Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Oleh : Sri Harini , SIMKES, NIM.18/433566/PKU/17479

Saya mendapatkan pengalaman tentang waktu tunggu pasien rawat jalan pada saat mengantar saudara saya melakukan pemeriksaan ke poli jantung RS X di Yogyakarta dengan membawa rujukan dari RSUD Pacitan tanggal 16 Oktober 2018. Karena sudah mendapat info tentang alur pendaftaran pasien baru dari RS X tersebut melalui RSUD Pacitan, kami mengambil nomor antrian pada pukul 05.00 WIB dan mendapat nomor antrian 01. Mungkin bagi kami yang kebetulan sudah mendapat info tentang jam mulai pengambilan nomor hal ini memudahkan akan memudahkan alur pelayanan, tetapi mungkin bagi pasien yang belum mengetahui maka mereka akan datang diatas jam 05.00 dan kemungkinan akan mendapat nomer antrian banyak. Komunikasi dan informasi yang jelas dari pihak rumah sakit kepada masyarakat atau stakeholder menjadi faktor yang sangat menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam memberikan pelayanan informasi kepada stakeholder maka humas harus melakukan berbagai macam kegiatan sebagai strategi untuk mencapai tujuan dari rumah sakit agar mendapat citra yang baik dari masyarakat. (Wahyanto, 2012)

Selanjutnya pada pukul 08.00 setelah pintu layanan dibuka kami dipanggil untuk melakukan registrasi pasien baru dengan ,mengumpulkan berkas rujukan dari RSUD pacitan. Registrasi membutuhkan waktu sekitar 30 menit, kemudian kami dipanggil untuk menuju lantai 3 ke poli jantung. Karena poli jantung menerima layanan pemeriksaan pasien bpjs sekitar pukul 09.00, kami menunggu antrian untuk diperiksa sekitar 30 menit. Tepat pukul 09.00 saat layanan poli dibuka saudara saya dipanggil sebagai pasien pertama untuk diperiksa di poli jantung. Sebelum pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter spesialis jantung pasien diperiksa tekanan darah oleh perawat poli. Lama waktu yang digunakan untuk pemeriksaan tensi sampai dengan dokter mulai memeriksa sekitar 15 menit. Dokter mulai memeriksa pasien sekitar pukul 09.15, sedang lama waktu yang digunakan dokter untuk memeriksa pasien sekitar 1 jam sehingga pemeriksaan dokter berakhir pukul 10.15 wib. Pada akhir pemeriksaan dokter memberi rekomendasikan pasien untuk melakukan echo. Saya bertanya kepada dokter apakah pendaftaran echo bisa dilakukan secara langsung dari poli jantung? Dokter menjawab sementara ini pendaftaran echo masih harus dilakukan secara langsung oleh pasien ke bagian echo dengan sitem manual karena SIMRS belum terintegrasi antara poli jantung dengan tempat rujukan internal (echo, treadmild dll). Karena lokasi echo terpisah dengan poli jantung, kami harus berjalan agak jauh sekitar 20 menit. Selanjutnya kami mendaftar kebagian echo dan mendapat jadwal untuk melakukan echo seminggu setelah pemeriksaan pertama yaitu tanggal 23 Oktober 2018. Proses pendaftaran sampai dengan pemberian jadwal sekitar 15 menit, sehingga secara keseluruhan pemeriksaan hari pertama berakhir pada pukul 10.50 WIB.

Pengalaman yang saya rasakan menunggu di poli jantung, sebagai keluarga pasien, kami sangat puas dan nyaman karena rumah sakit memberikan pelayanan dengan segera dengan alur yang jelas. Salah satu motivasi penting yang mempengaruhi konsumen untuk mau membeli suatu produk baik barang maupun layanan adalah waktu yang singkat dan kenyamanan dalam mendapatkannya, bukan semata-mata kualitas produk itu sendiri. (Dewanto, 2014).

Seminggu setelah pemeriksaan pertama, sesuai dengan jadwal dari bagian echo kami datang kembali pada tanggal 23 Oktober 2018 tepat pukul 08.00. Pada pemeriksaan kali ini kami mendapatkan pengalaman yang berbeda dari sebelumnya dimana kami tidak diberitahu kami mendapat antrian keberapa sehingga kami menunggu panggilan dengan waktu yang tidak pasti. Selama waktu tunggu tersebut terlihat kegelisahan dari pasien maupun kami yang mengantarkan karena tidak adanya kejelasan waktu periksa dan baru ukul 11.00 saudara saya mendapat panggilan. Waktu tunggu pasien merupakan salah satu komponen yang potensial menyebabkan ketidakpuasan. Lama waktu tunggu pasien mencerminkan bagaimana RS mengelola komponen pelayanan yang disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien. (Bustani, Rattu, & Saerang, 2015)

Secara keseluruhan dari sisi pelayanan, dokter dan perawat menangani pasien dengan sangat baik, ramah dan profesional, selain memeriksa pasien dengan SOP medis, dokter juga memeriksa pasien dengan komunikasi dua arah yang membuat pasien menjadi nyaman. Hal ini sesuai dengan penelitian supartiningsih yaitu mutu pelayanan yang baik tidak hanya diukur dari kemewahan fasilitas, kelengkapan teknologi dan penampilan fisik akan tetapi dari sikap dan perilaku karyawan harus mencerminkan profesionalisme dan mempunyai komitmen tinggi. (Putri, Veronica Juniarti, Firdaus Firdaus, 2017)

Dari pengalaman yang kami sampaikan diatas ada beberapa rekomendasi yang bisa kami berikan kepada pihak rumah sakit dalam rangka perbaikan kualitas mutu layanan yaitu rumah sakit perlu mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang terintegrasi. Hal ini merupakan solusi bagi pasien yang mendapat rujukan internal misal dari poli jantung ke bagian echo sehingga pasien tidak perlu mendaftar ke bagian tersebut dengan memakan waktu yang lama karena lokasi yang jauh. Apabila dokter telah menggunakan elektronik medical record dan terintegrasi dengan bagian lain maka poli jantung bisa mendaftarkan pasien secara langsung ke bagian echo secara elektronik. Institusi rumah sakit selalu mendapat tekanan untuk dapat memperbaiki pelayanan medis, mengurangi kesalahan medis, penyediakan akses informasi yang tepat waktu, dan pada saat yang sama harus bisa memonitor aktifitas pelayanan serta mengendalikan biaya operasional. Untuk dapat memenuhi tuntutan ini, rumah sakit harus memiliki sistem informasi manajemen (SIM) terintegrasi yang bisa sharing informasi real-time, tepat dan akurat. (Harsono, 2015).

Rekomendasi kedua rumah sakit perlu pembenahan pada sistem antrian (bagian echo). Rumah sakit perlu memberikan infromasi yang jelas kepada pasien pada saat medaftar mengenai nomor antrian keberapa dengan estimasi waktu sebaiknya pasien datang pada pukul berapa. Pelanggan menganggap bahwa menunggu dalam antrian untuk mendapatkan produk merupakan sesuatu yang mahal, membuat stress dan frustasi. Menunggu untuk suatu layanan dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas layanan dan produk itu sendiri. (Dewanto, 2014)

Referensi :

  1. Bustani, N. M., Rattu, A. J., & Saerang, J. S. M. (2015). ANALISIS LAMA WAKTU TUNGGU PELAYANAN PASIEN RAWAT PROPINSI SULAWESI UTARA, 3.
  2. Dewanto, A. (2014). Pengaruh Waktu Tunggu terhadap Wait Satisfaction Pasien di Instalasi Rawat Jalan RSAL dr . Ramelan, 12.
  3. Harsono, A. (2015). Analisis Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (SIM-RSUD) Terintegrasi Di Provinsi Kalimantan Barat, 11–22.
  4. Putri, Veronica Juniarti, Firdaus Firdaus, and A. A. A. (2017). Hubungan Waktu Tungu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien BPJS di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Ahmad Yani Surabaya, 3(4), 387–393.
  5. Wahyanto, S. (2012). Pelaksanaan Fungsi Humas RSUD Kota Semarang dalam membentuk citra di kalangan pasien dan masyarakat sekitar . Surakarta, 1–46.

Penulis : Sajimin /18/433558/PKU/17471

Pertama kali melakukan pendaftaran di loket BPJS rumah sakit, datang sekitar jam 8.30, dimana kondisi antrian sudah begitu panjang. Ternyata dalam antrian juga terdapat orang yang sedang memiliki agenda lainnya, sehingga pada jam 09.00 ia keluar dari antrian. Sebelum keluar memanggil saya dan memberikan kartu antriannya. Banyak orang-orang baik disekitar kita, ini bisa menjadi refleksi bagi diri dan keluarga, dengan hal-hal kecil dan sederhana bisa dilakukan.

Banyak orang di sekitar kita, dalam penantian antrian seperti ini ada pelajaran bagi saya khususnya untuk belajar bersosialisasi dengan berbagai status social yang ada, pada kesempatan seperti ini bisa berdiskusi tentang berbagai hal. Akhirnya Jam 09.00 pendaftaran diloket mulai di proses beberapa menit selanjutnya dilanjutkan untuk pemeriksaan poli gigi. Sesampai di poli gigi, sudah ada beberapa orang yang sedang mengantri. Ternyata disini juga ada loket antrian, bagi pasien lama perlu menyiapkan rekam medik yang harus dibawa saat pemeriksaan.

Kembali menunggu di poli, 15 menit pertama belum di panggil, 30 menit belum di panggil, kemudian tanya pada petugas. Petugas memberikan penjelasan masih sterilisasi alat, penjelasan ini juga agak aneh pelayanan pertama belum ada sterilasasi alat seharus sudah dilakukan sebelumnya, meskipun kami tahu bahwa dokternya belum datang, akhirnya juga menunggu.

Tibalah giliran untuk pemeriksaan pada jam 10.15, pertama ditanyakan keluhannya, oleh dokter diberikan nasehat untuk rutin melakukan pemeriksaan gigi, kebanyakan pasien seperti ini periksa setelah merasa benar-benar sakit. Selanjutnya diperiksa pada kursi pemeriksaan, karena perlu dilakukan foto pada rahang bagian untuk mendukung pemeriksaan.

Proses berikutnya foto ada rahang bagian belakang, pemotretan dilakukan pada ruang terpisah. Setelah diperoleh hasil maka dilanjutkan konsultasi bahwa giginya harus dicabut karena posisi gigi mendorong gigi yang lainnya. Untuk melakukan pencabutan kondisi gigi harus sehat,karena saat tersebut terasa ngilu,yang dilakukan penambalan sementara dan resep obat. Kemudian dijadwalkan seminggu ke depan dilakukan operasi pencabutan gigi.

Layanan dokter yang saya dapatkan memuaskan, terlebih saat ini ada aplikasi JKN sehingga pasien bisa melihat rekam mediknya sendiri. Tetapi ternyata pencatatan dilakukan secara manual terlebih dulu, sehingga semua data akan kembali disimpan pada rak-rak rekam medik. Rumah Sakit sebesar dan sudah tipe B Pendidikan belum melakukan rekam medik elektronik, sehingga saat pasien berkunjung berkutnya dipastikan akan menunggu karena ruang penyimpan rekam medik juga terpisah.

Meskipun masa-masa menunggu sangat tidak nyaman. Sejak datang hingga selesai layanan memerlukan waktu 2 jam, saya lupa berapa lamanya untuk proses pemeriksaan. Antrian obat di Apotik yang bisa mencapai 1-2 jam. Ternyata waktu yang diperlukan pasien sekali berobat bisa mencapai waktu 4 jam.

Setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan, maka pasien kembalikan rekammedis di loket poli dan membawa resep. Kemudian disini dijelaskan bahwa untuk pemeriksaan berikutnya dapa menggunakan pendaftaran melalui layanan sms, pendaftaran dilakukan sehari sebelumnya dengan maksimal pendaftaran sebelum pukul 15.00. Melalui mekanisme ini dapat mengurangi bertumpuknya antrian loket umum, tetapi kenyataannya antrian juga masih banyak. Pendaftaran melalui jalur sms disediakan loket khusus, dan pendaftarannya cukup cepat.

Apalagi pendaftaran ini jika bisa dihubungkan dengan system informasi rumah sakit, maka tidak perlu ada antrian loket di poli. Jika diamati dari infrastruktur dan tenaga sebetulnya hal ini bisa dilaksanakan, tetapi sebagai pasien tidak dapat melihat kebijakan dalam rumah sakit. Harapan semua pasien tentunya antrian dan waktu yang digunakan untuk pemeriksaan tidak terlalu lama.

Semoga hal seperti dapat diperbaiki, sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Dari rekaman peristiwa seperti ini tentunya dapat dijadikan pembelajaran (lesson learnt) bagi rumah sakit atau pasien.

Oleh : Raihan /18/433534/PKU/17447/ Minat SIMKES

Pertengahan bulan Maret tahun 2019, teman saya membawa saudaranya untuk berobat ke Rumah Sakit tipe C di Kabupaten X. Pada saat tiba dirumah sakit sekitar jam 8.40, kawan tersebut antri diloket dengan pasien lainnya untuk melakukan pendaftaran. Proses pendaftaran memakan waktu cukup lama karena loket pendaftaran hanya ada tiga, 1 Loket untuk pasien umum dan 2 Loket untuk pasien BPJS dengan jumlah pasien yang mengantri cukup banyak. Hal ini tentunya membuat pasien dan keluarga pasien tidak nyaman ditambah lagi dengan ruang tunggu yang tidak nyaman dan panas. Kurang lebih sekitar jam 10 baru dipanggil dan kemudian mengantri ke poli yang dituju, saat mendapat giliran pemeriksaan oleh dokter, kondisi pasien sudah sangat lemas dan dokter menyarankan untuk dilakukan rawat inap.

Kemudian pasien dibawa ke ruang rawat inap Rumah Sakit dengan fasilitas yang diberikan Rumah Sakit yang menurut kawan saya belum maksimal, Mulai dari pendingin ruangan yangg tidak berfungsi dengan baik, kamar mandi yang airnya kotor dan pintunya rusak tentu membuat pasien dan keluarga menjadi sangat tidak nyaman. Pelayanan kesehatan yang bermutu menjadi kebutuhan dasar bagi setiap orang, Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan harus berupaya untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan mutu agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (Hidayat, 2009).

Selama beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Kabupaten X, pelayanan yang diberikan tidak memuaskan, makanan yang diberikan untuk pasien menunya juga sama dari pagi sampai sore selama beberapa hari berturut-turut. Belum lagi jika ada keluhan dari pasien, misalnya selang infus macet, pasien merasa demam dan menggigil, tapi perawat yang menjaga malah menyuruh kepada siswa magang untuk mengecek tanpa adanya pengawasan dan pembinaan dari perawat senior. Dokter yang menangani pasien juga tidak memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien dengan baik. Saat pasien mengatakan keluhan, pihak keluarga merasa dokter terkesan tidak terlalu memperdulikan, dokter hanya bilang “itu karna efek dari obat yang diminum”. Selama berada di Rumah Sakit pasien tidak ada nafsu makan sama sekali, bahkan untuk minum pun pasien merasa sangat mual. Akhirnya keluarga yang merasa pasien semakin lemah dan tidak menunjukkan perubahan meminta dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi.

Di Rumah Sakit Provinsi, pelayanan yang diberikan sangat memuaskan, setelah beberapa hari dirawat kondisi pasien semakin membaik, pasien sudah mulai mau makan, dokter dan perawat sangat ramah terhadap pasien maupun kepada keluarga pasien. Saat melakukan visit dokter menjelaskan dengan baik akan kondisi pasien. Ahli gizi setiap hari masuk ke ruangan pasien untuk menanyakan menu makan yang diinginkan, dan boleh di ganti jika pasien sudah mulai merasa bosan. Semuanya terasa lebih baik setelah pasien di rujuk ke Rumah Sakit Provinsi. Untuk mendapatkan keberhasilan dalam pelayanan dan keselamatan bagi pasien, diperlukan tenaga medis yang terampil, sarana prasarana yang mendukung dan dilakukan monitoring serta evaluasi secara berkala (Gulo, Adventy Riang Bevy, Saragih, 2018).

Selama seminggu pasien dirawat, kondisinya sudah kelihatan bugar dan pasien sudah diperboleh pulang dengan tetap melakukan kontrol ke Rumah Sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Metner pada tahun 1970, mengatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan yang dipandang penting bagi pasien yaitu; (1). Efisiensi pelayanan kesehatan; (2). Perhatian dokter/tenaga kesehatan, dan (3). Kenyamanan yang dirasakan pasien. Kesembuhan yang didapat oleh pasien bukan hanya semata-mata dari obat yang dikonsumsi, akan tetapi segi pelayanan kesehatan yang lainnya seperti sikap ramah tamah dan rasa empathy tenaga kesehatan yang diberikan kepada pasien.

REFERENSI

  • Gulo, Adventy Riang Bevy, Saragih, M. (2018) ‘HUBUNGAN FUNGSI MANAJEMEN KEPALA RUANG DENGAN PENERAPAN PATIENT SAFETY DI RSUD. Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN’, 1(2).
  • Hidayat, A. A. A. (2009) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Oleh : Yosalli /18/433583/PKU/17496 , PEMINATAN KP-MAK

Pada tahun 2018 lalu sekitar akhir bulan juli, adik sepupu saya megalami kecelakaan lalu lintas di daerah Jalan Lingkar Utara, Yogyakarta. Kejadian itu ketika dia sedang dalam perjalanan menuju kampusnya untuk mengikuti perkuliahan, belum sampai di kampus, sebuah mobil pick up tiba-tiba keluar dari salah satu gang di daerah tersebut, nasib buruk menimpanya, kecelakaan pun tidak bisa dihindarinya, sepeda motor yang dikendarainya menabrak mobil tersebut, dia terlempar dari motor dan mengalami benturan di daerah pipi kiri. Kepalanya pusing dan tidak berdaya untuk bangkit, hingga beberapa menit setelah itu datanglah pengendara lain untuk membantunya. Perasaanya hanya pusing, dia menyadari bahwa daerah pipinya terluka setelah dia merasa ada yang aneh dengan geraham bawahnya. Setelah bercermin ke spion motor pengendara lain yang menolongnya, ternyata mulut, pipi lebam hingga lehernya sudah berdarah, walaupun tidak ada luka lain yang dideritanya selain itu. Setelah didatangi oleh pegemudi mobil pick up dan ditanyai keadaannya, dia menjelaskan kalau dia tidak terlalu parah, pengemudi mobil melanjutkan perjalanannya.

Akhirnya dia berangkat ke sebuah klinik di daerah itu dengan pertolongan salah satu pengendara disana, di klinik hanya tersedia dokter umum waktu itu, lalu dia mendapat penanganan pembersihan luka dan area luka ditutupi kasa dan perban. Pihak klinik menyarankan agar segera berangkat ke Puskesmas, dia mengikuti saran itu dan bergerak ke Puskesmas bersama kakaknya yang sudah dihubungi melalui telepon genggam dari klinik tersebut.

Sampai di Puskesmas, yang sudah tersedia dokter umum dan dokter gigi, dia mendapat penanganan lebih lanjut, disinilah awal penderitaannya dimulai. Dokter di Puskesmas tersebut melakukan pemrikasaan dengan melihat luka yang tadinya ditutupi oleh pihak klinik, lalu melihat rongga mulut dan menyarankan agar adik sepupu saya ini berkumur dengan air untuk membersihkan darah yang ada dalam rongga mulutnya. Setelah dilihat oleh dokter di Puskesmas tersebut dokter mengatakan bahwa gigi geraham bawahnya harus dicabut karena sudah goyang, tetapi tindakan pencabutan tidak bisa dilakukan waktu itu, karena dokter berpendapat bahwa bengkak di daerah pipinya harus dipulihkan dulu hingga menyusut. Dia mengikuti saran dokter, lalu pulang dengan obat penghilang nyeri.

Setelah seminggu kejadian itu, bengkak di daerah pipinya tak kunjung reda, yang ada mulutnya semakin sulit dibuka, sekitar seukuran jari telunjuk orang dewasa saja yang bisa masuk kedalam rongga mulutnya, disamping itu dia juga merasakan nyeri skala 4 dari 1 sampai 5. Dia tida berbuat apa-apa selain menunggu bengkak pipinya menyusut. Kegiatan makan minum dilakukan dengan usaha yang luar biasa, karena setiap upaya pembukaan rongga mulut, itu membuat dia merasakan sakit yang juga luar biasa.

Setelah dua minggu berjalan, perubahan tak kunjung datang, yang ada malahan dia semakin sulit berbicara. Sampai pada waktu dia menghubungi orang tuanya di kampung dan menceritakan keadaannya. Kemudian orangtuanya menyarankan agar dia segera berangkat saja ke Rumah Sakit, setelah berangkat ke salah satu Rumah Sakit di Kota Yogyakarta, seorang dokter menanganinya kembali, melihat ke dalam rongga mulutnya hingga meraba kedua pipinya, kemudian menanyakan apakah dia merasakan nyeri atau tidak.

Setelah pemeriksaan dilakukan, dokter berpendapat bahwa kemungkinan tulang rahang sebelah kiri bagian bawahnya mengalami fraktur, dan dokter pihak rumah sait menyarankan untuk segera di rontgen, dia menuruti saran dokter, dan ternyata memang dia mengalami patah tulang rahang kiri bagian bawahnya.

Setelah melakukan beberapa pengurusan administrasi, dan memberikan kabar ke orangtuanya, dia di operasi di Rumah Sakit tersebut.

Beberapa bulan setelah masa penyembuhan, dia mengalami mati rasa di daerah bibir kiri bagian bawah, hingga dagu bagian kiri dan pipi bawah arah dagunya. Saat kontrol kembali dengan dokter, dia menyampaikan keluhannya tersebut, dan dokter mengakatan bahwa itu mungkin efek dari operasinya, kemudian dokter memberikan beberapa obat lagi. Namun, sampai hari ini, dia masih tidak merasakan rangsangan pada bagian yang mati rasa tersebut.

Kepuasan pasien merupakan kunci penting meningkatkan quality care dalam pelayanan kesehatan, health care provider perlu menyadari bahwa keuntungan utama sistem pelayanan kesehatan adalah pasien. Pasien yang puas akan selalu nyaman di rumah sakit dalam waktu lama, selalu kembali dan merekomendasikan kepada orang lain. 3 hal yang merupakan bagian dari indikator pengukuran kepuasan pasien dalam penilaian pemberian pelayanan kesehatan adalah dengan meningkatnya pertumbuhan rumah sakit yang berbanding lurus dengan peningkatan pengetahuan pasien tentang apa yang seharusnya didapatkan, maka pasien membutuhkan rumah sakit yang menyediakan semua yang dibutuhkan (A. Dedison, 2015).

Selain 3 indikator diatas, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain: prosedur administrasi, pelayanan diagnosis, perilaku staff, kebersihan, kepedulian perawat, makanan, komunikasi, kedekatan psikologi, housekeeping, pelayanan teknis, akses dan alat yang memadai. Jika semua ini berjalan baik maka akan meningkatkan jumlah pasien dan tentu meningkatkan pendapatan rumah sakit (A. Dedison, 2015)

Pada aspek pelayanan diagnosis, dalam kasus ini, kita melihat bahwa di bagian ini, seharusnya pasien kecelakaan lalu lintas dalam hal ini adalah adik sepupu saya, seharusnya mendapatkan pelayanan diagnosis yang tepat dari awal, baiklah kalau itu tidak didapatkan di klinik tempat awal dia mendapat pengobatan karena hanya ditangani oleh dokter umum yang berjaga disana. Tetapi, di fasilitas kesehatan tingkat pertama/FKTP yang notabene sudah memiliki dokter umum dan juga dokter gigi, pelayanan diagnosis yang dia dapatkan seharusnya sesuai dengan standar, atau sesuai dengan harapan yang diinginkannya, bukan seperti yang dialaminya.

Selain itu, kualitas mutu pelayanan yang sangat jelas memberikan pengaruh besar terhadap kepuasan kita, seringkali seperti diabaikan oleh beberapa institusi yang belum menyadari arti pentingnya kualitas mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pengguna layanan kesehatan. Banyak kejadian yang terlihat seperti dunia medis di Indonesia ini tidak serius menyikapi persoalan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan.

Seperti yang banyak terjadi dalam praktek pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Indonesia lainnya, banyak sekali yang menunjukkan bahwa kualitas mutu pelayanan masih belum menjadi prioritas di kalangan fasilitas pemberi pelayanan kesehatan.

Beberapa highlight berita dibawah ini misalnya, menunjukkan beberapa kasus yang merupakan dampak buruk dari pemberi pelayan kesehatan yang tidak mengedepankan mutu pelayanan mereka, bahkan mungkin sampai berakibat fatal, seperti kecacatan dan kehilangan nyawa para pengguna pelayanan kesehatan ini.

24

Walaupun demikian, perubahan harus terus tetap dilakukan, evaluasi, monitoring dan kajian-kajian tentang mutu pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan harus terus diperhatikan. Karena tidak sedikit juga para dokter dan tenaga medis lainnya harus berurusan melalui jalur hukum, dikarenakan oleh tindakan yang mereka lakukan kepada pasien, walaupun kadang mereka tidak berniat melakukannya dan atau mungkin dikarenakan oleh beban kerja yang terlalu tinggi.

Semoga dengan berkembangnya teknologi dan ilmupengetahuan dapat memberikan dampak positif pada mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada para pengguna pelayanan kesehatan agar masalah- seperti ini tdak terjadi lagi.

Sumber: