Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Yusrianti. KMPK/NIM. 18/433588/PKU/17501

Pengalaman saya mengenai waktu tunggu di poliklinik Rumah Sakit terjadi pada bulan April yang lalu, saya berobat ke poliklinik di RS X, pada saat tiba di RS pukul 09.00 wib, saya mendapatkan nomer antrian 39. Ada tiga loket pendaftaran pasien, satu untuk melayani pasien baru, satu untuk pasien lama dari pasien BPJS dan umum, dan satu lagi loket pendaftaran khusus untuk kalangan RS sendiri, pasien hemodialisa dan pasien poli mata. Sedangkan loket pendaftaran untuk pasien umum dan BPJS tersebut jumlah pasien nya lumayan banyak. Saya menunggu hingga jam 11.30 wib baru dipanggil untuk melakukan pendaftaran. Setelah menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan untuk berobat, saya ke poliklinik.

Di poliklinik juga demikian, saya menunggu kembali selama satu jam. Setelah selesai diperiksa dan diberi resep obat saya bertanya ke petugas poliklinik mengenai lama waktu saya berobat. Padahal berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit terkait dengan waktu tunggu pasien di rawat jalan ≤ 60 menit(1). Petugas poliklinik berkata, “Jika ingin berobat harus daftar dahulu sehari sebelumnya supaya tidak terlalu lama mengantri di loket pendaftaran.” Bagaimana dengan pasien yang dari luar kota? Mereka tidak tahu mengenai hal ini, sudah datang jauh-jauh dalam keadaan sakit malah harus menunggu lama. Memang ada pemberitahuan mengenai pendaftaran lewat wa ditempel di meja pengambilan nomer pendaftaran, tapi tidak ada informasi atau pemberitahuan ke pasien dari bagian pendaftaran agar pasien bisa mendaftar lewat wa sehari sebelum berobat.

Waktu tunggu yang lama bagi pasien poliklinik akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan dan tingkat kepuasan pasien di Rumah Sakit. Jika hal ini terjadi terus menerus mengakibatkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit (2,3).

Di loket pendaftaran untuk pasien baru di RS X tadi, saya diberikan inform consent untuk ditandatangani pasien oleh petugas loket pendaftaran, petugas meminta saya menandatangani informed consent tersebut, petugas memberikan informasi yang minimalis mengenai informed consent. Petugas hanya meminta saya untuk mengisi data dan menandatangani informed consent tersebut tanpa menjelaskan apa kegunaan informed consent tersebut bagi saya. Setelah saya baca dan menyetujui isi dari informed consent tersebut, saya menandatanganinya.

Lesson learn yang bisa saya ambil dari pengalaman saya mengenai waktu tunggu di poliklinik Rumah Sakit dan ketepatan waktu dalam pelayanan kesehatan adalah;

  • Sebaiknya loket pendaftaran untuk pasien ditambah, guna mengurangi waktu tunggu yang lama bagi pasien.
  • Sebagai petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan hendaknya memberikan informasi yang lengkap dan akurat. Sebaiknya petugas kesehatan dalam melayani masyarakat harus menjelaskan mengenai informed consent dan kegunaan nya pada pasien. Bahwa dalam prosedur pelaksanaan pemberian informasi pada informed consent terdapat tujuan dari informed consent supaya pasien mendapat informasi yang cukup untuk mengambil keputusan atas tindakan yang akan dilaksanakan terhadap dirinya(4). Dan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang mengatur mengenai Informed Consent bahwa Informed consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut(5).

Referensi

  1. Menteri Kesehatan RI. Menteri Kesehatan RI no 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 2008. p. 1–55.
  2. Torry, Koeswo M, Sujianto D. Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Kesehatan kaitannya dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Klinik penyakit dalam RSUD Dr . Iskak Tulungagung. J Kedokt Brawijaya. 2016;29(3):252–7.
  3. Almomani I, AlSarheed A. Enhancing outpatient clinics management software by reducing patients’ waiting time. J Infect Public Health [Internet]. 2016;9(6):734–43. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jiph.2016.09.005 
  4. Octaria H, Trisna WV. Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Kelengkapan Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang ( RSUD Bangkinang ). J Kesehat Komunitas. 2016;3(2):59–64.
  5. Kemenkes RI. Permenkes 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran [Internet]. 2008. p. 1–10. Available from: http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-290-tahun-2014-tentang-persetujuan-tindakan-kedokteran.pdf 

Bimbingan Teknis
Penyusunan Rekam Medis di FKTP

Yogyakarta, 1 - 2 April 2019

REPORTASE

  Topik Ini Menjawab Masalah Apa?

Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) diharuskan untuk mempunyai rekam medis, hal ini tertuang pada Bab VIII Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK). Standar 8.4 menyebutkan bahwa Kebutuhan data dan informasi asuhan bagi petugas kesehatan, pengelola sarana, dan pihak terkait di luar organisasi dapat dipenuhi melalui proses yang baku. Berdasarkan standar, FKTP harus mempunyai rekam medis.

Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien keberlajutan, maka perlu tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta dijaga selalu diperbaharui (up to date). Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) harus menyusun rekam medis sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh komisi akreditasi FKTP. Untuk itu, FKTP perlu mengikuti pelatihan “penyusunan rekam medis FKTP” untuk memenuhi standar akreditasi dan meningkatkan mutu layanan yang diberikan kepada masyarakat.

   Apa Saja yang Dibahas?

Materi yang dibahas dalam Bimtek ini adalah:

  1. Menyusun Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
  2. Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
  3. Pemilihan, Pengumpulan, Analisis, dan Validasi Data Indikator Mutu.
  4. Pelaporan dan Analisis Insiden Keselamatan Pasien.
  5. Pencapaian dan Mempertahankan Perbaikan.
  6. Manajemen Risiko.

  Manfaat Apa yang Anda Dapatkan?

  1. Potensi fraud
  2. Pengelolaan rekam medis di FKTP
  3. Template RM Ranap
  4. Template RM Rajal

  Sasaran Peserta

Peserta pelatihan adalah tenaga kesehatan background rekam medis ataupun yang bekerja sebagai rekam medis di FKTP.

  Narasumber

  1. dr. Endang Suparniati M.Kes
  2. Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH
  3. Puskesmas

  Biaya

Rp. 3.500.000/ orang. Biaya pendaftaran dapat ditransfer melalui: Bank BNI UGM Yogyakarta No. Rekening 9888807172010997 atas nama UGM FKU PKMK Dana Kerjasama Penelitian Umum.

  Kontak

Silakan hubungi kami bila Anda membutuhkan informasi lebih lanjut

Informasi Konten

Eva Tirtabayu Hasri, S.Kep, MPH
No. HP  082324332525   |   This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

 

 

Irma Fitrilia-KMPK 18/433484/PKU/17396

Pengalaman terkait dengan waktu tunggu yang ada di Rumah Sakit saya dapatkan ketika mengantarkan ayah saya untuk berobat rutin di salah satu Rumah Sakit yang ada di Malaysia pada awal bulan februari tahun 2019 lalu. Ayah saya sudah menjalani pengobatan secara ruti di Rumah Sakit tersebut sejak tahun 2011 hingga saat ini dimana penyakit yang diderita oleh ayah saya adalah jantung koroner yang sebelumnya telah dilakukan operasi by pass jantung. Pengalaman yang kami dapat termasuk kedalam pengalam yang baik berkaitan dengan waktu tunggu yang tidak terlalu lama untuk pemeriksaan rawat jalan.

Pendaftaran untuk pemeriksaan sama seperti dengan Rumah Sakit pada umumnya yaitu dengan mengambil nomor antrian terlebih dahulu. Kami datang ke rumah sakit sekitar pukul 07.00 pagi dan kemudian dipanggil sekitar 10 menit kemudian oleh bagian petugas administrasi. Ketika melakukan pendaftaran untuk pemeriksaan, ayah saya sudah diberikan pengantar dari dokter jantung yang ada disana saat terakhir berobat yang didalamnya sudah ada keterangan untuk melakukan puasa selama 8 jam untuk pengambilan sampel darah, urin dan pemeriksaan foto rontgen. Karena sebelumnya sudah diberikan pengantar terkait dengan pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan dan akan bertemu dengan dokter jantung maka pembayaran dilakukan diawal setelah mendapatkan nomor antrian. Dibagian administrasi ada 6 loket pembayaran dan ruang tunggu yang nyaman dan juga disediakan air mineral. Setelah melakukan pembayaran kami menuju lab untuk pengambilan darah dan urin serta foto rontgen. Antrian untuk pengambilan urin, darah dan foto rontgen tidaklah lama hanya sekitar 10 menit karena disana terdapat 4 petugas maka antrian tidak terlalu lama yang kemudian hasil rontgen bisa kita dapatkan 30 menit setelahnya dan 1 jam untuk lab. Sebelumnya petugas lab sudah memberi tahu bahwasanya hasil akan keluar 30 menit untuk foto rontgen dan 30 menit kemudian hasil sudah diberikan kepada kami.

Ketika hasil rontgen sudah kita dapatkan waktu itu kami sekitar pukul 07.50 selanjutnya kami menuju ruangan dokter dan menyerahkan hasil rontgen kepada perawat disana sedangkan untuk hasil lab karena harus menunggu sekitar 1 jam maka petugas lah yang menghantarkan kepada dokter yang bersangkutan. Jadwal praktek dokter jantung dimulai pukul 09.00 dan kami dipanggil sekitar pukul 09.10 menit berarti menunggu 1 jam lebih 20 menit. Kami tidak melakukan pendaftaran secara online sebelumnya dan karena ruangan tunggu sangat nyaman maka 1 jam lebih 20 menit tidak terasa lama ditambah lagi dokter datang tepat waktu sesuai dengan jadwal praktek. Setelah menunggu dan kemudian dipanggil untuk bertemu dengan dokter jantung dengan membawa hasil lab dan foto rontgen serta sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan awal oleh perawat meliputi pemeriksaan berat badan, tekanan darah dan menanyakan keluhan. Selesai pemeriksaan kami tidak pergi ke apotek untuk mengambil obat karena perawat yang ada yang menghantarkan resep obat sehingga kita tidak perlu antri dan menunggu lama di apotik. Dokter yang ada di rumah sakit tersebut memiliki ruangan yang cukup besar yang terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian administrasi, ruangan untuk obat dan juga ruangan pemeriksaan. Kami hanya perlu menunggu sekitar 15 menit untuk mendapatkan obat yang hantarkan langsung oleh petugas yang ada disana dan kami tidak perlu berpindah tempat untuk mengantri obat di apotek, lalu kemudian membayar biaya obat karena pembayaran pemeriksaan sudah dilakukan di awal. Kami selesai melakukan pemeriksaan sekitar pukul 10.00 berarti kami menghabiskan waktu 3 jam untuk pemeriksaan yang termasuk lab, foto rontgen, mendapatkan obat dan ini bukanlah waktu yang lama dengan serangkaian pemeriksaan tersebut.

saya dan ayah saya sebagai konsumen dari rumah sakit tersebut merasa nyaman karena semua alur jelas, ketepatan waktu sangat diperhatikan, prosedur sangat mudah sehingga memberikan kesan baik kepada kami. Rumah sakit memberikan garansi ketepatan waktu karena seperti hasil rontgen, petugas menjelaskan bahwasannya hasil akan keluar 30 menit lagi, dan setelahnya hasil rontgen sudah ada 30 menit kemudian setelah pemeriksaan dilakukan. Berdasarkan pengalaman yang ada kita belajar bahwasanya waktu tunggu di rumah sakit akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kepuasan pasien. seperti penelitian yang dilakukan oleh Laelilay dan Subekti (2019) bahwasanya ada kecenderungan lamanya waktu tunggu pasien rawat jalan akan membuat pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan di rawat jalan begitu pula sebaliknya, sehingga jika waktu tunggu terlalu lama maka perlu ada perbaikan oleh pihak manajemen rumah sakit (Laeliyah and Subekti, 2019).

Waktu tunggu pelayanan akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien, pengalam waktu tunggu yang tidak terlalu lama menjadikan pasien merasa puas. Kepuasan pasien untuk dimensi reliability kaitannya kemampuan memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh pihak rumah sakit akan meningkatkan kepuasan pasien (Supartiningsih, 2017). seperti halnya ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium petugas menjanjikan bahwasannya hasil pemeriksaan akan keluar 30 menit lagi dan 30 menit kemudian hasil sudah bisa diambil, berarti dalam hal ini petugas sudah sangat memperhatikan dimensi reliability. Ketepatan waktu juga dirasakan dimana dokter datang sesuai dengan jadwal praktek yang tertera sehingga ada unsur kepastian dalam hal ini.

Banyak yang terjadi di berbagai rumah sakit yaitu terjadinya antrian pada instalasi farmasi untuk menebus obat karena umumnya apotek di rumah sakit hanya ada 1. Berdasarkan yang ada di salah satu rumah sakit di malaysia mereka untuk dokter jantung sendiri memiliki petugas dan ruangan layaknya apotek sehingga pasien setelah melakukan pemeriksaan tidak perlu lagi antri di apotek dan pembayaran juga dilakukan di ruangan yang tidak jauh dari ruang dokter sehingga memberikan kenyamanan kepada pasien. perbaikan terhadap waktu tunggu kefarmasian akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien, melakukan perbaikan terkait dengan waktu tunggu pelayanan kefarmasian maka kepuasan pasien akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum dilakukan perbaikan (Hakim and Irbantoro, 2015).

Referensi

  • Hakim, L. and Irbantoro, D. (2015) ‘Penurunan Waktu Tunggu Pelayanan Obat Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Baptis Batu Waiting Time Shortening on Outpatient Medicine Services at Pharmacy Departement of Baptis Hospital Batu’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), pp. 163–168.
  • Laeliyah, N. and Subekti, H. (2019) ‘Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Rawat Jalan RSUD Kabupaten Indramayu’, Jurnal Kesehatan Vokasional, 1(2), pp. 102–112.
  • Supartiningsih, S. (2017) ‘Kualitas Pelayanan an Kepuasan Pasien Rumah Sakit : Kasus Pada Pasien Rawat Jalan’, Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen RUMAH sAKIT, 6(1), pp. 9–15. doi: 10.18196/jmmr.6122.Kualitas.

 

BIMTEK

Penyusunan, Pengelolaan dan Audit Rekam Medis Secara Online

13 - 14 Juli 2020

 

  Topik ini membahas Masalah apa?

Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) diharuskan untuk mempunyai rekam medis, hal ini tertuang pada Bab VIII Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK). Standar 8.4 menyebutkan bahwa Kebutuhan data dan informasi asuhan bagi petugas kesehatan, pengelola sarana, dan pihak terkait di luar organisasi dapat dipenuhi melalui proses yang baku. Berdasarkan standar, FKTP harus mempunyai rekam medis.

Pada standar akreditasi FKTP di kriteria 8.4.2. bahwa petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan tanggungjawab pekerjaan. Maksud dan tujuannya adalah Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting.

  Manfaat apa yang anda dapatkan?
  • Ilmu tentang peningkatan mutu rekam medis
  • Ilmu tentang standar rekam medis sesuai akreditasi
  • Ilmu tentang teknis penyusunan dokumen terkait standar akreditasi FKTP
  • Ilmu tentang Standarisasi kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, symbol, dan istilah
  • Ilmu tentang Prosedur akses petugas terhadap informasi medis
  • Ilmu tentang Metoda pengambilan, penyimpanan, dan retensi rekam medis
  • Ilmu tentang Teknis Penilaian dan tindak lanjut kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis
  • Ilmu tentang potensi fraud layanan kesehatan di FKTP
  Apa yang dibahas?
  1. Konsep Rekam Medis berdasarkan standar akreditasi FKTP
  2. Teknis penyusunan dokumen terkait standar akreditasi FKTP
  3. Teknis Standarisasi kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, symbol, dan istilah
  4. Teknis Prosedur akses petugas terhadap informasi medis
  5. Teknis Metoda pengambilan, penyimpanan, dan retensi rekam medis
  6. Teknis Penilaian dan tindak lanjut kelengkapan dan ketepatan isi rekam medis
  7. Teknis Audit klinis
  8. Potensi fraud layanan kesehatan di FKTP
  Sasaran Peserta
  1. Rekam Medis
  2. Komite medis dan keperawatan
  3. Tim mutu PKM
  4. Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
  5. Peneliti
  6. Dosen
  7. Mahasiswa
  Fasilitator

Fasilitator berasal dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.

saumadr. Sauma Nurlina Amalia

  • Dokter umum Gadjah Mada Medical Center (GMC) UGM
  • Project Manager Sistem Informasi Klinik (Rekam medis elektronik) GMC UGM

 

Eva Tirtabayu Hasri, S.Kep.,MPH

  • Peneliti di Divisi Manajemen Mutu Pusat Kebijakan dan Manajamen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM
  • Konsultan Manajemen Kesehatan di IKKESINDO
  • Founder Community of Practice (CoP) Manajemen Mutu Keperawatan

Andriani Yulianti, MPH

  • Peneliti di Divisi Manajemen Mutu Pusat Kebijakan dan Manajamen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM
  • Konsultan Manajemen Kesehatan di IKKESINDO
  • Founder Community of Practice (CoP) Inovasi Kesehatan Ibu dan Anak

 

  Persiapan Peserta

Peserta diharapkan membawa dokumen:

  1. Perwakilan faskes membawa 1 laptop
  2. Membawa 5 berkas rekam medis dengan diagnosa yang sama, misal Appendisitis
  3. Membawa 1 Panduan Praktik Klinis/SOP sesuai dengan diagnosa rekam medis yang dibawa
  Biaya

Biaya pelatihan sebesar Rp. 900.000,-

  Narahubung & Koordinator Pelaksana

Eva Tirtabayu Hasri S.Kep, MPH
No. Telp  082324332525   
Email  This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.