Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Dr. dr. Fathema D. Rachmat, Sp.B. Sp.BTKV dalam bukunya "Merajut Perubahan Melalui Mikrosistem Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A" menceritakan pengalamannya sebagai Kepala Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan perubahan cepat dalam pelayanan kesehatan, pertumbuhan persaingan antar rumah sakit yang tajam serta kesempatan 'investasi perubahan' yang dimiliki oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam membangun gedung baru rawat inap hanya satu kali saja untuk menggantikan rawat inap IRNA A, IRNA B, IRNA C, Paviliun Cendrawasih dan Paviliun Soepardjo Roestam, maka manajemen rawat inap terpadu Gedung A RSCM memilih 'hijrah' untuk memaknai perubahan yang terjadi. Konsep perubahan 'hijrah' tersebut diimplementasikan secara luas (radikal) pada sistem pelayanan rawat inap dengan waktu yang relatif singkat.

Pengelolaan perubahan tersebut dengan manajemen perubahan ditujukan untuk mencapai improvement dalam kualitas pelayanan dan penerapan patient safety. Buku tersebut memaparkan hampir keseluruhan perubahan yang telah diterapkan dalam mikrosistem Rawat Inap Terpadu Gedung A yang dilakukan selama 5 tahun sesuai dengan road map yang dituangkan dalam perencanaan strategis tahun 2008 sampai dengan saat ini untuk memenuhi patient centeredness (fokus pada pelanggan) dan patient satisfaction (kepuasan pelanggan), mencapai perubahan serta memenangkan kompetisi antar rumah sakit yang terjadi.

Dimulai dengan konsep penerimaan pasien rawat inap, Hospital Information System, Laboratory Information System, Clinical Documentation, Pharmacy Information System, Prescription On Line, Billing System yang mendukung Electronic Health Record (EHR). Kemudian disampaikan juga tentang Sistem Pelayanan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Rawat Inap, Sistem Keperawatan, Sistem Pelayanan Farmasi, Sistem Logistik dan House Keeping, Sistem Pelayanan Gizi, Sistem Pelayanan Radiologi, Pengelolaan Supply Chain dengan Departemen, Sistem Komunikasi, Sistem Kegawatdaruratan Medik /Code Blue (TMRC), Sistem Management Building, Sistem Manajemen Resiko dan Patient Safety, K3RS, Sistem Continous Professional Development (CPD)/Perencanaan pendidikan dan pelatihan staf, Clinical Governance dan Clinical Audit; Sistem Manajemen Mutu melalui ISO 9001-2008, standar KARS 2012 dan Standar JCI untuk mencapai Continous Improvement, Sistem Manajemen Lingkungan, Waste Management, Sistem Monitoring Mutu, Infection Control dan Sistem Manajemen Fasilitas.

Keseluruhan sistem ini dipimpin melalui manajemen transparan, efektif, efisien dan akuntabel serta didukung oleh perubahan budaya yang dilakukan secara bersamaan dengan manajemen perubahan agar perubahan fundamental dapat terwujud dan bertahan. Inilah cara Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A memaknai perubahan yang terjadi di lingkungannya sehingga Gedung A siap menjawab tantangan perubahan dimasa depan. Buku "Merajut Perubahan Melalui Mikrosistem Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A" dapat didownload Di sini

Jawabannya tidak ada cara tunggal untuk mengukur hal ini. Namun, ada suatu paradoks yaitu bila kebiasaan pelaporan tentang insiden keselamatan pasien meningkat. Hal ini merupakan tanda bahwa RS telah menerapkan dan membiasakan cara yang terbuka dan adil dan mau belajar dari kesalahan yang terjadi. Belajar dari pengalaman di dunia penerbangan, telah terbukti bahwa bila kebiasaan membuat laporan kejadian (incident report) meningkat, kejadian insiden serius cenderung menurun. Di samping meningkatkan ilmu, keterampilan (hard competecy), mengubah mindset atau sikap & perilaku individu (soft competency), laporan kejadian harus diprioritaskan lebih dulu demi kelancaran membangun dasar-dasar budaya kerja quality & safety.

Memperoleh sertifikat Akreditasi RS, baik nasional (oleh KARS) maupun internasional (antara lain ISO, JCI), adalah salah satu indikator proses yang menunjukkan keberhasilan dalam mempercepat akses pelayanan, peningkatan mutu dan keselamatan pasien, menuju angan-angan menjadi RS kelas dunia (World Class Hospital).

Pada umumnya, setiap organisasi RS adalah suatu institusi dengan tingkat kerumitan dan kompleksitas masalah (uang, SDM, ilmu dan teknologi serta modal) yang padat sehingga salah satu kunci sukses untuk pelaksanaan program keselamatan pasien di RS adalah "kemampuan pimpinan RS bersama kelompok profesi" untuk (1) membangun budaya kerja quality & safety dalam perilaku sehari-hari; (2) menciptakan suasana perubahan yang tetap kondusif terbuka dan adil; (3) menyusun sistem dan prosedur Pelayanan dan Keselamatan Pasien Terpadu yang jelas, terukur dan praktis.

Penulis: Rochmanadji Widajat dalam bukunya Being A Great and Sustainable Hospital

 

Kathleen M Sanzo, Stephen Paul Mahinka dan Patrick L Gilmore, Morgan, Lewis dan Bockius LLP di dalam www.practicallaw.com menyebutkan sudah beberapa dekade, investigasi fraud dan abuse dalam layanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat AS dan pemerintah negara bagian di AS mengenai aktivitas farmasi dan perusahaan peralatan medis telah bertumbuh pesat baik secara jumlah maupun signifikansi. Investigasi ini menghasilkan penyelesaian perdata dan kriminal yang biasanya mengakibatkan pembayaran denda dan pinalti jutaan dolar AS. Investigasi ini juga menyebabkan perubahan signifikan terhadap cara perusahan obat dan alat-alat kesehatan tersebut dalam memasarkan dan menjual produk serta menumbuhkan komitmen terhadap perintah pematuhan program layanan kesehatan pemerintah.

Pelaku Investigasi Fraud dalam Layanan Kesehatan

Investigasi fraud dalam layanan kesehatan dapat dilakukan oleh berbagai entitas pemerintahan. US Attorney's Office dan Federal Bureau of Investigation (FBI) di dalam Department of Justice (DOJ) adalah lembaga yang paling sering melakukan investigasi investigasi fraud dalam layanan kesehatan. Investigasi ini sering dilakukan bersamaan dengan Office of Inspector General (OIG) karena OIG:

  1. Pertanggungjawaban secara undang-undang untuk membasmi fraud, abuse dan pemborosan dalam program layanan kesehatan pemerintah pusat.
  2. Memiliki instrumen pelaksanaan yang tidak dimiliki oleh DOJ.
  3. Memiliki banyak staf ahli dalam bidang layanan kesehatan.

Walaupun DOJ tidak terlibat, tapi OIG dapat secara independen:

  1. Melakukan audit dan investigasi ke dalam masalah layanan kesehatan.
  2. Menjatuhkan pinalti moneter perdata.
  3. Mengeluarkan entitas layanan kesehatan dari partisipasi dalam program layanan kesehatan pemerintahan pusat.

Centers for Medicaid and Medicare Services (CMS) (agensi yang bertanggungjawab untuk menangani program Medicare dan Medicaid) mengadakan kontrak dengan entitas yang disebut sebagai Programme Safeguard Contractors (PSC) untuk memonitor penggunaan dan meninjau klaim untuk menjamin bahwa layanan medis yang tersedia sudah sesuai persyaratan CMS. Bila PSC mendeteksi kemungkinan terjadinya aktivitas fraud, PSC mempunyai kewenangan untuk merekomendasikan penundaan pembayaran dan merujuk kasus ke entitas hukum.

CMS juga menyediakan pendanaan dan panduan bagi entitas hukum negara bagian, yang disebut Medicaid Fraud Control Units, untuk menginvestigasi potensi fraud dalam pelaksanaan program Medicaid di negara bagian. The Food and Drug Administration (FDA) juga memiliki investigator kriminal independen mereka sendiri untuk menginvestigasi kemungkinan pelanggaran pada Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FFDCA), termasuk kemungkinan pelanggaran dalam praktek manufaktur dan dugaan obat-obatan dan peralatan medis dipasarkan untuk penggunaan non label.

Aktivitas yang Memicu Investigasi Fraud pada Layanan Kesehatan

1. Praktek Promosi dan Pemasaran

Praktek-praktek tertentu di dalam industri farmasi dan alat-alat kesehatan rentan menjadi perhatian pemerintah terkait dugaan fraud. Sebagai contoh, pelanggaran-pelanggaran berikut pada FFDCA dapat memicu investigasi oleh OCI FDA atau FBI:

  • Tidak melaporkan efek samping obat-obatan yang dijual.
  • Mempromosikan obat-obatan dan peralatan untuk penggunaan non label.
  • Pengalihan penggunaan produk sampel (misalnya, sampel penjualan).
  • Menyalahtafsirkan hasil studi klinis.

Perusahaan farmasi dan alat-alat kesehatan berada dalam risiko dugaan fraud di bawah Anti-kickbac Statute untuk praktik pemasaran yang melibatkan penyedia layanan kesehatan (Healthcare Providers (HCPs)). Perusahaan-perusahaan tersebut dapat memancing pelaksanaan investigasi bila:

  • Membayar biaya konsultasi berlebihan agar dapat berpartisipasi dalam badan penasehat dan berpartisipasi dalam fokus grup untuk menjadi pembicara promosi.
  • Menyediakan barang-barang gratis (seperti sampel dan pinjaman peralatan) dan hiburan (termasuk golf, acara-acara olah raga, pesiar dan liburan ski) secara berlebihan.
  • Menyediakan hadiah edukatif berlebihan atau hadiah yang tidak patut untuk bantuan bisnis tertentu (misalnya pembuatan iklan untuk grup dokter).
  • Pemberian diskon dan rabat yang tidak dilaporkan.

Ditambah lagi, perusahan-perusahaan tersebut juga dapat memicu terjadinya investigasi bila menawarkan hal-hal berikut terhadap HCPs:

  • Persetujuan bisnis dan kesempatan investasi.
  • Harga yang terlalu murah untuk pembelian obat.
  • Rencana kontrak yang menguntungkan untuk pembelian peralatan-peralatan medis.

Semua tipe aktivitas-aktivitas ini adalah pemicu terjadinya investigasi fraud dalam layanan kesehatan karena dapat mendorong terjadinya pengajuan klaim palsu untuk pembayaran obat-obatan atau peralatan.

2. Praktek Harga

Perusahaan farmasi diharuskan melakukan pelaporan data harga sehingga CMS dapat menghitung tingkat pembayaran dan memerintahkan rabat. Perusahaan farmasi rentan diduga melakukan manipulasi harga atau data. Umumnya, perusahaan farmasi dapat disangka memanipulasi laporan harga dengan adanya upaya memaksimalkan perbedaan antara harga ketika obat tersebut dibayarkan dan harga ketika obat tersebut dibeli oleh pembeli akhir (HCP atau rumah sakit). Hal ini menandakan adanya praktek pemasaran dengan mengupayakan adanya "rentang" atau peningkatan keuntungan dengan meningkatkan harga penjualan ke pengguna akhir. Bila peningkatan profit ke pengguna akhir meningkatkan biaya program Medicare atau Medicaid atau secara tidak patut menyebabkan peningkatan dalam penggunaannya, pemerintah dapat menduga adanya skema ini.

Pabrik alat kesehatan juga dapat terkena dugaan praktek harga. Karena peralatan medis digunakan selama prosedur medis kompleks, perusahaan peralatan kesehatan sering menyediakan panduan bagaimana untuk mengkode dan menagih produk mereka terkait prosedur medis tersebut. Karena keterlibatan aktif ini, pabrik alat kesehatan rentan untuk melakukan pelanggaran dengan mengajukan klaim palsu. Selain itu, alat-alat kesehatan juga sering dipromosikan dan dijual dengan di-bundle dengan alat-alat kesehatan lain (misalnya pompa insulin dan tubing). Penjualan produk bundle ini dapat memicu manipulasi pembayaran (misalnya, tagihan untuk pembayaran produk Medicare namun bukan produk yang tidak tercakup) dan terjadinya klaim palsu.

Penyelesaian Investigasi Fraud pada Layanan Kesehatan

Agar perusahaan obat dan alat-alat kesehatan tersebut tidak dikeluarkan dari kepesertaan program Medicare dan Medicaid, perusahaan obat dan alat kesehatan tersebut memilih untuk menyelesaikan dugaan fraud yang disangkakan kepada mereka dengan cara:

  1. Pembayaran denda dan pinalti pidana dan perdata.
  2. Menyetujui dan mematuhi persyaratan untuk masuk ke dalam "persetujuan integritas korporat" dengan OIG, termasuk:
    1. Pelatihan pegawai mengenai isu terkait
    2. Menyewa auditor eksternal untuk memonitor aktivitas perusahaan
    3. Persyaratan pelaporan pemerintah yang luas
  3. Di beberapa kondisi, perusahaan disyaratkan untuk melepaskan perlakuan khusus antara pengacara-klien selama proses investigasi.

DOJ dan beberapa pemerintah negara bagian juga menginginkan bahwa perusahaan bersikap kooperatif dalam penuntutan individu, di dalam dan di luar perusahaan yang mungkin terlibat dalam dugaan fraud.

Ditulis ulang oleh: drg. Puti Aulia Rahma, MPH

Jonas & Rosenberg dalam Buku Health Care Delivery in The United States mengemukakan tiga aspek penilaian mutu pelayanan yaitu aspek pendekatan, aspek teknik dan aspek kriteria. Ada dua jenis pendekatan, tiga macam teknik dan dua kategori dari kriteria. Berbagai cara ini, dapat dipakai secara kombinasi satu sama lain.

Berdasarkan aspek pendekatan, dapat dilakukan pendekatan secara umum atau pendekatan secara khusus. Pendekatan umum dilakukan dengan menilai kemampuan rumah sakit dan atau petugasnya dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta pengetahuan yang dimiliknya (biasanya dengan cara tes tertulis/lisan).

Sementara itu, rumah sakit sendiri dinilai dari segi bangunan fisiknya, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi sumber daya manusia yang tersedia, dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang berlaku saat itu. Untuk Amerika Serikat, penilaian berdasarkan pendekatan umum ini akan ditandai dengan pemberian licensing, accreditation dan certification.

Di sisi lain, dapat pula dilakukan pendekatan khusus. Dalam hal ini, hal yang dinilai ialah hubungan/interaksi antara pasien dengan pemberi pelayanan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, hal ini dilakukan komite medik di rumah sakit, survei kepuasan pasien, penilaian malpraktek dan penilaian dari organisasi profesi medik.

Dari aspek teknik, dapat dilakukan penilaian tiga komponen yaitu struktur, proses dan hasil. Komponen struktur, menilai keadaaan fasilitas yang ada, keadaan bangunan fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit, dan lain-lain. Komponen proses menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan dengan pasiennya. Tegasnya, menilai bagaimana aktivitas dokter dan petugas kesehatan lainnya dalam menangani pasien. Sementara komponen hasil menilai hasil pengobatan (dengan berbagai kekurangannya). Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak pengobatan terhadap status kesehatan dan kepuasan penderitanya.

Aspek kriteria dapat dibagi mejadi kriteria yang eksplisit dan implisit. Kriteria eksplisit adalah kriteria yang nyata tertulis. Misalnya, bila ada aturan bahwa setiap dokter harus menulis nama terang setiap selesai menulis status, maka dalam proses penilaian akan dilihat tercantum tidaknya nama terang itu dalam rekam medik. Kriteria implisit adalah kriteria yang tidak tertulisa yang ada di dalam benak anggota tim penilai.

Penulis: Tjandra Yoga Aditama dalam bukunya Manajemen Administrasi Rumah Sakit