Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Jawabannya tidak ada cara tunggal untuk mengukur hal ini. Namun, ada suatu paradoks yaitu bila kebiasaan pelaporan tentang insiden keselamatan pasien meningkat. Hal ini merupakan tanda bahwa RS telah menerapkan dan membiasakan cara yang terbuka dan adil dan mau belajar dari kesalahan yang terjadi. Belajar dari pengalaman di dunia penerbangan, telah terbukti bahwa bila kebiasaan membuat laporan kejadian (incident report) meningkat, kejadian insiden serius cenderung menurun. Di samping meningkatkan ilmu, keterampilan (hard competecy), mengubah mindset atau sikap & perilaku individu (soft competency), laporan kejadian harus diprioritaskan lebih dulu demi kelancaran membangun dasar-dasar budaya kerja quality & safety.

Memperoleh sertifikat Akreditasi RS, baik nasional (oleh KARS) maupun internasional (antara lain ISO, JCI), adalah salah satu indikator proses yang menunjukkan keberhasilan dalam mempercepat akses pelayanan, peningkatan mutu dan keselamatan pasien, menuju angan-angan menjadi RS kelas dunia (World Class Hospital).

Pada umumnya, setiap organisasi RS adalah suatu institusi dengan tingkat kerumitan dan kompleksitas masalah (uang, SDM, ilmu dan teknologi serta modal) yang padat sehingga salah satu kunci sukses untuk pelaksanaan program keselamatan pasien di RS adalah "kemampuan pimpinan RS bersama kelompok profesi" untuk (1) membangun budaya kerja quality & safety dalam perilaku sehari-hari; (2) menciptakan suasana perubahan yang tetap kondusif terbuka dan adil; (3) menyusun sistem dan prosedur Pelayanan dan Keselamatan Pasien Terpadu yang jelas, terukur dan praktis.

Penulis: Rochmanadji Widajat dalam bukunya Being A Great and Sustainable Hospital

 

Charles Piper, CFE, CRT, seorang konsultan sekaligus investigator swasta di West Tennessee, menulis bahwa meskipun pemberi pelayanan kesehatan umumnya memiliki sifat jujur dan pekerja keras untuk memberi layanan terbaik kepada pasien, namun adakalanya, beberapa tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan melakukan kecurangan untuk mendapat untung dari perusahaan asuransi. Umumnya, kecurangan dalam dunia kesehatan sama saja dengan kejahatan pada industri lain. Pelakunya memiliki kesempatan dan maksud tertentu untuk mendapat keuntungan secara tidak adil.

Paling tidak terdapat sepuluh skema fraud dalam asuransi kesehatan. Sepuluh item tersebut antara lain: mengklaim pelayanan yang tidak pernah diberikan; mengklaim layanan yang tidak dapat ditanggung asuransi, sebagai layanan yang ditanggung asuransi; memalsukan waktu layanan; memalsukan lokasi layanan; memalsukan pemberi layanan; mengklaim tagihan yang seharusnya dibayar pasien; pelaporan diagnosis dan prosedur yang salah; pelayanan yang berlebihan; korupsi (sogokan); dan peresepan obat yang tidak perlu.

Pertama, mengklaim pelayanan yang tidak pernah diberikan. Dalam investigasi yang dilakukan oleh Piper, skema fraud seperti ini adalah yang paling sering dilakukan di daerah Tennessee. Skema fraud seperti ini berarti pelaku mengajukan klaim kepada lembaga jaminan kesehatan swasta maupun pemerintah atas tindakan yang tidak pernah dilakukan. Bahkan dalam rekam medis pasien juga tidak ada dokumentasi yang mendukung. Kedua, mengklaim layanan yang tidak dapat ditanggung asuransi, sebagai layanan yang ditanggung asuransi. Dalam investigasinya, Piper menemukan sebuah klinik alergi yang memberikan perawatan uji coba yang tidak termasuk dalam perawatan yang ditanggung asuransi. Namun, klinik tersebut kemudian mengisi form dengan detail perawatan lain yang ditanggung asuransi kesehatan. Selain itu, dalam rekan medis pasien-pasien yang dirawat di klinik tersebut, ditemukan bahwa umumnya pasien-pasien mendapat perawatan selama lima hari dalam seminggu (Senin sampai Jumat). Namun, ketika Piper melakukan wawancara pada pasien-pasien tersebut di rumah mereka masing-masing, pasien-pasien tersebut mengaku bahwa mereka hanya diberi injeksi sebanyak dua kali dalam seminggu. Ketiga, memalsukan waktu layanan. Pemberi layanan kesehatan mungkin akan mendapatkan lebih banyak pemasukan dengan melaporkan layanan untuk pasien yang sama yang diberikan dalam dua hari layanan. Masing-masing hari kunjungan pasien, dilaporkan dalam tagihan klaim yang berbeda. Seringkali pelaku mengisi form tagihan klaim dengan pelayanan yang benar-benar diberikan namun dengan tanggal pelaksanaan yang berbeda (tidak sesuai kenyataan).

Keempat, memalsukan lokasi layanan. Beberapa perusahan asuransi umumnya tidak akan mengganti klaim untuk perawatan yang dilakukan sendiri oleh pasien. Contohnya adalah perawatan self-injection pada pasien alergi. Kembali ke kasus di klinik alergi, Piper menemukan bahwa pasien-pasien alergi tersebut mengunjungi klinik hanya satu kali sebulan. Sisanya, petugas klinik akan membawakan mereka banyak syringe berisi alergen dan meminta pasien untuk menyuntikkan sendiri alergen tersebut. Dalam investigasinya, Piper menemukan bahwa klaim yang diajukan oleh klinik alergi tersebut menyebutkan bahwa injeksi alergen dilakukan di klinik alergi, agar perawatan dapat dibayar oleh perusahaan asuransi. Selain itu, Piper juga menemukan seorang dokter yang berpraktek di Amerika yang mengajukan klaim untuk perawatan pasien yang dilakukan di kliniknya, padahal saat itu ia sedang berlibur di luar negeri. Kelima, memalsukan pemberi layanan kesehatan. Dalam investigasinya, Piper menemukan beberapa dokter mengklaim berbagai perawatan yang telah dilakukan olehnya. Kenyataannya, seorang terapis lah yang melakukan perawatan tersebut. Bukan dia, sebenarnya perusahaan asuransi akan tetap membayar perawatan yang dilakukan oleh terapis ini namun memang dengan bayaran yang lebih kecil. Kadang-kadang terapis ini memiliki kemampuan yang kurang memadai namun direkrut karena merupakan kolega dari pemilik klinik. Keenam, mengklaim tagihan yang seharusnya dibayar pasien. Beberapa dokter ditemukan mengajukan tagihan untuk layanan yang seharusnya dibayar sendiri oleh pasien (out of pocket). Kadang terjadi juga dalam klaim yang diajukan mereka mencantumkan layanan palsu tambahan untuk menambah keuntungan. Mereka beralasan bahwa mereka tidak mengambil untung dari perbuatan ini. Hanya berniat untuk membantu pasien yang tidak mampu membayar perawatan. Perbuatan semacam ini dapat merugikan perusahaan asuransi, karena mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak seharusnya.

Ketujuh, pelaporan diagnosis dan prosedur yang salah. Diagnosis yang kurang tepat berhubungan dengan prosedur yang tidak tepat pula. Sebagai contoh, bila ada pasien usia lanjut yang dilaporkan jatuh dari tempat tidur, provider yang tidak jujur akan dengan sengaja akan memberikan diagnosis yang salah bahwa pasien tersebut mengalami trauma kepala. Dengan diagnosis itu, pasien tersebut akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan CT scan atau pemeriksaan darah. Beberapa diagnosis juga akan membutuhkan masa rawat inap yang panjang dan berdampak pada bengkaknya biaya perawatan. Kedelapan, pelayanan yang berlebihan. Skema fraud semacam ini berupa tagihan klaim untuk layanan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Kesembilan, korupsi (sogokan). Provider sebenarnya tahu bahwa mereka tidak diperkenankan membayar atau menerima bayaran dari rujukan. Provider dapat terjerumus dalam tindakan korupsi bila membayar atau menerima bayaran dari rujukan untuk layanan yang sebenarnya tidak diperlukan seperti ronsen, MRI, atau obat-obatan. Bentuk sogokan ini kadang-kadang tersamar seperti liburan mewah, diskon untuk fasilitas tertentu, hadiah-hadiah, atau berupa cek yang diselipkan di bawah meja. Kesepuluh, peresepan obat yang tidak perlu. Penyalahgunaan peresepan obat kadang kala didefinisikan sebagai peresepan obat yang disengaja oleh dokter walaupun sebenarnya tidak perlu. Penghilang nyeri adalah obat yang paling sering diresepkan padahal tidak dibutuhkan.

Profesi kesehatan adalah profesi yang dipenuhi oleh kejujuran, etika, dedikasi dan komitmen individu. Namun kadang kala ada juga oknum yang mengkhianati profesi ini. Dengan mengetahui skema fraud ini praktisi kesehatan diharapkan dapat belajar untuk memerangi momok ini, serta berupaya menurunkan pembengkakan biaya perawatan.

Diterjemahkan oleh: drg. Puti Aulia Rahma, MPH

Jonas & Rosenberg dalam Buku Health Care Delivery in The United States mengemukakan tiga aspek penilaian mutu pelayanan yaitu aspek pendekatan, aspek teknik dan aspek kriteria. Ada dua jenis pendekatan, tiga macam teknik dan dua kategori dari kriteria. Berbagai cara ini, dapat dipakai secara kombinasi satu sama lain.

Berdasarkan aspek pendekatan, dapat dilakukan pendekatan secara umum atau pendekatan secara khusus. Pendekatan umum dilakukan dengan menilai kemampuan rumah sakit dan atau petugasnya dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta pengetahuan yang dimiliknya (biasanya dengan cara tes tertulis/lisan).

Sementara itu, rumah sakit sendiri dinilai dari segi bangunan fisiknya, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi sumber daya manusia yang tersedia, dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang berlaku saat itu. Untuk Amerika Serikat, penilaian berdasarkan pendekatan umum ini akan ditandai dengan pemberian licensing, accreditation dan certification.

Di sisi lain, dapat pula dilakukan pendekatan khusus. Dalam hal ini, hal yang dinilai ialah hubungan/interaksi antara pasien dengan pemberi pelayanan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, hal ini dilakukan komite medik di rumah sakit, survei kepuasan pasien, penilaian malpraktek dan penilaian dari organisasi profesi medik.

Dari aspek teknik, dapat dilakukan penilaian tiga komponen yaitu struktur, proses dan hasil. Komponen struktur, menilai keadaaan fasilitas yang ada, keadaan bangunan fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit, dan lain-lain. Komponen proses menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan dengan pasiennya. Tegasnya, menilai bagaimana aktivitas dokter dan petugas kesehatan lainnya dalam menangani pasien. Sementara komponen hasil menilai hasil pengobatan (dengan berbagai kekurangannya). Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak pengobatan terhadap status kesehatan dan kepuasan penderitanya.

Aspek kriteria dapat dibagi mejadi kriteria yang eksplisit dan implisit. Kriteria eksplisit adalah kriteria yang nyata tertulis. Misalnya, bila ada aturan bahwa setiap dokter harus menulis nama terang setiap selesai menulis status, maka dalam proses penilaian akan dilihat tercantum tidaknya nama terang itu dalam rekam medik. Kriteria implisit adalah kriteria yang tidak tertulisa yang ada di dalam benak anggota tim penilai.

Penulis: Tjandra Yoga Aditama dalam bukunya Manajemen Administrasi Rumah Sakit

 

Prof. Laksono Trisnantoro mencatat bahwa di berbagai belahan dunia telah dibentuk berbagai lembaga  khusus untuk mencegah dan memberantas fraud dalam bidang pelayanan kesehatan.

Lembaga ditingkat jaringan internasional untuk mencegah dan memerangi fraud di sektor kesehatan antara lain adalah Global Health Care Anti-Fraud Network (GHCAN). Misi jaringan ini untuk meningkatkan kemitraan dan komunikasi berbagai lembaga internasional untuk mengurangi dan memberantas fraud di seluruh dunia.

Global Health Care Anti-Fraud Network (GHCAN) memiliki misi yang bertujuan untuk: 1) Meningkatkan kesadaran internasional tentang isu fraud di bidang pelayanan kesehatan. 2) Mengumpulkan dan membagi informasi tentang tren, isu, fakta-fakta dan angka-angka terkait dengan problem fraud. 3) Bekerja bersama untuk meningkatkan standar internasional dalam pencegahan, deteksi, investigasi, dan penuntutan. 4) Mengembangkan program pelatihan besama untuk menyiapkan sumber daya kesehatan yang ahli anti fraud.

Amerika Serikat yang merupakan negara dengan pelayanan kesehatan bertumpu pada sistem asuransi kesehatan pemerintah (Medicare dan Medicaid) dan asuransi kesehatan swasta. Pemerintah mendirikan the National Health Care Anti-Fraud Association (NHCAA) sejak tahun 1985 dan diprakasai oleh beberapa lembaga asuransi kesehatan swasta, pemerintah federal, dan pemerintah negara bagian.

NHCAA merupakan satu-satunya lembaga di Amerika Serikat yang mengkhususkan diri untuk bertempur melawan fraud dalam bidang kesehatan. Misi dari NHCAA adalah untuk melindungi dan melayani masyarakat umum dengan meningkatkan kewaspadaan dan peningkatan kemampuan untuk deteksi, investigasi, penuntutan dan pencegahan fraud pelayanan kesehatan.

Sedangkan Inggris merupakan negara yang pelayanan kesehatannya berdasarkan sistem kesehatan yang bukan asuransi kesehatan. Seluruh penduduk Inggris, kaya dan miskin, mendapat lindungan dari National Health Service (NHS). Di Inggris terdapat lembaga anti fraud yang disebut sebagai the Health Insurance Counter Fraud Group UK (HICFG)

HICFG merupakan lembaga yang digagas oleh industri kesehatan untuk mencegah, dan mendeteksi fraud di dalam pelayanan kesehatan dan industri asuransi kesehatan. Mengapa ada industri asuransi kesehatan? Walaupun Inggris menggunakan sistem NHS ternyata masih banyak masyarakat yang tidak cocok dengan NHS dan bersedia membayar untuk asuransi kesehatan swasta serta memperoleh pelayanan dari sistem ini. Oleh karena itu, keanggotaan HICFG tediri atas berbagai perusahaan asuransi kesehatan dan didukung oleh the Association of British Insurers. Hal menarik ternyata sudah ada partisipasi dari City of London Police dan NHS Counter Fraud.

Pendirian HICFG didedikasikan untuk: 1) Mengembangkan pendekatan berbasis intelijen yang professional untuk meminimalisasi fraud dalam industri asuransi kesehatan swasta; 2) Meningkatkan kemampuan professional di industri asuransi kesehatan untuk mencegah fraud; 3) Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai fraud di pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan.

Bagaimana dengan Indonesia?