimnya banyak. Ditambah lagi peraturan-peraturan pendukung JKN seperti kapitasi untuk Puskesmas dirasa tidak berpihak untuk daerah-daerah yang berkekurangan seperti NTT. Dengan minimnya fasilitas dan tenaga, pembayaran kapitasi untuk puskesmas-puskesmas di NTT tidak bisa maksimal (Rp 6000), belum lagi peraturan administratif lain yang membebani pencairan dana kapitasi tersebut, sehingga walaupaun dananya ada penggunaannya masih tersendat-sendat karena semua Puskesmas di NTT belum BLUD dan kekurangan tenaga keuangan/akuntan (Koamesah, 2014).

Lebih jauh lagi ke Papua ada Kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten dengan pendapatan yang lumayan besar dari gas alam. Sebelum adanya JKN semua penduduk di Teluk Bintuni sudah dijamin tanpa terkecuali, setelah adanya JKN justru hanya sebagian penduduk saja yang terdata sehingga di rasakan bahwa ada "kemunduran". Penduduk yang sebelumnya tidak perlu membawa kartu bisa mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa biaya sekarang harus belajar menggunakan kartu, bahkan sebelumnya tidak hanya penduduk Teluk Bintuni saja melainkan penduduk dari luar Teluk Bintuni yang kebetulan mendapatkan pelayanan di situ juga ditanggung. Untuk pembayaran kapitasi, dengan kepadatan penduduk yang berbeda-beda puskesmas satu dengan yang lain di Teluk Bintuni, besaran kapitasi yang dihitung dari peserta penerima pelayanan di Puskesmas dikhawatirkan bisa menimpulkan kecemburuan sosial antara puskesmas yang padat penduduknya dan puskesmas yang jarang sehingga lebih lanjut lagi ada perbedaan mutu layanan yang diterima oleh masyarakat pada kedua puskesmas ini (Suradji, 2014).

Selain masalah serius yang dialami oleh daerah-daerah sulit seperti diatas, masih ada masalah-masalah lain di era JKN ini seperti sosialisasi dan penerapan peraturan-peraturan pendukung (Perpres, PP, Perpu, Permenkes, dll) yang masih membingungkan, mengatasi adverse selection untuk peserta bukan PBI, dan lain sebagainya. Walaupun demikian sebaiknya kita jangan dulu pesimis, JKN baru berjalan 8 bulan dan untuk sampai pada UHC 2019 yang masih kurang lebih 4 tahun lagi, masih banyak yang bisa dikerjakan, diantaranya :

  1. Perlu adanya berbagai perbaikan kebijakan di berbagai titik konseptual diantaranya kebijakan pengumpulan dana kesehatan, menambah anggaran kesehatan, kebijakan dalam pooling, kebijakan dalam purchasing and payment, dan lain sebagainya (Trisnantoro, 2014);
  2. Perlu adanya perhatian khusus untuk sisi promotif dan preventif karena sisi ini juga merupakan factor penyumbang bagi keberhasilan JKN, diantaranya penguatan program-program public health, revitalisasi puskesmas sebagai gate keeper, menegakan early diagnosis and prompt threatment, menurunkan harga obat, dan lain sebagainya (Gani, 2004);
  3. Kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan ataupun akan direvisi sebaiknya juga memperhatikan keadaan daerah-daerah tertinggal/kekurangan dalam hal fasilitas kesehatan dan tenaga sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak general dan hanya menguntungkan daerah yang maju dan mengabaikan daerah tertinggal (Koamesah, 2014);
  4. Perbaikan mutu layanan yang komprehensif dan melibatkan semua pihak termasuk akademisi dengan berbagai success story yang sudah dilakukan seperi Sister Hospital, Emas, Performance Management and Leadership (PML), dan lain sebagainya.

Dengan waktu yang masih lama sampai 2019 masih banyak hal yang bisa kita perbaiki agar pada 2019 kita semua sama-sama mencapai UHC dengan pelayanan kesehatan yang bermutu dan bisa dinikmati semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Sumber : Artikel ini bersumber dari bahan presentasi para pembicara pada Forum Kebijakan Kesehatan V di Bandung. Materi-materi tersebut bisa didapatkan di www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Penulis: Stevie Ardianto Nappoe, SKM-Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kedokteran

edi-23meiPada tanggal 21 Mei 2014 di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, telah terjadi perjanjian kerja sama antara Dinas Kesehatan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tentang pengembangan Sistem Rujukan Pelayanan Primer Terpadu di Puskesmas Provinsi DKI Jakarta.

Awal mula adanya kerjasama ini adalah FK UGM mendapat undangan dari rektor yang dalam undangan tersebut membahas apa yang akan diusulkan oleh UGM ke Gubernur DKI, Jokowi Widodo. Dalam beberapa kali rapat di Universitas, masing-masing fakultas didorong untuk memberikan usulan kepada Jokowi. Dari beberapa kali rapat tersebut, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta membuat MoU yang mana mitra juga didatangkan misalnya bidang kesehatan diwakili oleh dinas kesehatan Jakarta. Fakultas diminta persentasi 2-3 menit terkait usulan untuk DKI Jakarta, misalnya fakultas kehutanan yang memaparkan mengenai pohon jenis apa yang menyerap polutannya lebih tinggi. Dan FK UGM salah satu fakultas di UGM yang mendapat kesempatan bekerjasama dengan DKI Jakarta.

Prof. dr. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan proyek besar yang ketiga yang mana pertama adalah sister hospital dengan pengembangan sistem, kedua peningkatan kompetensi bidan (SPMKK) dengan beban kegiatan di kompetensi dan ketiga sistem rujukan pelayanan primer.

Tujuan dari kegiatan pengembangan sistem rujukan layanan kesehatan primer di DKI Jakarta ini adalah menyusun sistem dan manual rujukan layanan kesehatan primer, meningkatkan kompetensi dokter layanan primer, melakukan uji coba sistem dan manual rujukan layanan kesehatan primer dan mengukur efektivitas sistem dan manual rujukan layanan kesehatan primer.

Jum'at 15 Agustus 2014 yang lalu, PKMK FK UGM telah menyelenggarakan diskusi mengenai berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Mencari Menteri Kesehatan untuk Indonesia. Menteri Kesehatan merupakan jabatan politis yang tentunya ditentukan oleh Presiden tepilih. Terkait asal usul Menteri Kesehatan mendatang, tidak masalah bila Menteri Kesehatan Mendatang berasal dari partai politik, perguruan tinggi, birokrasi pemerintah, kalangan swasta, ataupun dari militer. Konsekuensi bahwa Menteri Kesehatan merupakan jabatan politis, maka harus ada penyeimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.

Sebagai bentuk penyeimbangan dalam pelaksanaan kebijakan, diperlukan peran perguruan tinggi dan lembaga riset independen yang mampu mengkritisi dan memberi masukan konstruktif untuk kebijakan Menteri Kesehatan dan kebijakan kesehatan pemerintah baru. Dengan keseimbangan yang baik, pengalaman buruk di masa lalu dimana bukti ilmiah tidak banyak dipergunakan dalam keputusan Menteri Kesehatan, diharapkan dapat berkurang. Oleh karena itu, diharapkan sebagian akademisi tetap berada di perguruan tinggi untuk menjadi mitra penyeimbang kekuasaan pemerintah.

Acara yang diadakan di Gedung Granadi Jakarta ini memberikan beberapa harapan untuk Menteri Kesehatan mendatang diantaranya Menteri Kesehatan sebaiknya mempunyai kompetensi yang normative seperti layaknya seorang Menteri di kabinet, kompeten dalam memadukan kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan, Kompeten dalam memimpin kementerian kesehatan sebagai kementerian yang mampu mempengaruhi berbagai lembaga lain, pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, dan mempunyai sifat "mendengarkan" dan menggunakan berbagai bukti ilmiah dalam menetapkan keputusan besar dan strategis seperti Jaminan Kesehatan Nasional dan segara peraturannya.

Materi & Video Diskusi bisa diakses disini

Telah ditetapkan peraturan presiden No 32 tahun 2014 tentang pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah. Kemudian disusul dengan keluarnya peraturan Menteri kesehatan No 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah.

Dari dua peraturan tersebut, salah satunya akan membuat kepala Puskesmas menjadi galau seperti yang dialami kepala Puskesmas di salah satu daerah di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan puskesmas diberi pilihan untuk BLUD oleh pemda. Menurut dr. Beti Sulistyorini (Puskesmas Pasundan), dengan puskesmas berubah menjadi BLUD, kapitasi akan diturunkan langsung ke puskesmas dan tidak lagi melalui kas daerah. Sehingga konsekwensinya puskesmas diberi kewenangan untuk mengatur dana kapitasi sesuai dengan peraturan presiden. Namun untuk mengelola dana sendiri dibutuhkan kompetensi yang sesuai, misalnya bendahara pemegang keuangan harus mendapatkan pelatihan tertentu yang berkaitan dengan penggunaan dana.

Dengan BLUD, puskesmas akan lebih berkembang karena bisa menggunakan dana sesuai dengan kebutuhan dan tidak tergantung dari dinas kesehatan. Sehingga BLUD puskesmas lebih fleksibel mengelola keuangan. Namun dengan BLUD, tambahan penghasilan yang selama ini diterima semua staf puskesmas dihapus.

Peraturan presiden ini diperuntukan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD. Untuk penganggaran, kepala FKTP diminta menyampaikan rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN tahun berjalan yang mana mengacu pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP dan besaran kapitasi JKN kepada kepala SKPD dinas kesehatan. Menurut kontributor IHQN, Ilham Akhsanu Ridlo SKM., MKes, peraturan presiden ini semakin jauh dari upaya preventif dan promotif.

Sedangkan, peraturan menteri kesehatan menjelaskan bahwa dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk (1) pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan (2) dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi. Sedangkan alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan dimanfaatkan untuk (1) obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan (2) kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya.

Peraturan Presiden RI No 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah.

KLIL DISINI

Peraturan Menteri Kesehatan No 19 tahun 2014: Penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah.

KLIK DISINI