Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Editorial

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan pendekatan perbaikan di tingkat sistem fasilitas pelayanan kesehatan menjadi topik yang diangkat pada beberapa artikel di website mutu pelayanan kesehatan kali ini. Hal ini sejalan dengan topik yang diangkat pada pertemuan internasional ke-34 oleh The International Society for Quality in Health Care (ISQua), yakni "Learning at the System Level to Improve Healthcare Quality and Safety".

Selain dua artikel yang akan memaparkan mengenai instrumen yang dapat dipergunakan menilai kepuasan pasien kardiovaskuler terhadap pelayanan kesehatan dan upaya intervensi oleh tenaga kesehatan dalam proses pemberian pelayanan kesehatan dengan menggunakan dukungan teknologi bagi pasien kardiovaskuler. Website mutu juga akan menyampaikan laporan lengkap pelaksanaan pertemuan internasional ISQua ke- 34 yang tahun ini di helat di London. Detil materi dapat pula diakses di website mutu dengan harapan seluruh pemerhati mutu yang belum berkesempatan hadir secara langsung pada perteuan tersebut dapat memperoleh tambahan informasi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan terkini.

Simak reportase lebih lengkapnya pada link berikut

klik disini

 

Antibiotik di dunia pelayanan kesehatan merupakan salah satu obat yang sudah tidak asing lagi bagi provider maupun pasien fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Sejak ditemukan pada 1927 dan dipergunakan pertama kali pada 1940, antibiotik membawa perubahan besar di dunia kesehatan.

Peran penggunaan antibiotik tentu saja sangat besar dalam membantu pasien yang memerlukan obat tersebut dalam proses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Namun tentu saja penggunaan antibiotik ini harus berdasarkan indikasi yang tepat, karena apabila dipergunakan tidak sesuai indikasi maka dampak positif yang seharusnya diperoleh, akan berbalik menjadi berdampak negatif. Salah satunya terjadinya resistensi dan apabila tidak dikendalikan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Untuk kembali me-refresh berbagai informasi terkait antibiotik ini, maka selama 2 minggu ke depan, kami akan menyajikan artikel-artikel menarik yang dapat disimak dan semoga dapat memberikan asupan bermanfaat bagi pemerhati mutu pelayanan kesehatan, khususnya pembaca setia website mutu pelayanan kesehatan.

“Memastikan Keberhasilan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Melalui Pengelolaan Strategic Resources di Fasilitas Pelayanan Kesehatan” menjadi tema penyelenggaraan Forum Mutu IHQN XIII tahun ini. Tema yang mengangkat mutu pelayanan kesehatan dengan penitikberatan manajemen sumber daya yang dimiliki oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

Agar sinergi dengan tema Forum Mutu IHQN XIII tersebut, artikel-artikel terkait upaya peningkatan mutu akan ditampilkan di website mutu selama 2 minggu ke depan, sehingga dapat melengkapi pengetahuan baik yang bersifat teori hingga best practice yang ada di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.

Mengutip pernyataan Wiliam A. Foster bahwa ‘pelayanan yang bermutu dan aman tidak pernah terjadi karena kebetulan, namun hanya dapat terwujud dari keinginan yang kuat, upaya yang tulus, arahan yang cerdik dan pelaksanaan yang terampil’ mengingatkan kita kembali bahwa upaya kuat yang terus menerus haruslah dilakukan untuk mewujudkan mutu dan keselamatan pasien.

 

Dunia pelayanan kesehatan di Indonesia mengalami keguncangan cukup parah sejak terungkapnya produsen dan distributor vaksin palsu. Keguncangan bertambah parah dengan diungkapnya 14 rumah sakit yang mungkin tidak sadar telah menggunakan vaksin palsu tersebut dalam pelayanan mereka. Keguncangan parah terjadi saat berbagai institusi saling menyalahkan satu sama lain, para pengamat beradu teori dan argumen, hingga aksi penuntutan dan pemblokiran pelayanan di rumah sakit oleh masyarakat.

Kasus vaksin palsu tidak dapat hanya dilihat dari salah satu sudut pandang, banyak faktor yang harus diselesaikan secara sistematis, dan karena ternyata banyak negera yang mengalami hal serupa, maka WHO telah mengeluarkan "fact sheet" terkait tentang produk kesehatan palsu (substandard, spurious, falsely labelled, falsified and counterfeit/SSFFC medical products) yang diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam menyusun kebijakan ditingkat internasional, nasional hingga operasional sarana pelayanan kesehatan.

Dalam konteks manajemen mutu yang lebih luas, Donald Berwick, seorang professor dalam bidang ilmu kesehatan anak dan juga dalam bidang kesehatan masyarakat, jauh-jauh hari telah memberikan model upaya menjaga/meningkatkan mutu yang dimulai dari tingkat regulasi, tingkat manajemen sarana pelayanan kesehatan hingga tingkat pelayanan serta tingkat pengelolaan peran serta pasien/keluarga. Model dari Berwick ini dapat dipakai untuk mengatasi masalah vaksin palsu.

Pertama perlu ada perbaikan regulasi yang mengatur mengenai perencanaan, produksi, distribusi dan pengawasan vaksin, dan yang lebih penting adalah memastikan regulasi tersebut berjalan serta ditingkatkan efektifitasnya dari waktu ke waktu. Tujuan utama dari regulasi tersebut adalah untuk mengatasi kekosongan stok, menurunkan harga, mempermudah rantai distribusi hingga mencegah pemalsuan.

Kedua perlu ada perbaikan dan pelaksanaan kebijakan dan manajemen pengelolaan vaksin di sarana pelayanan kesehatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan hingga pengelolaan limbah. Belajar dari kasus vaksin palsu maka perbaikan kebijakan dan manajemen harus difokuskan untuk memastikan pengadaan vaksin di sarana pelayanan kesehatan menggunakan sistem satu pintu dan hanya berasal dari rekanan yang memiliki ijin resmi distribusi vaksin terkait, memastikan rekanan dapat menjamin keaslian dan mutu produk mereka, memastikan proses pengadaan dilakukan secara terbuka serta memastikan masyarakat/pasien dapat mengetahui proses pengadaan obat dan vaksin serta daftar rekanan RS hingga dapat memulihkan kembali kepercayaan masyarakat, serta memastikan botol vaksin bekas telah dimusnahkan.

Ketiga perlu ada perbaikan prosedur pemberian vaksin oleh klinisi didalam pelayanan, meliputi upaya identifikasi vaksin palsu meski sering sekali sulit diidentifikasi, memberikan vaksin secara "6 benar", dan membuat catatan lengkap dalam rekam medik. Keempat adalah meningkatkan keterlibatan pasien/keluarga dalam pelayanan pemberian vaksin dengan cara pemberian edukasi mengenai manfaat, efek samping dan proses pemberian vaksin serta memberikan media komunikasi untuk melaporkan berbagai hal terkait dengan pemberian vaksin.

Dengan tindak lanjut nyata dan berkelanjutan, maka diharapkan rekomendasi WHO serta model Berwick dapat mengatasi masalah vaksin palsu di Indonesia.

editorial