Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Oleh: Aryo Ginanjar. KMPK/NIM.18/433438/PKU/17351

Pengalaman tentang waktu tunggu pelayanan rawat jalan di rumah sakit saya dapatkan saat mengantar bapak saya berobat rutin setiap bulan di poliklinik penyakit saraf di sebuah rumah sakit swasta di Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Bapak saya menderita penyakit stroke selama sekitar 5 tahun terakhir dan rutin setiap bulan melakukan kontrol untuk proses pemulihannya. Meskipun berdasarkan pengalaman kami pelayanan di rumah sakit tersebut dapat dikatakan lebih baik dibandingkan beberapa rumah sakit lainnya, namun kami tetap mengeluhkan adanya waktu tunggu yang lama untuk keseluruhan proses pelayanannya.

Prosedur pelayanan rawat jalan di rumah sakit tersebut secara keseluruhan tidak ada perbedaan baik untuk pasien umum (tanpa jaminan/asuransi) maupun untuk pasien JKN. Kami memanfaatkan layanan poliklinik rawat jalan sore hari karena dokter spesialis saraf di rumah sakit tersebut berpraktek di sore hari. Alur pelayanan dimulai pukul 13.00 saat dibukanya pendaftaran pasien, namun saya harus mulai mengantri kurang lebih satu atau dua jam sebelumnya bila ingin mendapatkan nomor antrian awal, karena rumah sakit tidak menyediakan layanan pendaftaran via telepon sehingga pasien atau keluarga harus mengantri di pendaftaran. Setelah mendaftar, sekitar pukul 14.00 petugas mulai memanggil satu persatu pasien untuk dilakukan pengukuran tekanan darah dan anamnesa awal, sedangkan dokter akan mulai memeriksa pasien pada pukul 15.00. Hal ini dirasa cukup merepotkan karena proses pemanggilan pasien oleh petugas poliklinik saraf dilakukan dua kali yaitu saat anamnesa awal dan saat akan diperiksa dokter. Petugas yang melakukanpun hanya ada 1 orang dan hanya ada 1 alat tensimeter sehingga dirasa semakin menambah durasi lama layanan. Saya sempat bertanya kepada petugas kenapa hal tersebut dilakukan dan petugas menjawab bahwa hal tersebut sudah menjadi prosedur dari layanan rawat jalan di rumah sakit tersebut. Selain itu petugas juga mengungkapkan bahwa perlu waktu yang cukup lama untuk menyiapkan dokumen rekam medis pasien lama (kontrol) sehingga hal tersebut juga dilakukan untuk mengisi waktu tunggu pasien untuk diperiksa dokter. Bila mendapatkan nomor awal, kami biasanya selesai diperiksa dokter sekitar pukul 16.00, kemudian dilanjutkan untuk pengambilan obat di instalasi farmasi. Proses dari memasukan resep hingga kami menerima obat biasanya berlangsung sekitar 1 jam sehingga sekitar pukul 17.00 kami telah selesai mendapatkan seluruh pelayanan yang diperlukan. Total keseluruhan waktu yang dibutuhkan dari mulai pendaftaran hingga akhir pelayanan adalah sekitar 4-5 jam, dan durasi waktu tersebut dirasa cukup lama terutama bagi pasien dengan kondisi fisik yang lemah sehingga seringkali menimbulkan keluhan kelelahan dan stres bagi pasien.

Pengalaman menunggu yang kami rasakan adalah pengalaman yang sebenarnya kurang menyenangkan meskipun hal tersebut mau tidak mau kami lewati untuk mendapatkan pelayanan. Menurut Valverde dalam Purwanto (2015), menunggu merupakan suatu interaksi pertama kali yang menghubungkan pelanggan dengan suatu proses layanan. Pelanggan seringkali merasakan bahwa menunggu suatu antrian membuat ketidaknyamanan dan frustasi (stres). Menunggu antrian yang lama menyebabkan persepsi negatif terhadap produksi, kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan (Purwanto et al., 2015).

Pengalaman waktu tunggu yang lama tersebut dirasakan berpengeruh terhadap kepuasaan dan kualitas dari pelayanan yang kami terima. Hasil penelitian Torry (2016) mengungkapkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh waktu tunggu yang dirasakan dan kecepatan pelayanan. Semakin lama waktu tunggu pasien maka kepuasan pasien akan semakin turun. Faktor lain lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas pelayanan rumah sakit yang menjadi dasar minat pasien memilih pelayanan kesehatan meliputi infrastruktur, kualitas petugas, perawatan klinis, prosedur administrasi, citra rumah sakit, tanggungjawab sosial rumah sakit, dan kepercayaan terhadap rumah sakit (Torry et al., 2016).

Faktor penyebab lamanya waktu tunggu yang kami rasakan di pelayanan rawat jalan sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa kurangnya petugas rawat jalan dan rekam medis, kurangnya sarana pendukung serta pendistribusian berkas rekam medik adalah yang paling banyak menjadi faktor penyebab lamanya waktu tunggu (Bustani et al., 2015). Hal tersebut menjadi keluhan bagi kami sebagai keluarga pasien maupun bagi pasien yang kami antar. Keluhan yang biasa dirasakan oleh pasien rawat jalan diantaranya waktu tunggu untuk periksa dokter, perilaku dan komunikasi petugas, ketersediaan berkas rekam medis, fasilitas penunjang di instalasi rawat jalan dan sistem antrian di poliklinik (Herjunianto and Dewanto, 2014). Keluhan tersebut sangat berpengaruh terhadap kepuasan yang kami rasakan. Hasil penelitian lain juga mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien selain waktu tunggu adalah keramahan petugas di poli rawat jalan, kerapian petugas, kejelasan infomasi yang diberikan petugas, keramahan dokter, kerapian dokter dan ketepatan pelayanan yang diberikan dokter (Putri et al., 2018).

Perlu dilakukan pembenahan dan intervensi sistem pelayanan di rumah sakit untuk menyadarkan pentingnya waktu tunggu pelayanan di poliklinik rawat jalan kaitannya dengan kualitas dan kepuasaan terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien. Pembenahan dapat dilakukan pada 4 dimensi mutu layanan yaitu dimensi tangibles seperti sarana pendukung, ketersediaan SDM dan prosedur pelayanan, dimensi responsiveness yaitu ketanggapan dan kesiapan petugas, dimensi assurance yaitu jaminan kepercayaan pasien terhadap layanan yang diberikan, serta dimensi emphaty yaitu sikap petugas yang ramah dan santun dalam memberikan pelayanan (Laeliyah and Subekti, 2017).

Referensi

  • Bustani, N.M., Rattu, A.J. and Saerang, J.S.M. (2015), “Analisis Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sulawesi Utara”, Jurnal E-Biomedik, Vol. 3, pp. 872–883.
  • Herjunianto and Dewanto, A. (2014), “Pengaruh Waktu Tunggu terhadap Wait Satisfaction Pasien di Instalasi Rawat Jalan RSAL dr . Ramelan”, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 12 No. 2, pp. 248–257.
  • Laeliyah, N. and Subekti, H. (2017), “Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Rawat Jalan RSUD Kabupaten Indramayu”, Jurnal Kesehatan Vokasional, Vol. 1 No. 2, pp. 102–112.
  • Purwanto, H., Hidayat, T., Studi, P., Manajemen, M., Sakit, R., Kedokteran, F., Brawijaya, U., et al. (2015), “Faktor Penyebab Waktu Tunggu Lama di Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Blambangan”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28 No. 2, pp. 159–162.
  • Putri, V.J., Firdaus and Adriansyah, A.A. (2018), “Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien BPJS Di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Ahmad Yani Surabaya”, Global Health Science Journal, Vol. 3 No. 4, pp. 387–393.
  • Torry, Koeswo, M. and Sujianto. (2016), “Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Kesehatan kaitannya dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Klinik penyakit dalam RSUD Dr . Iskak Tulungagung”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 29 No. 3, pp. 252–257.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM bekerjasama dengan LAFAI telah menyelenggarakan seminar berjudul “Regulasi Baru tentang Pencegahan Kecurangan JKN: Kapan Terbit? Bagaimana Kesiapan Sistem Pendukungnya?” pada tanggal 30 Mei 2019. Ada 33 peserta yang berasal dari fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan. Narasumber dari PKMK FKKMK UGM, KPK dan Sekretaris Jendral Kementrian Kesehatan yaitu Puti Aulia Rahma, drg.,MPH., CFE, Erlangga Dwiprasetyo, dan Heru Arnowo SH.,MH.

Puti Aulia Rahma menyampaikan sistem anti fraud berdasarkan best practice dari European commission dan Amerika Serikat, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Siklus program anti fraud direkomendasikan oleh European commission tahun 2013 berdasarkan hasil kajian kesehatan bahwa siklus program anti fraud dimulai dari membangun kesadaran, membangun alur pelaporan, melakukan deteksi, melakukan investigasi, menetapkan dan memberikan sanksi
  2. Setiap pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan berpotensi melakukan fraud
  3. Akses ke ilmu pengetahuan dapat menjadi media untuk membangun kesadaran, seperti upaya yang telah dilakukan oleh CMS yang telah menerbitkan buku saku bagi klinis dan leaflet tentang bahaya fraud sehingga memungkinkan jika indonesia akan menyusun buku serupa
  4. Harus ada wadah untuk melaporkan fraud, seperti pelaporan fraud terpadu yang dimiliki oleh inspektorat jendral AS. Setiap Faskes bisa saling melaporkan. Indonesia punya lapor.go.id namun tidak bisa menampung laporan criminal sementara fraud criminal sehingga perlu page lapor khsus seperti punya inspektorat jendral AS
  5. Sumber deteksi fraud dapat menggunakan rekam medis atau sarana pengaduan

Heru Arnowo menyampaikan draft permenkes terbaru sebagai pengganti permenkes 36 tahun 2015, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Pencegahan kecurangan bertujuan untuk prevention, deterrence, disruption, identification, dan civil action prosecution
  2. Prinsip sistem pencegahan kecurangan ada 4 yaitu penyusunan kebijakan dan pedoman, budaya pencegahan fraud, kendali mutu dan kendali biaya, dan pembentukan tim pencegahan dan kecurangan
  3. Implementasi pencegahan kecurangan dilakukan di peserta, BPJS Kesehatan, FKTP, FKRTL, fasilitas kesehatan lainnya, penyedia obat dan alkes, pemberi kerja, pemangku kepentingan lainnya
  4. Alur penyelesaian kecurangan dilakukan secara berjenjang, mulai dari Faskes/BPJS Kesehatan/pemberi kerja/peserta ke kabupaten, provinsi sampai tingkat pusat/instansi pembina

Erlangga Dwisaputro menyampaikan tentang sanksi bagi pelaku kecurangan, adapun poin-poin yang disampaikan:

  1. Alur penyelesaian fraud akan dilakukan secara berjenjang, jika fraud tidak bisa tertangani di bagian bawah atau pada level Faskes/peserta/BPJSK/pemberi kerja maka secara langsung permasalahan fraud akan terekskalasi ke atas hingga pada level pusat
  2. Pada level pusat, fraud yang ditangani hanya fraud yang serius, yaitu:
    • Frekuensi dugaan kecurangan dilakukan berulang kali dengan frekuensi lebih dari 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) bulan;
    • Dugaan kecurangan terjadi di lebih dari 5 (lima) lokus berbeda dalam kurun waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) bulan;
    • Potensi nilai kerugian minimal sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar);
    • Tidak adanya tindak lanjut atas peringatan dan/atau sanksi yang dikenakan BPJS Kesehatan dan/atau Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu yang ditentukan dan telah diberikan peringatan; dan/atau
    • Dampak kehilangan reputasi atau timbulnya publisitas buruk di media nasional dan tuntutan hukum jika kecurangan dibiarkan.
  3. Kriteria pelanggaran dibagi menjadi kecurangan yang menimbulkan kerugian kurang dari Rp 50.000.000 (ringan), kerugian Rp 50.000.000- Rp 500.000.000 (sedang) dan lebih dari Rp 500.000.000 (berat).
  4. Ancaman sanksi diberikan pada tiap pelanggaran berupa:
    • sanksi teguran lisan untuk kategori pelanggaran ringan.
    • sanksi teguran tertulis untuk kategori pelanggaran ringan dan/atau pelanggaran sedang.
    • sanksi pengembalian kerugian akibat tindakan kecurangan kepada pihak yang dirugikan untuk kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan/atau pelanggaran berat.
    • sanksi tambahan denda administratif untuk kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan/atau pelanggaran berat.
    • sanksi tambahan pencabutan izin untuk kategori pelanggaran berat.
  5. Isi regulasi didasarkan pada hasil piloting
  6. Piloting dilakukan untuk menguji dan memperbaiki draft pedoman, memperbaiki sistem, memperbaiki regulasi JKN, dan sebagai rekomendasi memberikan sanksi
  7. Objek piloting dilakukan pada layanan katarak, pelayanan fisioterapi, data kredensialing, klaim non kapitasi,potensi perpindahan kepesertaan PBI yang tidak sesuai prosedur, dan potensi pembayaran norma kapitasi yang tidak sesuai dengan ketersediaan tenaga medis

Rekomendasi

  1. Kemenkes perlu menyusun PNPK sebagai standar pemberian layanan di Faskes
  2. Tenaga klinis aktif memberikan pelayanan sesuai dengan PPK yang telah sepakati bersama
  3. Faskes secara reguler melakukan Audik klinis dalam upaya mengukur mutu layanan yang diberikan kepada pasien
  4. BPJS Kesehatan secara reguler melakukan audit data klaim pada data-data yang anomali
  5. Akademisi/profesi membantu meningkatkan kemampuan personil tim anti fraud

 

 

bimt1

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM merupakan institusi yang fokus menyelenggarakan kegiatan-kegiatan terkait peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan di semua instansi kesehatan. Salah satunya, penyusunan rekam medis di FKTP. Ini penting karena pada:

“standar akreditasi FKTP di kriteria 8.4.2. bahwa petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan tanggungjawab pekerjaan. Maksud dan tujuannya adalah Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting”.

Bimtek ini telah kami selenggarakan pada bulan April 2019 dan akan kami selenggarakan secara reguler, sesuai dengan permintaan peserta. Peserta beragam, ada dari kabupaten Belitung dan Yogyakarta. Temuan dari beberapa peserta bahwa rekam medis masih ada dalam bentuk familiy folder dan dalam bentuk personal folder. Dalam standar akreditasi tidak disebutkan tentang hal ini, namun hanya disampaikan tentang isi-isi yang harus ada dalam rekam medis.

Bimtek dapat juga diselenggarakan dalam bentuk in house training, metode ini lebih banyak manfaat. Tim narasumber dan fasilitator berkunjung ke instansi, peserta yang mengikuti pelatihan maksimal 40 orang, dan instansi yang mengundang PKMK dapat mengajak instansi lain.

Penulis: Eva Tirtabayu Hasri (Penanggung jawab Bimtek  This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  0823-2433-2525)

BIMTEK

Optimalisasi Peran Tim Pencegahan Kecurangan JKN di Dinas Kesehatan, FKTP, dan Rumah sakit

Yogyakarta, 11 - 12 Desember 2019 Pukul 08.30 – 16.00 Wib

LEAFLET

 

  Topik ini menjawab masalah apa?

Tim Pencegahan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan ujung tombak dalam pembangunan dan implementasi sistem pencegahan kecurangan JKN di dinas kesehatan, FKTP, dan rumah sakit. Tugas yang harus dilakukan oleh tim ini diantaranya melakukan deteksi dini kecurangan JKN berdasar data klaim, menyosialisasikan kebijakan yang berorientasi kendali mutu dan biaya, mampu mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan klinik yang baik, melakukan monev, dan pelaporan program JKN. Untuk lebih optimal melaksanakan perannya, Namun, Tim Pencegahan Kecurangan JKN di tingkat Dinas Kesehatan, FKTP, dan rumah sakit masih belum memadai menjalankan perannya karena belum memiliki kompetensi yang memadai.

  Tujuan

Secara umum pelatihan ini bertujuan membantu meningkatkan kompetensi Tim Pencegahan Kecurangan dalam membangun sistem pencegahan kecurangan JKN. Secara khusus pelatihan ini bertujuan untuk:

  1. Menyegarkan kembali wawasan peserta mengenai bentuk-bentuk kecurangan JKN.
  2. Menyegarkan kembali wawasan peserta mengenai bentuk-bentuk umum program pencegahan kecurangan JKN.
  3. Memantapkan peserta dalam pembentukan tim pencegahan kecurangan JKN.
  4. Meningkatkan keterampilan peserta dalam deteksi potensi kecurangan dengan analisis data klaim & berkas rekam medis serta respon pasca deteksi.
  5. Meningkatkan keterampilan peserta dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan pelaksanaan program pencegahan kecurangan JKN.
  Narasumber

Narasumber dalam kegiatan ini adalah:

Puti Aulia Rahma, drg., MPH., CFE
Konsultan, Peneliti dan pengelola Community of Practice (CoP) Anti Fraud Layanan Kesehatan. Bergabung di Divisi Manajemen Mutu – PKMK FKKKMK UGM sejak 2010. Sejak 2014 fokus dalam edukasi, pengembangan instrumen dan regulasi, serta penelitian terkait pencegahan dan pengendalian fraud layanan kesehatan. Kegiatan pengedalian fraud layanan kesehatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, KPK, ACFE Indonesia, serta fasilitas-fasilitas kesehatan seluruh Indonesia. Narasumber pernah mengikuti konferensi anti fraud yang diselenggarakan oleh NHCAA di Amerika Serikat tahun 2014. Per 2018 mendapat sertifikasi sebagai Fraud Examiner dari Associated of Certified Fraud Examiner (ACFE) Amerika Serikat.

 

  Sasaran Peserta

Peserta yang dapat mengikuti kegiatan ini adalah Anda yang merupakan:

  1. Kepala Dinas Kesehatan.
  2. Kepala/ direktur FKTP dan rumah sakit.
  3. Staf Dinas Kesehatan, FKTP dan rumah sakit yang terkait program JKN.
  4. Ketua dan anggota Tim Pencegahan Kecurangan JKN di Dinas Kesehatan, FKTP, dan rumah sakit.
  5. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) daerah.
  Fasilitas

Fasilitas yang akan Anda dapatkan dalam pelatihan ini adalah:

  1. Seminar kit.
  2. Materi pelatihan dalam bentuk soft file.
  3. Sertifikat kepesertaan dalam bentuk cetak.

Kami mendukung kehidupan bumi yang lebih hijau dan sehat. Makanya, kami mengurangi pencetakan berbagai dokumen. Semua materi pelatihan akan kami kirim ke email Anda. Pastikan email Anda aktif dan storage email Anda cukup.

  Persiapan Peserta

Hal-hal berikut perlu Anda siapkan dan lakukan sebelum Anda mengikuti Bimtek:

  1. Notebook/ laptop untuk praktikum.
  2. Data-data untuk praktikum deteksi potensi fraud:
    1. Data klaim BPJS minimal 1 tahun terakhir (data dimasukkan ke dalam template yang disediakan panitia). Template harus sudah diisi sebelum pelatihan.
    2. 5 berkas rekam klaim, dengan kasus yang sama, yang akan dilihat potensi fraud-ya (misalnya (pilih salah satu kasus) Appendicitis Akut, Demam Typhoid, Demam Berdarah Dengue, Katarak, atau Tonsilitis).
    3. Pedoman Praktek Klinik (PPK) untuk kasus yang akan dilihat potensi fraud-nya (PPK disesuaikan dengan kasus yang dipilih pada poin b).

*Tanpa membawa perlengkapan, peserta tidak dapat praktikum.

Materi
  1. Konsep Fraud dalam Program JKN
  2. Fraud Risk Assessment
  3. Instrumen Fraud Risk Assessment
  4. Deteksi Potensi Kecurangan (Fraud) dalam Program JKN
  5. Deteksi Potensi Fraud dengan Data Klaim
  6. Isian Data Klaim
  7. Deteksi Potensi Fraud Menggunakan Rekam Medis
  8. Isian Rekam Medis
  9. Konsep Investigasi Kecurangan JKN di RS

 

  Biaya

Rp. 3.500.000/orang. 
Biaya pendaftaran dapat ditransfer melalui: Bank BNI UGM Yogyakarta No. Rekening 9888807172010997 atas nama UGM FKU PKMK Dana Kerjasama Penelitian Umum

  Kontak

Silakan hubungi kami bila Anda membutuhkan informasi lebih lanjut

Informasi Konten
Eva Tirtabayu Hasri, S.kep., MPH | 0823-2433-2525   |   This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.