Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

agenda

Sesi 1

IQHN - Yogyakarta. Forum mutu kali ini mengangkat tema celah kecurangan fraud dalam pelayanan pasien COVID-19. COVID-19 tidak hanya sebatas bencana tetapi mempunyai dampak yang sangat luas terhadap tata kelola klinis dan tata kelola manajemen. Diharapkan penguatan layanan kesehatan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat. Narasumber pertama, Dra. Reni Kusumawardhani, M.Psi, selaku Ketua Umum Apsifor Indonesia menyatakan bahwa terdapat beberapa teori yang menilai perilaku dalam fraud, namun ada satu yang memiliki resiko tinggi melakukan fraud yakni dark triad.

Tipe dark triad berada di kalangan para eksekutif daripada masyarakat umum dimana kesempatan untuk melakukan fraud lebih besar. Kepribadian dark triad terdiri dari narcissism, machiavellianism, dan psychopathy. Selain itu, diantara ketiga kepribadian tersebut yang paling berbahaya adalah psychopath. Mengatasi anti fraud dengan penanganan yang benar dan tepat, serta penegakkan hukum baik dari hulu ke hilir termasuk profiling. Fokus yang harus dilakukan yakni perilaku dan manajemen perilaku, sistem SDM, psychological chech-up, dan employee assistance program.

Narasumber kedua, Edward Harefa, SE, MM selaku Inspektur I Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

menyatakan bahwa penetapan COVID-19 sebagai penyakit infeksi emerging tertentu yang menimbulkan wabah dan menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan penanggulangan dengan mengacu pada Permenkes RI Nomor 59 Tahun 2016 tentang pembebasan biaya penyakit infeksi emerging tertentu (PIET), maka pemerintah mengalokasikan anggaran untuk biaya perawatan pasien COVID-19 melalui anggaran dana siap pakai (DSP) dan DIPA Kementerian Kesehatan.

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan selaku APIP memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan proses pembayaran klaim oleh Kementerian Kesehatan kepada rumah sakit yang menyelenggarakan COVID-19. Penyebab klaim dispute disebabkan awalnya terdapat 10 kluster berdasarkan Kepmenkes Nomor 238 Tahun 2020 berubah menjadi 4 klaster pada Kepmenkes Nomor 446 Tahun 2020, dimana 4 klaster tersebut adalah berkas klaim tidak lengkap bisa diselesaikan segera, kriteria penjaminan tidak sesuai demgan ketentuan (permasalahan keterbatasan SPA di DTPK), diagnosa komorbid tidak sesuai kebutuhan (ada diagnosa komorbid namun tata laksana tidak terlihat di dokumen), dan diagnosa sekunder merupakan gejala dari diagnosa utama (COVID-19).

Pengendalian kepatuhan atas potensi fraud dalam pembayaran klaim biaya pelayanan pasien COVID-19 di rumah sakit perlu dilakukan dengan mengedepankan strategi pencegahan daripada deterensi, seluruh penyelenggara memegang teguh nilai - nilai luhur organisasi, memastikan terselenggaranya operasional didukung SOP yang up-to-date, menerapkan verifikasi dan check and re-check sebelum eksekusi, mengoptimalkan whistleblowing systems, dan memberikan sanksi yang tegas sesuai aturan bila ada unsur kesengajaan untuk menyalahgunakan aturan.

Adanya sistem continous auditing and monitoring (CACM) dapat mengidentifikasi dan menganalisis bila terdapat anomali dari perilaku atau transaksi yang direpresentasikan dalam data - data. Analisis dapat dilakukan dengan review trend serta melakukan test terhadap kontrol atas aktivitas atau proses bisnis yang berkaitan. Selain itu, auditor dapat melakukan intervensi terhadap device, aplikasi, jaringan dan data secara langsung.

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum mutu kali ini mengangkat tema celah kecurangan fraud dalam pelayanan pasien COVID-19 yakni pembahas pertama, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes dari PERSI yang menyampaikan bahwa meskipun vaksin ada akan ada bumpy recovery secara terus-menerus karena rumah sakit memiliki beban ganda selain melayani pasien COVID-19 dan juga melayani pasien umum secara bersamaan dengan resiko penularan seminimal mungkin.

Selain itu, pelayanan kesehatan di dunia saat ini menghadapi kondisi volatile, uncertainty, complexity dan ambiguity (VUCA) karena dihadapkan pada discruption in healthcare. Terdapat total jumlah rumah sakit yang teregistrasi berdasarkan jenis RS adalah 2.963 RS namun pengajuan klaim tidak hanya pada RS rujukan COVID melainkan RS non rujukan COVID pun bisa mengajukan klaim karena mereka juga sudah mengeluarkan biaya untuk layanan kesehatan. Fenomena fraud seperti gunung es, dimana potensi fraud bisa diindentifikasi sebesar 40%, 40% tidak terdeteksi dan 20% saja dapat diinvestigasi dan diselesaikan.

Berdasarkan laporan ACFE, 50% kasus fraud terungkap dari sistem whistleblowers, 25% kasus fraud terungkap karena internal audit dan 25% kasus fraud terungkap karena adanya proses internal control atau bahkan tidak sengaja. Tips melaksanakan investigasi di masa pandemi dengan pengunaan teknologi, kreatif dan mudah beradaptasi, mengumpulkan bukti secara cepat, komunikasi dengan auditor dan regulator, kerangka investigasi yang tepat, komposisi tim yang sesuai, menaati peraturan dan regulasi yang berlaku, serta tetap menjalankan business as usual.

Pembahas kedua, drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Mutu & Akreditasi Kemenkes RI

Menyampaikan bahwa Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSC. PhD dari UGM menyampaikan bahwa siklus program anti fraud belum berjalan baik di seluruh Indonesia dan selama 7 tahun ini, belum ada penindakan fraud oleh pihak berwenang dan pemberian sanksi berupa pidana bila benar melakukan fraud. Melihat dana yang berada di BPJS semakin meningkat dengan lebih dari 80 Triliun rupiah setahun dan kita memiliki kelemahan dalam investigasi fraud di bidang kesehatan baik belum memiliki dasar hukum untuk investigasi atau belum adanya profesi investigator di Indonesia.

Enforcement dalam bentuk hukuman pidana yang berfungsi sebagai deterence bagi orang yang mempunyai perilaku merugikan orang lain. Jika tidak ada deterence, fraud bisa menjadi budaya yang permisif dan orang yang melakukannya pun merasa tidak ada tindakan namun hal ini perlu didiskusikan dengan kepala dingin karena pembahasan fraud yang sensitif.

Terdapat beberapa pertanyaan dari peserta, “Penerapan kepribadian yang berpotensi fraud, melihat situasi sekarang intervensi untuk mencegah terjadinya fraud dari sisi psikologi seperti apa selain dari regulasi?”. Dra. Reni Kusumawardhani, M.Psi dari Apsifor Indonesia menjawab, “Belum ada bukti dan ini persepsi masyarakat, dalam situasi pandemi dengan tidak adanya kepastian dan informasi yang dilihat di media membuat adanya ketakutan masyarakat. Mari kita bersama-sama menyelesaikan dan media perlu di edukasi, bukan sebaliknya”.

Terdapat pertanyaan lain dari peserta, “Bagaimana secara budaya kita bisa membangun anti fraud di fasilitas pelayanan kesehatan?”. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSC. PhD dari UGM menjawab “Secara budaya, BPJS ini hal yang baru dan ada orang yang mencari kesempatan ini sehingga bagaimana budaya untuk meningkatkan anti fraud bisa ditingkatkan. Melihat contoh seperti di Singapura, bila buang sampah langsung di denda dan interest orang dengan hal itu karena sangat penting dalam konteks manusia, bagaimana budaya anti fraud bisa ada bila ada yang korupsi maka dikenakan sanksi. Terdapat tambahan Dra. Reni Kusumawardhani, M.Psi dari Apsifor Indonesia menjawab, “Presentase 80% orang itu sangat situasional, 10% itu baik dan 10% lagi itu buruk. Penting memang harus ada proses investigasi, Indonesia sistem yang berjalan berbasis editor dan bila ada yang tidak berjalan kemudian dilanjutkan oleh investigator, dan juga sangat setuju bila ada efek jera dengan di penjara bila terbukti korupsi”.

Reporter: Agus Salim (PKMK UGM)

 

Pembukaan

Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua selaku Ketua IHQN menyampaikan forum nasional mutu pelayanan kesehatan Indonesia ke 16 bertujuan untuk berbagi pengalaman baik teori maupun praktek upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Berbagi pengalaman sangat penting agar dapat mempercepat upaya - upaya peningkatan mutu yang efektif dan efisien dalam berbagai kondisi termasuk dalam kondisi pandemi. Pada kondisi pandemi COVID-19, saat ini yang paling utama adalah aman atau safety baik bagi para petugas, pasien, keluarga maupun lingkungan.

Pada 2018, WHO telah menetapkan dimensi mutu terdiri atas 7 dimensi. Dimensi utamanya adalah memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan di primary care maupun tersier care harus aman adil berfokus pada pasien. Tiga dimensi tersebut bisa terwujud apabila fasilitas kesehatan dapat memberikan pelayanan dengan dimensi 1) efektif; 2) efisien; 3) tepat waktu dan 4) terintegrasi antara satu pelayanan dengan pelayanan yang lain sehingga ke-7 dimensi mutu dapat terwujud termasuk dalam pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah menjadi katalisator mutu pelayanan kesehatan dimana membuat manajemen mutu kesehatan itu menjadi lebih baik, lebih efektif, cepat berubah menuju perbaikan yang lebih baik.

Pembicara I:

Strategi Pengelolaan Dana Kesehatan untuk Menjamin Akses dan Kontinuitas Pelayanan Kesehatan Sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2020 COVID-19
Prof. dr. Abdul Kadir, PhD., SpTHT-KL(K)., MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan-Kementerian Kesehatan)

Saat ini indonesia menghadapi tantangan adanya pandemi COVID-19 berimplikasi pada lemahnya kondisi ekonomi, Jumlah penduduk, umur harapan hidup, transisi epidemiologi, infrastruktur, SDM, dan mutu layanan rumah sakit. Tantangan baru sistem kesehatan di era pandemi COVID-19 adalah tingginya jumlah kasus COVID-19 yang berimplikasi pada ketersediaan sarana dan prasarana termasuk APD. Hal ini berdampak pada tingginya kejadian penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan serta tertundanya pelayanan kesehatan esensial. Melihat kondisi ini, Rumah Sakit perlu menyediakan pelayanan pasien COVID-19 maupun nonCOVID-19, memanfaatkan teknologi informasi dan telemedicine.

Strategi dan upaya penanganan COVID-19 di fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit 1) penambahan jumlah rumah sakit rujukan COVID-19; 2) mendirikan rumah sakit darurat COVID-19 dan Rumah Sakit lapangan; 3) implementasi protokol kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai SK Menkes 1591 Tahun 2020 4) Sosialisasi dan Workshop buku pedoman COVID-19 dan protokol tatalaksana COVID-19; 5) penataan sistem rujukan dalam pelayanan COVID 19; serta 6) peningkatan kapasitas tempat tidur isolasi dan ICU untuk perawatan pasien covid-19. Saat ini telah tersedia 920 rumah sakit yang telah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan sebagai rumah sakit rujukan COVID-19. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan kesiapsiagaan dengan meningkatkan kapasitas ruang isolasi dan ICU untuk perawatan pasien COVID-19 sebagai antisipasi lonjakan kasus COVID-19. Kementerian Kesehatan telah membiayai kasus COVID-19 sebesar 22,05 triliun.

Pembicara II:

Strategi pemerintah daerah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mematuhi Protokol kesehatan
Dr. Machli Riyadi, S.H., M.H (Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin)

Secara umum pembicara menyampaikan penanganan COVID-19 dalam perspektif budaya di Banjarmasin, strategi pendekatan dan hasil penanganan COVID-19 di Banjarmasin. Dinas Kesehatan telah melakukan manajemen risiko untuk kasus COVID-19, dan melakukan berbagai macam gerakan penanganan pencegahan COVID-19. Banjarmasin melakukan tiga kali PSBB dan berakhir pada Mei. Pada akhir Juni 2020, dari 52 Kelurahan tidak ada satupun yang tidak terinfeksi COVID-19. Atas hasil kerja keras pemerintah kota Banjarmasin, pada November dari 52 Kelurahan terdapat 49 Kelurahan jadi Zona hijau dan dan 3 menjadi zona kuning. Saat ini case fatality rate sekitar 4,7% masih tinggi di atas rata - rata angka nasional. Rata-rata kesembuhan di Kota Banjarmasin 96,7%

Dinas Kesehatan melakukan penanganan COVID-19 dengan pendekatan reference group and opinion leadership teori. Reference group adalah jamaah pengajian sedangkan opinion leader adalah Tuan Guru. Tantangan Dinas Kesehatan dalam penanganan COVID-19 antara lain 1) masyarakat pertama tidak mempercayai adanya COVID-19, Tokoh agama yang mengkampanyekan bahwa jangan percaya covid 19 sehingga masyarakat abai terhadap COVID-19.

Strategi penanganan COVID-19 di Banjarmasin antara lain 1) Dinas Kesehatan bekerja untuk melakukan pendekatan edukasi dan negosiasi dalam membuka pola pikir para tokoh agama untuk melakukan swab test; 2) Tokoh agama yang memiliki hasil tes positif dikarantina. Selain memberdayakan potensi yang ada di masyarakat juga dilakukan tes COVID-19 secara masif. Edukasi dan kampanye COVID-19 selalu dilakukan setiap saat melalui media seni MADIHIN. Inovasi strategi percepatan Penanganan covid; 1) Edukasi tanpa henti 2) pemberdayaan PCR; 3) penguatan PSM; 4) penerapan sanksi; 5) evaluasi berkelanjutan.

Pembahas I:
M. Faozi Kurniawan SE, MPH, AAK (PKMK FKKMK UGM): Situasi Dana Kesehatan dan Bencana Kesehatan.

Faozi menyampaikan saat ini adanya tekanan covid-19 menyebabkan perekonomian mengalami kontraksi. Perekonomian dunia diperkirakan pada 2020 dan 2021 terjadi minus. Situasi APBN di Indonesia juga mengalami dampak akibat pandemi COVID-19. Melihat pendapatan negara yang cenderung menurun pada2020 dan 2021 perlu kebijakan khusus Untuk penanggulangan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Pada anggaran kesehatan 2021, percepatan penanganan COVID-19, program early childhood, penguatan sinergi dan koordinasi antar daerah, reformasi JKN, dan health security preparedness masuk prioritas kebijakan pada 2021. Hal penting untuk pemerintah daerah adalah kebutuhan data rutin untuk mendukung anggaran kesehatan.

Data rutin Real Time digunakan untuk mengetahui pemanfaatan peserta JKN non COVID-19, utilisasi pasien COVID-19. Penggunaan data rutin juga untuk memastikan alokasi dana APBN untuk JKN, alokasi APBN untuk penanganan COVID-19, alokasi investasi pembangunan kesehatan, dan alokasi pembangunan ekonomi dampak COVID-19. Penggunaan data dapat mempercepat analisis data dan pengambilan kebijakan di bidang kesehatan. Ketersediaan data rutin untuk alokasi dana yang tepat sehingga memunculkan realokasi anggaran untuk memenuhi kekurangan kebutuhan terkait COVID-19 Jika terjadi lonjakan kasus. Untuk itu diperlukan skenario untuk anggaran kedepan Baik untuk COVID-19, JKN, maupun program kesehatan lainnya.

Pembahas II:
dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D. (Pusat Kedokteran Tropis UGM)

Riris Andono menyampaikan pada prinsipnya “Virus tidak bisa jalan-jalan, orang yang melakukannya”. Semakin mobilitas tinggi, maka semakin tinggi pula peningkatan kasus COVID-19. Beberapa hal yang menimbulkan interaksi sosial, peningkatan mobilitas, maka 2 minggu kemudian terjadi peningkatan kasus baru. Pola ini relatif bisa terlihat di samping juga karena semakin kesini mobilitas orang meningkat ketika aturan pembatasan mobilitas lunak, dan persepsi orang terkait resiko semakin berkurang. Hal ini menjadi penyebab peningkatan penularan kasus baru.

Strategi WHO dalam menangani pandemi COVID-19 yaitu flattening the curve dimana kalau penularan dibiarkan terjadi, maka sistem kesehatan tidak akan mampu untuk menahan lonjakan kasus. Jika sistem kesehatan collapse, maka sistem lainnya akan mengikut. Jika membiarkan penularan cepat terjadi, maka pandemi akan cepat berakhir karena adanya herd immunity. Di sisi lain, strategi flattening the curve dilakukan dengan merespon covid secara adekuat, tetapi pandeminya akan berlangsung lama. Apabila herd immunity tidak tercapai, kita akan mengalami pandemi yang cukup lama. Dalam 2 skenario tersebut, kita dapat membayangkan upaya-upaya kedepan secara programatik dan upaya mengelola respon masyarakat.

Reporter: Candra, MPH

 

 

Sesi 2

IHQN - Yogyakarta. Forum mutu kali ini mengangkat tema implementasi NQPS pada kolaborasi lintas sektor dalam mutu pelayanan kesehatan di era pandemi COVID-19. COVID-19 tidak hanya sebatas bencana tetapi mempunyai dampak yang sangat luas terhadap tata kelola klinis dan tata kelola manajemen. Diharapkan penguatan layanan kesehatan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat.

Mutu pelayanan yang berkualitas sesuai dengan konsep mutu yang dikeluarkan oleh WHO (2019) yakni mewujudkan layanan kesehatan yang efektif, aman, berfokus pada individu, tepat waktu, efisien, adil, dan terintegrasi bagi individu dan populasi sesuai standar, perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta memperhatikan hak dan keterlibatan pasien – masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal.

Narasumber pertama, Yogi Mahendra selaku Acting Country Representative Yayasan Project HOPE

Menyatakan bahwa keberadaan lembaga donor sebagai pendukung kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sehingga tercipta komunikasi yang baik untuk hasil yang optimal. Sejak pertama kali ditemukan kasus COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, banyak petugas kesehatan yang terpapar dan meninggal saat menjalankan tugas dan sistem pelayanan kesehatan dihadapkan menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan penanganan pandemi dan pemenuhan pelayanan kesehatan essensial.

Selain itu, adanya keterbatasan pemerintah dalam penangan pandemi ini yang kemudian membutuhkan dukungan dari segala pihak sesuai yang diamanatkan dalam Perka BNPB Nomor 11 Tahun 2014 tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Desain peran lembaga donor yakni berkoordinasi dengan pemerintah, membangun kerjasama multi sektor, dan desain dan kontrol program.

Berdasarkan hasil penelitan dari Wuhan, China didapatkan informasi selama pandemi sekitar 70% tenaga kesehatan susah tidur, sulit makan dan kesehatan jiwa terganggu. Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki oleh Yayasan Project HOPE, perlu untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain yakni pemerintah, pelaku usaha, akademisi, lembaga profesi dan organisasi swasta karena bila tidak adanya multi pihak maka memerlukan waktu dalam mencapai visi dan misi. Tantangan yang dihadapi dalam proses koordinasi ini berupa adanya ego sektoral setiap lembaga, hambatan non teknis seperti waktu dan keterbatasan diskusi akibat online meeting selama pandemi serta perbedaan strategi, target dan pola pelaksanaan fungsi.

Hal yang bisa dipelajari adalah perlu saling mengisi dengan core dan kemampuan teknis yang dimiliki, semakin luasnya jaringan dan daya jangkau program, mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi permasalahan dan penyelesaian, memperkuat basis dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dan mengurangi perbedaan penanganan dalam suatu permasalahan yang sama (misalnya setiap lembaga mengeluarkan SOP handling yang berbeda-beda).

Narasumber kedua, Dr. dr. Lia Gardenia partakusuma, Sp.PK(K)., MM, MARS

selaku Ketua Sub Bidang Penanganan Limbah Medis, Bidang Penanganan Kesehatan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional menyatakan bahwa penanganan COVID-19 di Indonesia oleh satuan tugas COVID-19 memiliki organisasi sangat banyak dan masing - masing bergerak sesuai sektor - sektor yang diinstruksikan oleh ketua gugus tugas bahkan di masing - masing bidang terdapat berbagai unsur yang harus bekerjasama. Koordinasi nasional bersatu lawan COVID-19 dijalankan satu komando sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 bahwa satuan tugas dibentuk di dalam KPCPEN.

Berdasarkan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas didalamnya terdapat unsur yang terlibat yakni pemerintah, media, akademisi, swasta dan masyarakat. Peran akademisi perlu dilibatkan karena sebagai evidence based yang bisa dilakukan dalam mengedukasi, sosialiasi dan mitigasi pada tokoh masyarakat, tokoh agama, partai politik, komunitas lokal hingga ke RT/RW.

Upaya dalam meningkatkan layanan selama era pandemi COVID-19, tim melakukan pelatihan ICU dasar pada tenaga kesehatan (dokter dan perawat) untuk merawat pasien COVID-19 dengan bekerjasama dengan PERDATIN dan HIPERCCI. Selain itu, tim juga melakukan mortality audit, relawan contact tracer, sosialisasi masif melalui relawan, dan pelatihan manajemen spesimen dan new all record dalam upaya dalam meningkatkan layanan di era pandemi COVID-19. Terdapat seminar nasional penanganan limbah medis di fasilitas pelayanan kesehatan dalam mitigasi COVID-19 dengan bekerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup se-Indonesia, profesional PPI dan sanitarian di fasilitas kesehatan seluruh Indonesia.

Terdapat juga hibah fasilitas insinerator dalam penanganan limbah medis yang disebabkan oleh COVID-19 dengan bekerjasama Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan tempat fasilitas insinerator berada. Meningkatkan ketahanan kesehatan mayarakat diperlukan keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan dukungan rumah tangga selalu disipilin dan kolektif mengubah perilaku dengan harapan 70% masyarakat telah melaksanakan praktis protokol kesehatan.

Terdapat pembahas yang telah hadir pada forum mutu kali ini mengangkat tema implementasi NQPS pada kolaborasi lintas sektor dalam mutu pelayanan kesehatan di era pandemi COVID-19 yakni pembahas pertama, Prof. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD dari UGM menyampaikan bahwa pentingnya kolaborasi dan peningkatan mutu pelayanan COVID-19, terlebih bila kita mengalami dan melaksanakan di lini terdepan. COVID-19 bukanlah pandemi yang pertama yang kita hadapi bahkan ada pandemi yang lain seperti bencana alam yang pernah kita alami. Melihat da ri sisi impact, banyak hikmah dan tantangan selalu berjalan beriringan karena fenomena kolaborasi mau/ tidak mau bahkan suka/ tidak suka menjadi sebuah norma yang harus dilakukan.

Jejaring/ kolaborasi bukan hal yang baru, bila ini tidak berjalan smooth maka impact nya bertaruh nyawa dan sebisa mungkin kita berupaya dengan mencegah. Saat inilah, organisasi perlu mengembangkan engaged leadership berupa kolaborasi dan jejaring sehingga organisasi lebih kuat dibanding sebelum pandemi, bergerak lebih cepat dan interconnected, serta mengutamakan team-oriented approach dalam memberikan pelayanan dan melakukan kolaborasi di dalam dan antar institusi untuk meningkatkan mutu pelayanan. Kolaborasi bisa gagal bila produktivitas dan kreativitas tidak berjalan beriringan, mengabaikan pencapaian, pelatihan staf kurang seimbang, komunikasi yang buruk, dan remote teams tidak didukung.

Pembahas kedua, drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Mutu & Akreditasi Kemenkes RI

Menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 yang dialami kurang lebih selama 10 bulan terakhir mengalami lonjakan kasus dan belum ada titik terang sehingga kasus terus bertambah bahkan tenaga kesehatan sebagai lini terdepan memiliki resiko sampai ada yang gugur, terpapar, kekerasan bisa dialami oleh tenaga kesehatan dan stigma dari COVID-19. Terdapat isu startegis mutu pelayanan kesehatan perlu di adjust dalam dukungan dan kolaborasi pada kondisi pandemi COVID-19 yakni akses dan mutu pelayanan kesehatan; ketersediaan dan kepatuhan terhadap standar mutu klinis dan keselamatan pasien; budaya mutu di fasilitas kesehatan dan program; peran dan pemberdayaan pasien, keluarga dan masyarakat; penguatan tata kelola, struktur organisasi mutu dan sistem kesehatan lainnya; komitmen pemerintah pusat, daerah dan pemangku kebijakan.

Terdapat pertanyaan dari peserta, “Apa ada perbedaan dasar di era pandemi dengan manajemen mutu sebelum COVID-19 dan selama pandemi, apakah perlu direvisi PMKP di puskemas dan rumah sakit?’. Prof. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD dari UGM menjawab “Tidak ada sistem yang baru tapi lebih didorong pada ketepatan dan inovasi, contohnya pendekatan mutu PDCA dan PDSA dimana kita semua sangat familiar, makin didukung dengan beberapa cycle yang bisa dilakukan tapi lebih kepada implementasi dan inovasi sesuai kondisi saat ini”.

Terdapat tambahan drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Mutu & Akreditasi Kemenkes RI menjawab “Saya sepakat dengan Prof. Uut tidak ada yang berbeda namun berbeda pada objeknya, bagaimana pemahaman dan PPI harus masuk setiap tahapan pelayanan kesehatan. Program PMKP bagaimana intevesi inovasi dalam siklus PDCA perlu dimasukan adjust dengan komprehensif dan penyakitnya bagaimana untuk dikendalikan kemudian program PMKP harus kita adjust dengan kondisi pandemi COVID-19, pandemi COVID-19 ini sebagai penyempurnaan PMKP saat ini”.

Reporter: Agus Salim (PKMK UGM)

 

 

BIMBINGAN TEKNIS ONLINE

Membangun Sistem Pengendalian Kecurangan Layanan COVID-19

30 - 31 Mei 2022  |  Pukul 09.00-12.00 WIB

 

  Pendahuluan

Pandemi COVID-19 telah memberikan tantangan dan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sistem kesehatan, tidak hanya di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Virus ini membuka potensi terjadinya fraud, atau COVID-19 related fraud. Dilansir dari situs FBI, nilai potensi kasus fraud terkait COVID-19 ini mencapai USD 5juta atau setara Rp. 79,4M. Potensi fraud terkait COVID-19 juga berkembang di Indonesia sejak virus ini mulai masuk Indonesia. Bentuk potensi fraud yang cukup sering diberitakan diantaranya adalah penimbunan dan penggelembungan alat kesehatan.

Pelayanan pasien COVID-19 pun memiliki potensi fraud yang tidak sedikit. Diduga terdapat potensi fraud dalam lebih dari 50% klaim pelayanan COVID-19 yang dispute (Kemenkes RI, 2020). Potensi fraud ini diantaranya dalam bentuk memperpanjang LOS pasien COVID-19, upcoding, pemalsuan identitas pasien COVID-19 dan lainnya.

Dispute dan dugaan potensi fraud layanan COVID-19 berpotensi menimbulkan kerugian bagi fasilitas kesehatan dalam bentuk klaim pasien COVID-19 yang tidak dibayar, menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai upaya penanggulanan COVID-19, hingga mendapat sanksi sosial berupa nama baik yang tercemar. Fasilitas kesehatan perlu bersegera untuk membangun sistem pencegahan fraud layanan COVID-19 untuk mencegah berkembangnya potensi fraud.

  Tujuan

Secara umum pelatihan ini bertujuan membantu fasilitas kesehatan dalam membangun sistem pencegahan kecurangan layanan COVID-19. Secara khusus pelatihan ini bertujuan untuk:

  1. Membantu fasilitas kesehatan untuk menjaga mutu dalam pelayanan COVID-19 untuk mencegah fraud.
  2. Meningkatkan pemahaman mengenai potensi fraud layanan COVID-19.
  3. Meningkatkan pemahaman fasilitas kesehatan dalam membangun sistem pencegahan kecurangan layanan COVID-19.
  4. Membantu fasilitas kesehatan membangun sistem pencegahan kecurangan layanan COVID-19.
  Narasumber

Narasumber dalam kegiatan ini adalah:

Puti Aulia Rahma, drg., MPH., CFE
Konsultan, peneliti dan pengelola Community of Practice (CoP) Anti Fraud Layanan Kesehatan. Bergabung di Divisi Manajemen Mutu – PKMK FK KMK UGM sejak 2010. Sejak 2014 fokus dalam edukasi, pengembangan instrumen dan regulasi, serta penelitian terkait pencegahan dan pengendalian fraud layanan kesehatan. Kegiatan pengedalian fraud layanan kesehatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, KPK, ACFE Indonesia, serta fasilitas-fasilitas kesehatan seluruh Indonesia. Narasumber pernah mengikuti konferensi anti fraud yang diselenggarakan oleh NHCAA di Amerika Serikat tahun 2014. Per 2018 mendapat sertifikasi sebagai Fraud Examiner dari Associated of Certified Fraud Examiner (ACFE) Amerika Serikat.

  Peserta

Kriteria peserta yang dapat mengikuti pelatihan ini adalah:

  1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Provinsi.
  2. Direksi dan manajemen RS (komite medik RS, perekam medik RS, klinisi (dokter dan perawat), dan SPI).
  3. Anggota tim pencegahan kecurangan di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Provinsi.
  4. Peminat dalam bidang pengendalian fraud di fasilitas kesehatan maupun Dinas Kesehatan.
  Materi

Workshop ini akan terdiri dari pokok-pokok materi yang disusun untuk membantu fasilitas kesehatan maupun Dinas Kesehatan dalam membangun sistem pencegahan kecurangan layanan COVID-19 melalui implementasi peran Tim Pencegahan Kecurangan:

  1. Upaya mempertahankan mutu dalam pengendalian pasien COVID-19
  2. Bentuk-bentuk potensi fraud layanan COVID-19
  3. Mengenal sistem pengendalian fraud layanan kesehatan yang sudah ada
  4. Membangun sistem pengendalian fraud layanan pasien COVID-19
  Persiapan Peserta

Sebelum pelatihan dimulai, peserta perlu mempersiapkan hal berikut:

  1. Notebook/ laptop untuk praktikum.
  2. Berbagai regulasi baik internal/ eksternal fasilitas kesehatan terkait pelayanan pasien COVID-19

*Tanpa ada data, peserta tidak dapat praktikum.

  Jadwal Kegiatan

Jadwal pelatihan diselenggarakan selama 2 (dua) hari pada 26-27 April 2022, mulai pukul 09.00 – 12.00 WIB setiap hari pelaksanaan.

  Link Kegiatan

Kegiatan akan dilaksanakan menggunakan aplikasi Zoom Meeting. Informasi link akan dikirimkan setelah peserta mengkonfirmasi pembayaran.
Keterangan:

  1. Link akan digunakan sepanjang masa pelatihan.
  2. Kelas online akan dibuka 15 – 30 menit sebelum pelatihan dimulai.
  3. Pastikan Anda hanya menggunakan 1 akun (tidak berganti akun) selama pelaksanaan kegiatan. Akun yang tidak dikenali, tidak diperbolehkan masuk dalam kelas online.
  Biaya

Regular Rp. 1.000.000/ orang

*Biaya pendaftaran dapat ditransfer melalui: Bank BNI UGM Yogyakarta
No. Rekening 9888807172010997
atas nama UGM  FKU PKMK  Dana Kerjasama Penelitian Umum

  Kontak

Silakan hubungi kami bila Anda membutuhkan informasi lebih lanjut 
Andriani Yulianti | 081328003119 |This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.