Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

PELATIHAN

Penyusunan Program, Pelaksanaan dan Evaluasi Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko

28 - 29 November 2022   |   Pukul 09.00-12.00 WIB

  Topik Ini Menjawab Masalah Apa?

Inti-sari dari berbagai macam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) adalah untuk: Menggerakkan kepemimpinan menuju perubahan budaya organisasi; Proaktif mengidentifikasi dan menurunkan risiko dan penyimpangan; Fokus pada isu prioritas berdasarkan data; dan Mencari cara perbaikan yang bersifat langgeng. Untuk memastikan berbagai upaya ini dapat berjalan dengan baik diperlukan Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang kompeten dan sistem pengoranisasian yang baik.

   Apa Saja yang Dibahas?

Materi yang dibahas dalam Bimtek ini adalah (seluruh materi dilengkapi dengan praktek/simulasi):

  1. Menyusun Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
  2. Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
  3. Pemilihan, Pengumpulan, Analisis, dan Validasi Data Indikator Mutu.
  4. Pelaporan dan Analisis Insiden Keselamatan Pasien.
  5. Pencapaian dan Mempertahankan Perbaikan.
  6. Manajemen Risiko.

 

   Manfaat Apa yang Anda Dapatkan?

Dalam bimtek ini Anda akan mendapatkan:

  1. Templete laporan PMKP.
  2. Draft struktur dan alur kerja organisasi Komite/ Tim PMKP.
  3. Draft daftar program pelatihan terkait PMKP.
  4. Draft daftar indikator mutu di tingkat unit kerja serta pelayanan oleh pihak ke tiga.
  5. Keterampilan teknik melakukan pengumpulan data, validasi, dan analisis data.
  6. Keterampilan teknik melakukan RCA untuk sentinel, KTD, KNC, dan KTC.
  7. Keterampilan teknik melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien menggunakan instrumen AHRQ.
  8. Draft laporan program PMKP dengan metode PDSA/ PDCA.
  9. Draft risk register.
  10. Keterampilan teknik melakukan FMEA.

  Sasaran Peserta

Peserta yang dapat mengikuti kegiatan ini adalah Anda yang merupakan:

  1. Pimpinan, manajer dan staf RS.
  2. Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang terkait dengan pengumpulan, validasi, pengolahan dan analisa data Program PMKP.

  Narasumber

Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah:

Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua

Konsultan dan Peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen FK-UGM, Dosen Magister Manajemen RS di UGM, Pengurus PERSI Pusat, Pengurus ARSADA Pusat, Pengurus PDMMI Pusat, dan Ketua Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN).

Telah mendapatkan sertifikat Fellow of The International Society for Quality in Healthcare (FISQua) dari ISQua, lembaga yang mengakreditasi PERSI dan JCI, telah mengikuti pelatihan manajemen mutu dan keselamatan pasien di ACHS Australia, dan telah mengikuti workshop PMKP KARS.

   Fasilitas

Fasilitas yang akan Anda dapatkan dalam Bimtek ini adalah:

  1. Materi pelatihan (modul dalam bentuk PPT & draft yang digunakan dalam praktikum) dalam bentuk soft file.
  2. Sertifikat kepesertaan dalam bentuk cetak.
  3. Kuitansi dalam bentuk Soft file

Kami mendukung kehidupan bumi yang lebih hijau dan sehat. Maka, kami mengurangi pencetakan berbagai dokumen. Semua materi pelatihan akan kami kirim ke email Anda. Pastikan email Anda aktif dan storage email Anda cukup.


  Biaya

Biaya kepesertaan sebesar Rp. 1.000.000/orang. Biaya pendaftaran dapat ditransfer melalui: Bank BNI UGM Yogyakarta No. Rekening 9888807172010997 atas nama UGM FKU PKMK Dana Kerjasama Penelitian Umum.

  Kontak

Silakan hubungi kami bila Anda membutuhkan informasi lebih lanjut

Informasi Konten

Andriani Yulianti | 081328003119
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Komentar dari Mianti Nurrizky Sutejo/KPMAK

Pengalaman yang saya alami di RS Swasta di Solo mengenai keterlambatan waktu memulai pelayanan kesehatan yaitu ketika saya sedang mengantarkan ayah saya untuk berobat di rumah sakit tersebut, Ayah saya mendaftar di poli penyakit dalam Tgl 10 Mei 2018 karena merasakan sesak nafas dan terasa nyeri di bagian dada sejak Tgl 11 Mei 2018. Ayah saya melakukan pendaftaran sekitar jam 8.00 kemudian setelah melakukan pengecekan kesehatan dasar ( tensi, suhu, denyut nadi, dan pernafasan) ayah saya di minta untuk langsung menunggu di poli penyakit dalam, sebelumnya saya sempat menanyakan kapan dokter memulai jam kerja tersebut, dan perawat mengatakan dokter akan mulai sekitar jam 10 setelah selesai visit, akhirnya kamu langsung menunggu di poli penyakit dalam. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 dan dokter masih belum terlihat datang ke poli tersebut, lalu saya tanyakan kembali kepada perawat dan perawat pun masih mengatakan hal yang serupa yaitu dokter masih ada visit ke pasien. Setelah kami menunggu cukup lama, tepat pukul 12.00 dokter x baru memasukki ruang kerja nya. Ketika memberikan pelayanan pun sang dokter tidak memberikan keterangan kenapa dia bisa telat kepada pasien serta tidak meminta maaf atas keterlambatannya, serta menurut saya dari perawat jaga didekat poli tersebut juga tidak menjelaskan sejak awal jika dokter akan datang terlambat untuk waktu yang cukup lama.

Menurut saya seharusnya ditetapkan standarisasi terkait ketepatan dokter untuk memulai praktek tersebut, serta komunikasi antar nakes agar tidak terjadi miskom untuk memulai/melakukan pelayanan kesehatan, jika terjalin komunikasi yang baik dalam micro system dalam organisasi rumah sakit maka sedikit kemungkinan akan terjadi hal demikian, sunggu sangat disayangkan jika beberapa rumah sakit di Indonesia masih demikian.

bimtek2021

Audit klinis dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan oleh klinisi di RS dan Puskesmas kepada pasien. Berdasarkan manfaatnya, maka KARS dan komisi akreditasi FKTP dalam standar akreditasi menyebutkan tentang audit klinis, bahwa setiap PKM dan RS harus melakukan audit klinis.

Standar PMKP 5.1 akreditasi RS menyebutkan bahwa “dilakukan evaluasi proses pelaksanaan panduan praktik klinik, alur klinis (clinical pathway), dan/atau protocol klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing order di prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis”. Evaluasi dapat dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinis untuk menilai efektivitas penerapan panduan praktik klinik dan alur klinis sehingga dapat dibuktikan bahwa penggunaan panduan praktik klinis serta alur klinis telah mengurangi variasi proses dan hasil. Salah satu elemen penilaian di standar PMKP 5.1 mengharuskan adanya bukti Rumah sakit telah melaksanakan audit klinis dan atau audit medis pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah sakit berupa dokumen dan wawancara.

Standar akreditasi FKTP pada 7.4. Rencana Layanan Klinis menyebutkan juga “Rencana tindakan dan pengobatan serta rencana layanan terpadu jika diperlukan penanganan oleh tim kesehatan antar profesi disusun dengan tujuan yang jelas, terkoordinasi dan melibatkan pasien/keluarga”. FKTP melakukan pelaksanaan evaluasi layanan klinis melalui audit klinis. Pelatihan ini akan mendukung pelaksanaan tugas klinisi dalam meningkatkan dan mengevaluasi mutu di FKTP dan FKRTL.

Berdasarkan latar belakang diatas, Pusat Kebijakan dan Manejemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM secara rutin menyelenggarakan Bimtek Audit Klinis. Kegiatan ini juga kami selenggarakan dalam bentuk in house training, waktu pelaksanaan disesuaikan dengan kebutuhan instansi.

Info kegiatan & Penulis: Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH | 082324332525 |

 

 

Oleh: Dessyana Iriani / NIM: 18/433454/PKU/17367

Pembelajaran mengenai pentingnya waktu tunggu operasi Sectio Cesarea (SC) Saya dapatkan ketika pengalaman pribadi menjadi pasien pada tanggal 14 Februari 2017 ketika Saya akan melahirkan anak pertama di Rumah Sakit Swasta di Kota P. Malam sebelum operasi tanggal 13 Februari 2017, Saya melakukan pemeriksaan kehamilan dengan salah satu dokter spesialis Obgyn di Kota tersebut dan dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi karena beberapa diagnosa yang ditemukan. Keesokan harinya Saya sudah mulai berpuasa, pada pukul 07.00 WIB Saya dan Suami melakukan pemeriksaan kehamilan kembali di Puskesmas K dan sekaligus meminta rujukan untuk melakukan operasi SC dan menceritakan diagnosa dokter Obgyn yang saya temui semalam. Kemudian saya di cek darah dan mendapatkan beberapa tindakan pemeriksaan sederhana di Puskesmas. Pukul 08.00 WIB selesai pemeriksaan Saya mendapatkan rujukan dan langsung menuju Rumah Sakit Swasta yang telah Saya pilih.

Pada Pukul 09.00 WIB Saya sampai dan mengantri pendaftaran hingga pukul 10.00 WIB karena pasien BPJS pada hari itu cukup banyak. Setelah selesai dengan pendaftaran, Saya menunggu kembali di Poli Kandungan selama 1 Jam, Total Saya menunggu dari pendaftaran di loket BPJS hingga dipanggil di Poli Kandungan (masuk dalam Kegiatan rawat jalan) selama 2 jam hal ini tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Nasional yaitu waktu tunggu di rawat jalan ≤ 60 menit (Kemenkes, 2008). Pada pukul 11.00 WIB giliran Saya untuk masuk dan menemui dokter. Dokter Obgyn yang ada di Poli adalah dokter yang tadi malam Saya temui dan Saya menjelaskan telah mengambil keputusan untuk operasi hari ini dan mulai berpuasa dari pukul 07.00 pagi kemudian dokter menjelaskan kepada Saya dan Suami mengenai prosedur operasi yang akan saya jalani serta memberikan semangat dan motivasi untuk tetap berdoa supaya semuanya berjalan lancar. Dokter telah melakukan patient centered care dengan 5 dimensi yaitu Menghormati pilihan dan penilaian pasien, memberikan Dukungan emosional, memberikan Kenyamanan fisik, memberikan Informasi dan edukasi dan Melibatkan keluarga. Ada 8 dimensi menurut Picker Institute bekerja sama dengan Harvard School of Medicine dalam Rosa (2018) selain 5 dimensi di atas ada dimensi Berkelanjutan dan transisi, Koordinasi Pelayanan dan Akses Pelayanan. Setelah itu Saya kembali menjalani cek darah atau cek laboratorium yang lebih lengkap dari Puskesmas dan kemudian segera di bawa ke ruangan VK (Verlos Kamara tau Kamar Bersalin).

Di ruang VK terjadi miss komunikasi antara petugas gizi dan perawat. Saya di beri minum teh hangat, padahal Saya sudah memulai puasa untuk menjalankan operasi hari ini. Para petugas belum melakukan patient centered care dimana belum adanya koordinasi pelayanan yang baik. Waktu itu Saya lupa bahwa Saya telah memulai puasa dan minum sedikit teh tersebut karena Saya lelah perjalanan dan lama menunggu antrean pendaftaran dan antrean poli kandungan. Lalu Saya teringat dan melakukan keterlibatan pasien (patient engagement) dengan menanyakan pada perawat bahwa Saya sudah mulai berpuasa tetapi saya lupa dan sedikit meminum teh hangat yang diberikan petugas gizi. Padahal sebaiknya menurut Sukarya, Baharuddin, & Yunizaf (2017) pasien harus melakukan persiapan puasa 6-8 jam sebelum tindakan operasi SC.

Setelah mandi dan berganti pakaian operasi saya menunggu kembali untuk jadwal operasi pada sore hari. Dokter dan perawat menjanjikan operasi akan dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB tetapi kenyataannya operasi baru dilaksanakan pada pukul 17.15 WIB tim dokter dan perawat tidak melakukan dimensi kenyamanan fisik dan memberikan informasi, memang ada pemberitahuan bahwa operasi akan terlambat dilaksanakan tetapi tidak ada kejelasan waktu dan alasan kenapa operasi bisa mundur tidak sesuai jadwal awal, walaupun mungkin dikarenakan ada pasien yang keadaan lebih gawat dari saya jadi dokter lebih memilih Operasi saya yang di undur karena keadaan saya tidak terlalu gawat, bayangkan jika keadaan saya gawat harus segera dioperasi namun masih menunggu tim dokter atau perawat yang belum hadir atau terlambat bisa dokter bedah, anastesi dan lainnya maka akan membahayakan nyawa Saya. Seharusnya saya sebagai pasien berhak mendapat informasi yang baik dan benar sehingga dapat mengurangi rasa kuatir yang akan memperngaruhi tingkat stress dan keadaan psikologis pasien saat akan menjalani operasi. Menurut penelitian Priyambodo (2016) sebanyak 12,3% respondennya Ibu Hamil yang akan melaksanakan Operasi SC tidak tepat waktu walaupun tidak terdapat outcome pasien ibu meninggal, namun pada outcome ditemukan 1 bayi meninggal dengan diagnosa fetal distress namun tidak ditemukan variabel yang signifikan terkait terjadinya bayi meninggal. Seperti perumpamaan yang saya sebutkan tadi jika tim dokter atau perawat ada belum hadir maka menurut penelitian ini memberikan saran pengaturan jadwal tim OK (Kamar Operasi) dan sertifikasi SDM menjadi hal yang penting dalam memperbaiki waktu tunggu operasi SC (Priyambodo, 2016). Sama halnya dengan penelitian Priyambodo (2016), penelitian Aweq, Ifantono, & Hakim (2017) menegaskan bahwa solusi permasalahan manajemen staf OK yaitu membuat SPO manajemen waktu staf OK sehingga dapat dapat menurunkan lama waktu tunggu operasi.

Daftar Pustaka

  • Aweq, F. L., Ifantono, N., & Hakim, L. (2017). Efektifitas Standar Prosedur Operasional Terhadap Penurunan Waktu Tunggu Operasi Elektif di Rumah Sakit Umum. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit, 6(2), 158–162. https://doi.org/10.18196/jmmr.6138
  • Kemenkes. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
  • Priyambodo, S. (2016). Mutu Klinis Penatalaksanaan Operasi Sectio Cesarea di RSIA Kasih Insani.
  • Rosa, E. M. (2018). Patient centered care di rumah sakit konsep dan implementasi.
  • Sukarya, W., Baharuddin, M., & Yunizaf. (2017). Sebuah Kajian Etik : Bolehkah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Melakukan Tindakan Sesar Berdasarkan Permintaan Pasien Tanpa Indikasi Obstektrik yang Nyata ? Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 1(1), 7–11. https://doi.org/10.26880/jeki.v1i1.3